Media Sosial Jadi Ajang Pamer Aksi Tawuran Remaja Berikut Senjata Tajamnya

Tawuran atau perang sarung tidak bisa dianggap kenalakan remaja biasa.

dok. Humas Res.Salatiga
Petugas Satreskrim Polres Salatiga melakukan pembinaan kepada sekelompok remaja, di Jalur Lingkar Salatiga (JLS), Kota Salatiga, Jawa Tengah, Jumat (24/3) dini hari. Pembinaan diberikan agar mereka tidak menggelar ‘perang sarung’ yang dapat berujung pada aksi tawuran antar kelompok remaja.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Gidion Arif Setyawan mengatakan media sosial menjadi ajang pamer bagi kelompok yang melakukan aksi tawuran di antara remaja. Para remaja pelaku tawuran tersebut tergabung dalam komunitas yang memiliki akun media sosial.

"Mereka ini membuat komunitas sendiri dan kerap beraksi serta memasang aksi mereka di sejumlah akun media sosial," kata Gidion di Jakarta, Jumat (15/3/2024).

Melalui media sosial, menurut Gidion, komunitas tersebut juga memperlihatkan senjata tajam yang mereka miliki. Contohnya, celurit besar yang menjadi kebanggaan anak-anak tersebut.

"Kami sudah lakukan pemetaan terhadap kelompok ini dan terus berupaya menekan aksi tawuran tersebut," kata dia.

Gidion mengatakan aksi tawuran ini bersifat random. Pihaknya juga menemukan para remaja memiliki beberapa lokasi favorit untuk melakukan aksi tawuran.

Baca Juga

Mereka biasanya menyukai jalan-jalan yang berukuran lebar sebagai lokasi aksi tawuran seperti di sepanjang jalan RE Martadinata. Menurut Gideon, daerah tersebut menjadi lokasi favorit untuk melakukan aksi perkelahian yang melibatkan orang dalam jumlah banyak ini.

"Selain di jalanan mereka, juga berkompetisi di media sosial untuk menjadi yang terbaik versi mereka," kata dia.

Gideon mengatakan seluruh pihak harus terlibat dalam melakukan upaya pencegahan terjadinya aksi tawuran yang berujung pada tindak pidana.

"Kami meminta peran orang tua dan lingkungan tempat tinggal agar memfasilitasi anak-anak muda ini dengan kegiatan positif, sehingga tidak terjebak dalam aksi tawuran ini," katanya.

Hal serupa didapati oleh Kapolsek Pesanggrahan Kompol Tedjo Asmoro saat timnya mengamankan 12 remaja yang akan tawuran perang sarung pada Jumat dini hari. Menurut dia, mereka berkomunikasi melalui media sosial untuk perang sarung.

"Selain sarung, petugas juga menyita sejumlah gawai milik remaja tersebut," katanya.

Informasi rencana perang sarung itu didapatkan petugas dari warga. Polisi kemudian mendatangi ke tempat kejadian perkara (TKP) di Jalan Jamblang RT/RW 004/05 Kelurahan Petukangan Utara, Kecamatan Pesanggrahan, Jakarta Selatan.

Tedjo mengatakan bahwa di lokasi yang dimaksud petugas mendapati kerumunan remaja yang diduga hendak tawuran sarung. Setelah diperiksa, kata Tedjo remaja yang berjumlah 12 orang itu kedapatan membawa sarung yang sudah dililit dan diduga akan digunakan untuk perang sarung.

Tedjo menyebut bahwa perang sarung itu direncanakan melibatkan remaja dari Wilayah Larangan Ciledug dengan remaja dari Wilayah Joglo Kembangan. Mereka bersepakat akan tawuran di sekitar JORR Petukangan Utara.

"Saat ini ke-12 remaja tersebut menjalani pemeriksaan di Mapolsek Pesanggrahan," katanya.

Sementara itu, Kepolisian Resor Magelang Kota, Jawa Tengah menegaskan pelaku perang sarung bisa dipidana. Tindakan tersebut tidak bisa dianggap kenalakan remaja biasa.

"Fenomena ini sering muncul di bulan puasa, telah meresahkan masyarakat, dan dianggap sebagai tindakan serius yang tidak dapat dianggap sebagai kenakalan remaja biasa," kata Kapolres Magelang Kota AKBP Herlina di Magelang, Kamis (14/3/2024).

Herlina menyatakan bahwa aksi perang sarung mengancam ketertiban umum. Pelaku sering kali sengaja menyisipkan benda-benda berbahaya seperti batu, gir motor, besi, atau benda lainnya ke dalam sarung dengan maksud untuk melukai lawan.

Hal ini dianggap serius dan tidak dapat dibiarkan. Proses hukum akan diterapkan terhadap pelaku yang melanggar hukum, terutama KUHP.

"Pelaku tawuran perang sarung dapat dijerat dengan UU RI No 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, Pasal 76 C, Pasal 80 ayat 1 dan 2, dan Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan dengan ancaman hukuman penjara di atas 5 tahun," katanya.

Apabila aksi perang sarung mengakibatkan kematian, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 338 KUHP pidana. Ancaman hukuman penjaranya paling lama 15 tahun.

Herlina menyampaikan orang tua, guru, dan perangkat desa akan dilibatkan untuk mengatasi fenomena ini dengan pendekatan pembinaan. Namun, tindakan hukum akan diterapkan terhadap pelaku yang terbukti melakukan perbuatan pidana.

 
Berita Terpopuler