Kadang Menangis dan Tertawa Tiba-Tiba, Umar Bin Khattab Sempat Diisukan Gila

Ada satu perbuatan biadab yang disesali Umar bin Khattab sebelum ia masuk Islam.

Dok Republika
Sahabat Nabi (ilustrasi)
Rep: Mabruroh Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam perjalanan hidupnya, Khalifah Umar bin Khattab pernah membunuh anak perempuannya. Ini merupakan kebodohan yang pernah dilakukan Umar sebelum datangnya  Islam.

Ini juga yang menjadi penyesalan seumur hidup khalifah Umar. Hal ini tak jarang membuatnya meneteskan air mata.

Salman Iskandar dalam bukunya 11 Kisah Islami Pilihan menceritakan bagaimana khalifah Umar bahkan sempat dikira telah menjadi gila lantaran tiba-tiba menangis dan terkadang tertawa.

Kaum Muslim Madinah heboh. Mereka membicarakan pemimpinnya yang dianggap hilang ingatan.

Memang betul, Khalifah Umar bin Khattab dianggap gila. Banyak yang melihatnya dengan mata kepala sendiri. Barangkali kegilaannya karena pada masa mudanya, Umar bergelimang dengan dosa, seperti merampok, mabuk-mabukan, dan suka mengamuk kalau sedang mabuk.

Baca Juga

Rakyat Madinah sering melihat Umar...

Rakyat Madinah sering melihat Umar menangis sendirian sesudah selesai sholat. Lalu, tiba-tiba Umar tertawa terbahak-bahak sendirian.

Abdurrahman bin Auf, sebagai salah seorang sahabat Umar yang paling akrab merasa tersinggung dan sangat murung mendengar tuduhan itu.

Lebih mengejutkan lagi, saat Umar berkhutbah Jumat di Masjid Nabawi, sekonyong-konyong Umar berseru keras sambil matanya menatap tajam ke kejauhan, "Hai sariyah, hai tentaraku! Bukit itu, bukit itu, bukit itu!"

"Wah, khalifah kita benar-benar sudah gila!" gumam rakyat Madinah yang menjadi makmum.

"Wahai Amirul Mukminin, mengapa engkau berseru di sela-sela khutbah sambil menatap ke kejauhan?" tanya Abdurrahman.

"Begini, Sahabatku. Beberapa pekan yang lalu, aku mengirimkan sariyah, pasukan tentara yang tidak kupimpin langsung, untuk memerangi para pemberontak. Ketika sedang berkhutbah, tiba-tiba aku melihat pasukan itu dikepung oleh musuh dari segala penjuru. Kulihat pula satu-satunya benteng untuk mempertahankan diri adalah sebuah bukit di belakang mereka. Maka, aku berseru, 'bukit itu, bukit itu, bukit itu!'" jelas Umar.

Lalu, mengapa engkau juga suka...

"Lalu, mengapa engkau juga suka menangis, lalu tertawa sendirian selesai melaksanakan sholat?” tanya Abdurrahman.

"Aku menangis kalau teringat kebiadabanku sebelum masuk Islam. Aku pernah mengubur anak perempuanku hidup-hidup. Aku pun tertawa jika teringat akan kebodohanku. Kubuat patung dari tepung gandum dan kusembah-sembah seperti tuhan. Lalu, jika lapar, aku makan tuhanku itu," jawab Umar.

Lalu, Abdurrahman pulang. Dia belum bisa menilai ucapan Umar. Apakah ucapan Umar tadi benar ataukah justru lebih membuktikan ketidakwarasannya, sehingga jawabannya pun kacau?

Akhirnya, bukti itu pun datang, yaitu ketika sariyah yang dikirim oleh Umar kembali ke Madinah. Mereka datang membawa kemenangan.

Komandan pasukan bercerita tentang kejadian istimewa yang mereka alami. Ketika dalam posisi terkepung, mereka mendengar suara gaib 'bukit itu, bukit itu, bukit itu'. Akhirnya, pasukan Muslim berhasil memenangkan pertempuran.

Abdurrahman mengangguk-anggukkan kepala dengan takjub mendengarkan cerita Komandan pasukan yang seketika mengubah strateginya setelah mendengar suara Khalifah Umar. Begitu pula masyarakat yang tadinya menuduh Umar telah gila.

Abdurrahman kemudian berkata, "Biarlah Umar dengan kelakuannya yang terkadang menyalahi adat. Sebab ia dapat melihat sesuatu yang indera kita tidak mampu melacaknya.”

 
Berita Terpopuler