Abaikan Resolusi Dewan Keamanan PBB, Israel Tetap Gempur Gaza

Selama 24 jam terakhir Israel menggelar serangan besar ke Rafah.

AP Photo/Ismael abu dayyah
Warga Palestina yang terluka akibat pemboman Israel di Jalur Gaza dibawa ke rumah sakit Al Aqsa di Deir al Balah, Jalur Gaza, Senin, 25 Maret 2024.
Rep: Lintar Satria Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Resolusi gencatan senjata Dewan Keamanan PBB tidak mencegah Israel melanjutkan serangannya ke seluruh Gaza bahkan ke gedung-gedung pemukiman dan fasilitas kesehatan publik. Aljazirah melaporkan selama 24 jam terakhir Israel menggelar serangan besar ke Rafah.

Baca Juga

Pada Rabu (27/3/2024) Aljazirah mengatakan serangan itu menewaskan 24 orang di Rafah, sebagian besar perempuan dan anak-anak. Sementara korban luka dibawa ke Rumah Sakit Abu Youssef al-Najjar dan Rumah Sakit Kuwait. Tapi, banyak korban luka yang mengalami pendarahan selama berjam-jam sebelum dokter atau staf medis dapat mengobati mereka.

Serangan Israel ke kamp pengungsi Bureij di Gaza tengah menewaskan lima orang. Beberapa korban luka dibawa ke Rumah Sakit Syahid Al Aqsa yang juga kekurangan pasokan obat-obatan dan staf medis. Tampaknya tidak ada yang bisa menghentikan Israel untuk terus menggempur Jalur Gaza.

Organisasi kemanusiaan Palestinian Prisoner’s Society mengatakan pasukan Israel menangkap 20 warga Palestina di seluruh daerah pendudukan Tepi Barat dalam penggerebekan semalam. Penangkapan tersebut terjadi di Gubernuran Ramallah, Hebron, Nablus, Salfit, Tulkarem dan Jenin.

Tiga orang tewas dalam penggerebekan di Jenin sementara beberapa lainnya terluka. Dalam laporannya Palestinian Prisoner’s Society mengatakan sejak 7 Oktober, Israel menahan 7.820 orang di Tepi Barat.

Aljazirah melaporkan pasukan Israel juga melanjutkan serbuan mereka ke Rumah Sakit al-Shifa dan daerah sekitarnya dan menggelar penangkapan warga Palestina di sekitarnya. Jaringan media yang berbasis di Qatar itu menambahkan para pria ditangkap dan para wanita dipaksa pindah ke Gaza selatan.

Aljazirah melaporkan pasien dan staf medis di al-Shifa terjebak di ruangan kecil di dalam gedung pengembangan sumber daya manusia yang sama sekali tidak dilengkapi dengan peralatan untuk memberikan perawatan medis.

Soraya Ali dari Save the Children mengatakan dampak psikologis perang pada anak-anak Gaza "tragis." Ali yang baru pulang dari Gaza mengatakan ia bertemu seorang perempuan yang mengaku dibanding makanan ia lebih membutuhkan dukungan mental.

"Dan itu menunjukkan pada anda konsekuensi jangka-panjang perang ini pada anak-anak dan keluarga," kata Ali pada Aljazirah, Rabu (27/3/2024).

"Orang-orang terpaksa pindah lagi dan lagi. Kini di selatan mereka tidak tahu harus pergi kemana dan anda bisa melihat dampaknya pada mereka," tambah Ali.

Sebelumnya juru bicara Dana Anak-anak PBB (UNICEF) James Elder mengatakan Gaza "memecahkan rekor babak tergelap kemanusiaan." Pernyataan ini ia sampaikan usai berkunjung ke kantong pemukiman Palestina itu.

"Gencatan senjata harus substantif, bukan simbolik. Sandera harus segera pulang. Orang-orang di Gaza harus diizinkan hidup," kata Elder dalam pernyataan yang disampaikan usai Dewan Keamanan PBB mengadopsi resolusi gencatan senjata Gaza.

Elder menggambarkan situasi kemanusiaan di Rafah sangat buruk. Hanya ada satu toilet bagi setiap 850 orang dan satu kamar mandi untuk setiap 3.600 orang. "Ini adalah pengabaian yang sangat buruk terhadap kebutuhan dan martabat manusia," katanya.

"(Khan Younis) nyaris tidak ada lagi, selama 20 tahun saya bekerja di PBB, saya belum pernah melihat kehancuran seperti ini. Hanya kekacauan dan kehancuran, dengan puing-puing dan reruntuhan yang berserakan di segala penjuru. Kehancuran total," tambah Elder.

Ia mengatakan di Jabalia, puluhan ribu orang di jalanan meletakkan tangan mereka di mulut, "tanda kelaparan yang universal", sementara ratusan truk masih tertahan menunggu untuk masuk ke Gaza.

"Kemanusiaan harus segera menulis babak baru," kata Elder. 

 
Berita Terpopuler