Hamas Ingin Rusia Jadi Penyeimbang AS-Israel dalam Diskusi Penyelesaian Konflik Jalur Gaza

Rusia diyakini dapat menjadi penyeimbang kekuatan AS-Israel.

AP Photo/Mahmoud Essa
Warga Palestina yang terluka akibat serangan Israel saat menunggu bantuan kemanusiaan di pantai Kota Gaza dirawat di Rumah Sakit Shifa pada Kamis, 29 Februari 2024.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Kelompok Palestina Hamas mengusulkan agar Rusia memainkan peran utama dalam pembicaraan mengenai penyelesaian konflik di Jalur Gaza. Keterlibatan Rusia diyakni dapat menjadi penyeimbang terhadap Amerika Serikat dan Israel.

"Kami ingin Rusia menjadi aktor utama dalam mengimbangi AS dan Israel. Kami meminta hal ini dan kami mengusulkan agar Rusia didukung oleh sejumlah negara yang mendukungnya dalam hal ini. Dan kami akan berusaha mencapai tujuan ini untuk menemukan keseimbangan dalam masalah ini," kata Wakil Kepala Biro Politik Hamas, Musa Abu Marzouk, kepada Sputnik pada Sabtu (2/3/2024).

Pejuang pergerakan tersebut menyatakan siap untuk melakukan pembebasan sandera yang ditahan di Jalur Gaza, termasuk warga Rusia. Syaratnya, menurut Marzouk, gencatan senjata total harus terlebih dulu terwujud.

Marzouk mengatakan, daftar sandera dapat dikumpulkan hanya setelah gencatan senjata. Namun, masih belum ada kesepakatan mengenai gencatan senjata di Jalur Gaza, dan Hamas kehilangan kepercayaan pada otoritas Israel.

Baca Juga

Penyelesaian Konflik Israel-Palestina

Rusia berpendapat bahwa upaya penyelesaian konflik Israel-Palestina tidak akan membuahkan hasil jika hukum internasional tidak dihargai. Dalam konferensi pers pada Rabu (28/2),  juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan bahwa perdamaian berkelanjutan tidak bisa tercapai jika penyelesaian konflik dilakukan berdasarkan rencana Israel baru-baru ini.

Rusia memang belum melihat keseluruhan rencana itu. Meski begitu, Rusia meyakini bahwa berdasarkan data-data yang ada, rencana tersebut bertentangan dengan dasar-dasar hukum internasional terkait penyelesaian konflik Israel-Palestina.

"Sejarah membuktikan bahwa inisiatif penyelesaian masalah di Timur Tengah pasti akan gagal jika tidak sesuai dengan keputusan Dewan Keamanan PBB (DK PBB) yang memerintahkan agar negara Palestina didirikan sesuai perbatasan yang ditetapkan pada 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya," katanya,

 
Berita Terpopuler