Awal Mula Penganiayaan Santri di Kediri. Pengacara Klaim dari Nasihat Shalat Berjamaah

Pengacara pelaku sebut penganiayaan berawal dari korban tak manut saat dinasihati.

Antara/Jafkhairi
Garis Polisi (ilustrasi)
Rep: Dadang Kurnia Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Rini Puspitasari, pengacara dari empat tersangka mengungkapkan motif penganiayaan di Pondok Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al Hanifiyyah, Desa Kranding, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri  yang mengakibatkan BBM (14) meninggal dunia. Rini menjelaskan, pelaku penganiayaan adalah sepupu dan tiga senior korban. Keempatnya jengkel lantaran korban sulit dinasehati untuk shalat berjamaah.

Baca Juga

"Keterangan anak-anak (empat tersangka) mengakui memukul dan tidak niat biar korban sampai gimana (meninggal). Itu benar-benar emosi sesaat, karena korban diomongin tidak manut (nurut)" kata Rini, Rabu (28/2/2024).
 
Rini menjelaskan, berdasarkan keterangan para tersangka, perkelahian dimulai saat para tersangka mengetahui korban tidak shalat, tepatnya pada Rabu (21/2/2024). Awalnya, kata Rini, yang mengetahui korban tidak shalat adalah AK yang merupakan seniornya, dan AF yang merupakan sepupunya.
 
"Korban itu baru sembuh dari sakit. Kemudian beberapa hari tidak sekolah dan tidak shalat jamaah. Mereka ini kan satu kamar. Ditanyai, kamu kenapa tidak shalat? Korban jawabnya itu tidak nyambung," ujar Rini
 
Setelah itu, lanjut Rini, para pelaku menasehati korban. Mereka memerintahkan supaya korban ikut shalat berjamaah. Tidak puas dengan jawaban korban, tersangka kemudian memukul dan menampar korban. 
 
"Kamu shalato (harus shalat). Waktu diomongi itu, cuma iyo-iyo (iya-iya). Mungkin karena jawabannya itu, sempat emosi. Kemudian dipukul dengan tangan kosong dan ditampar," ucap Rini.
 
 

Keesokan harinya, lanjut Rini, pada Kamis (21/2/2024) para pelaku kembali mendapat informasi bahwa korban kembali tidak shalat berjamaah. Para pelaku kembali menyuruh korban untuk shalat, dan mandi terlebih dahulu. Korban langsung bergegas ke kamar mandi.
 
"Keluar dari kamar mandi korban itu telanjang. Kemudian oleh salah satu pelaku dirangkul dan dibawa ke kamar. Kemudian diomongi lagi dan korban jawabannya iya-iya gitu tok (saja), tapi tidak dilaksanakan. Terus sempat melotot, akhirnya dipukul lagi," kata Rini.
 
Malamnya, pelaku sempat mengobati luka-luka korban akibat pemukulan. Mereka juga sempat berniat untuk membawa korban ke rumah sakit, namun tidak dilaksanakan. Kemudian pada Jumat (22/2/2024) pukul 03.00 WIB pagi, tersangka AF dibangunin tersangka lainnya. 
 
"Diomongi kok korban tambah pucat. Lalu dibawa ke rumah sakit. Terus di rumah sakit ternyata kan meninggal," kata Rini.
 
Kemudian jenazah korban dibawa ke pondok, lalu dimandikan dan dikafani. Selanjutnya dibawa ke rumahnya di Kabupaten Banyuwangi pada hari yang sama, tepatnya setelah Shalat Jumat.
 
Saat di Banyuwangi, lanjut Rini, tersangka AF sempat ditanya ibu korban terkait penyebab kematian korban. Tersangka AF mengakui telah memukuli sepupunya itu tanpa berbohong seolah korban terpeleset di kamar mandi, seperti keterangan yang disampaikan Fatihunada alias Gus Fatih, yang merupakan pengasuh Ponpes.
 
"Saat saya dampingi dia bilang apa-adanya. Tidak bilang korban terpeleset. Saya tidak tahu kalau dia beralibi terpeleset. Tapi pada saat bersama saya di BAP itu, dia mengakui memukul," ujar Rini.
 
Rini menyebut, para pelaku menyesal sudah menganiaya korban dan merasa kebingungan. Bahkan, salah satu pelaku AK merasa syok, karena dia orang pertama yang melayangkan pukulan terhadap korban. Para tersangka, kata Rini, tidak menduga korban sampai meninggal dunia.
 
Seperti diberitakan sebelumnya, korban BBM meninggal dunia pada Kamis (22/2/2024) akibat dianiaya empat seniornya. Keempat seniornya yang telah ditetapkan tersangka adalah MN (18) warga Sidoarjo, MA (18) asal Nganjuk, AF (16) asal Denpasar, Bali, dan AK (17) asal Surabaya.

 

 
Berita Terpopuler