Puskapdik Minta Pemangku Kepentingan Serius Sikapi Kekerasan di Pesantren

Kasus kekerasan dan perundungan kembali mencuat di pesantren

Antara/Arief Priyono
Ilustrasi pesantren. Kasus kekerasan dan perundungan kembali mencuat di pesantren
Rep: Mabruroh Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pusat Kajian Kebijakan Pendidikan (Puskapdik) meminta agar kekerasan dan perundungan di lingkungan pondok pesantren yang belakangan muncul harus disikapi serius oleh seluruh pemangku kepentingan (stakeholder). 

Baca Juga

Termasuk harus segara dilakukan langkah-langkah pencegahannya melalui instrumen edukasi di lingkungan pondok pesantren. 

"Kekerasan dan perundungan di lingkungan pesantren harus mendapat perhatian serius oleh pemangku kepentingan, termasuk peran pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) harus pro aktif melakukan pencegahan kekerasan di lingkungan pesantren,” kata Direktur Eksekutif Pusat Kajian Kebijakan Pendidikan (Puskapdik) Satibi Satori, dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (28/2/2024).

Menurut dia, tiga langkah pararel harus segera dilakukan untuk mencegah kejadian serupa terulang di pesantren. Pertama penegakan hukum kepada pelaku secara adil dan transparan. 

Kedua, pemerintah melalui Kementerian Agama segera menerbitkan regulasi pencegahan kekerasan di lingkungan pesantren. Ketiga, pemerintah juga harus pro aktif mendata pesantren di Indonesia.

Sebelumnya, Kementerian Agama telah menerbitkan Peraturan Menteri Agama Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. 

Saat ini, kata Satibi, Kementerian Agama sebaiknya melengkapi regulasi untuk memastikan pencegahan kekerasan di satuan pendidikan pada Kementerian Agama. “Regulasi pencegahan kekerasan di satuan pendidikan pada Kementerian Agama, di antaranya pondok pesantren relevan untuk diterbitkan,” saran Satibi.  

Kendati demikian, Satibi menyebutkan langkah preventif tetap menjadi langkah utama agar peristiwa serupa tidak terulang kembali di waktu mendatang.

Menurut dia,  pencegahan kekerasan dimulai dari pendataan penyelenggara pesantren. Dari pendataan pesantren, kata Satibi, pemerintah dan masyarakat dapat melakukan langkah kolaboratif dengan penyelenggara pendidikan pesantren termasuk di antaranya pencegahan kekerasan di lingkungan pesantren. 

“Data pesantren memandu pemerintah untuk bekerjasama dengan pesantren sekaligus mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti peristiwa kekerasan ini,” ucap Satibi.

Dalam UU... 

Dalam UU No 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, disebutkan pesantren harus pro aktif mendaftar keberadaan pesantren mereka ke pemerintah. Namun menurut Satibi, ini tidak cukup karena pemerintah juga mestinya bisa pro aktif dengan melakukan edukasi dan pendataan.  

Menurut dia, pesantren lahir dan tumbuh bersama-sama masyarakat. Di sisi lain, pemerintah memiliki perangkat paling bawah seperti RT, RW, Desa, dan Kecamatan. 

“Mestinya, keberadaan pesantren di sebuah wilayah dapat diketahui oleh struktur pemerintah paling bawah. Jadi tidak ada lagi cerita, pesantren belum terdaftar di Kementerian Agama. Pemerintah harus aktif melakukan edukasi dan pendataan,” tegas Satibi.

Kandidat Doktor Pendidikan di Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta ini menambahkan, peristiwa kekerasan di lingkungan pesantren agar segera dimitigasi oleh pelbagai pihak untuk memastikan tidak ada kekerasan di lingkungan pesantren. 

“Kerjasama pengasuh, pembina, santri dan wali santri sangat penting untuk mencegah kekekerasan di lingkungan pesantren, ini kunci. Kekerasan yang terjadi di pesantren tidak lantas melakukan generalisasi kepada seluruh pesantren,” ingat Satibi. 

Baca juga: Alquran Sebut Langit Tercipta Hingga 7 Lapisan, Begini Penjelasan Ilmiahnya

Pesantren, kata Satibi, pada dasarnya tidak sekadar mengajarkan khazanah keislaman semata, namun juga memberi pelajaran kehidupan yang baik bagi santri. 

Dia menyebutkan  pesantren mengajarkan sikap guyub, solidaritas, kerjasama, tenggang rasa, dan toleran antar santri. “Pesantren memberi pelajaran berharga bagi tumbuh kembang santri,” tegas alumni pesantren di Babakan, Ciwaringin, Cirebon ini.  

 

Sebelumnya seorang santri asal Banyuwangi meninggal dunia karena menjadi korban kekerasan di sebuah pesantren di Kediri, Jawa Timur. Saat ini, Polri tengah melakukan penegakan hukum terhadap pelaku penganiayaan tersebut yang menyebabkan korban meninggal dunia. Polisi telah menetapkan empat orang sebagai tersangka kekerasan.

Ciri khas santri yang belajar di pesantren - (Republika)

 
Berita Terpopuler