Sekjen PBB: Dunia Dilanda Wabah Islamofobia

Guterres mengatakan kontribusi umat Islam tak terhitung di setiap bidang.

AP Photo/Themba Hadebe, File
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres peringatkan adanya gelombang kebencian pada muslim dan Islam di seluruh dunia atau Islamofobia. (Ilustrasi)
Rep: Lintar Satria  Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres peringatkan adanya gelombang kebencian pada muslim dan Islam di seluruh dunia atau Islamofobia. Hal ini ia sampaikan dalam pidato Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia.

"Hari ini kita berkumpul bersama umat Muslim di seluruh dunia dalam rangka menyambut Bulan Suci Ramadhan. Ramadhan adalah waktu untuk merenung dan bersolidaritas. Ini adalah momen untuk berkumpul dan saling menguatkan satu sama lain," kata Guterres dalam transkrip pidato yang Republika terima Sabtu (16/3/2024).

"Namun, bagi banyak umat Muslim di seluruh dunia, bulan ini juga merupakan saat-saat yang penuh dengan penderitaan dan ketakutan. Dalam semangat Ramadhan, saya telah menyerukan agar tembakan senjata di Gaza dan Sudan dihentikan," tambahnya.

Dalam pidato itu Guterres menyerukan kepada semua pemimpin politik, agama, dan masyarakat untuk bergabung mendorong perdamaian. "Bagi hampir dua miliar umat Islam di seluruh dunia, Islam adalah pilar iman dan ibadah yang menyatukan orang-orang di seluruh penjuru dunia. Dan marilah kita ingat bahwa Islam juga merupakan pilar sejarah kita bersama," kata Guterres.  

Ia mengatakan selama berabad-abad, umat Islam menjadi sumber penting bagi budaya, filosofi, keilmuan, dan ilmu pengetahuan. Mulai dari pengaruh besar Ibnu Sina, dokter dan filsuf besar yang interpretasinya terhadap Plato dan Aristoteles membantu membentuk perkembangan filsafat Eropa Barat.

"Ahli matematika dan astronom Muslim Al-Khawarizmi, yang bertanggung jawab untuk memberikan angka Hindu-Arab dan bapak aljabar. "Bapak rasionalisme", Averroes, yang komentar-komentarnya yang inovatif menjembatani pemikiran Islam dan Barat," kata Guterres.  

Ia menambahkan kontribusi umat Islam tak terhitung jumlahnya di setiap bidang mulai dari sains, teknologi dan kedokteran, hingga sastra, seni, musik dan arsitektur. "Acara hari ini menyoroti wabah ganas yang mewakili penyangkalan dan ketidaktahuan tentang Islam dan Muslim serta kontribusi mereka yang tak terbantahkan: Wabah Islamofobia," kata Guterres.  

Di seluruh dunia, kata Gutteres, gelombang kebencian dan kefanatikan anti-Muslim meningkat. "Hal ini dapat muncul dalam berbagai bentuk. Diskriminasi struktural dan sistemik. Pengucilan sosial-ekonomi. Kebijakan imigrasi yang tidak adil. Pengawasan dan pembuatan profil yang tidak beralasan.Pembatasan dalam mengakses kewarganegaraan, pendidikan, pekerjaan, dan keadilan," katanya.

Ia mengatakan hambatan-hambatan ini dan hambatan-hambatan institusional lainnya melanggar komitmen bersama terhadap hak asasi manusia dan martabat. Hal ini juga melanggengkan lingkaran setan pengucilan, kemiskinan, dan pencabutan hak yang bergema dari generasi ke generasi.

Sementara itu, lanjutnya, retorika yang memecah belah dan misrepresentasi akan menyebarkan stereotip, menstigmatisasi masyarakat, dan menciptakan lingkungan yang penuh dengan kesalahpahaman dan kecurigaan.

Hal ini dapat menyebabkan peningkatan pelecehan dan kekerasan langsung terhadap umat Islam yang dilaporkan kelompok-kelompok masyarakat sipil di berbagai negara di seluruh dunia.

Baca Juga

Beberapa pihak mengeksploitasi kebencian anti-Muslim... (baca halaman selanjutnya)

Guterres mengatakan beberapa pihak secara memalukan mengeksploitasi kebencian anti-Muslim dan kebijakan pengucilan untuk keuntungan politik. "Kita harus menyebutnya apa adanya. Kebencian. Jelas dan sederhana," kata Guterres.  

Dan para penyebar ujaran kebencian menyalahgunakan megafon paling kuat dalam sejarah untuk memperkuat dan menyebarkan ideologi tercela mereka yakni media sosial. Guterres mengatakan platform online menjadi tempat berkembang biak bagi ideologi ekstremis dan pelecehan. Hal ini tidak hanya memperdalam perpecahan tapi juga memicu kekerasan di kehidupan nyata.

Sayangnya, tambah Gutteres, tren yang mengkhawatirkan ini merupakan bagian dari pola yang lebih luas dari ideologi supremasi dan serangan terhadap orang Yahudi, komunitas Kristen minoritas, dan banyak lagi. Kebencian terhadap satu kelompok memicu kebencian terhadap kelompok lain.

Ia mengatakan kebencian menghancurkan tatanan masyarakat dan merusak kesetaraan, pemahaman, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia yang menjadi dasar bagi masa depan yang damai. "Kita tidak bisa berdiam diri sementara kebencian dan kefanatikan merajalela. Peristiwa hari ini mengingatkan kita bahwa kita semua memiliki tanggung jawab untuk menghadapi dan membasmi kefanatikan anti-Muslim," kata Guterres.  

Ia mengatakan pemimpin politik harus memimpin, dan memupuk kohesi sosial, bukan rasa takut. Pemerintah harus mengutuk wacana yang menghasut dan menjaga kebebasan beragama khususnya bagi kaum minoritas. "Dan saya berterima kasih kepada para pemimpin agama yang bekerja sama untuk mempromosikan dialog antar agama," katanya.

Sekjen PBB itu juga mengatakan platform digital harus memoderasi dan mencegah penyebaran konten kebencian, sekaligus melindungi pengguna dari pelecehan. Kecerdasan buatan harus mengurangi bias dan stereotip, bukan mereproduksi dan memperkuatnya.  

"Dan kita semua harus melakukan bagian kita untuk meruntuhkan tembok-tembok intoleransi dan perpecahan. Di kota-kota besar, kecil, dan desa. Di sekolah, di jalan, dan di dunia maya. Di mana saja dan kapan saja," katanya.  

"Mari kita semua berjanji untuk menentang kefanatikan anti-Muslim, di mana pun kita melihat atau mendengarnya," tambahnya.  

Ia mengingatkan umat Islam berasal dari berbagai negara, budaya dan lapisan masyarakat. Mereka mewakili keanekaragaman yang luar biasa dari keluarga manusia. "Saat kita bersatu di Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia ini, marilah kita memperbaharui komitmen kita untuk menegakkan prinsip-prinsip kesetaraan, martabat, hak asasi manusia, dan rasa hormat," kata Guterres. 

 
Berita Terpopuler