Ibu Kerap Bingung, Perlu Strategi Khusus dalam Pemberian MPASI untuk Bayi

Sebagian ibu hanya memberikan pisang sebagai MPASI.

Unsplash
Pisang yang dihaluskan untuk makanan bayi (ilustrasi). Bayi berusia di atas enam bulan memerlukan asupan protein hewani.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bayi Anda sudah berusia enam bulan? Kini waktunya untuk memberikan makanan pendamping air susu ibu (MPASI).

Dalam menyiapkannya, ibu terkadang mengalami kesulitan memenuhi standar kecukupan gizinya. Dokter spesialis anak I Gusti Ayu Nyoman Partiwi mengatakan, strategi khusus diperlukan dalam menyiasati pemberian MPASI.

Baca Juga

Dokter yang akrab disapa dr Tiwi itu mengemukakan ada saja ibu yang memiliki anak bayi berusia 6-23 bulan yang belum memahami secara rinci mengenai pemberian MPASI. Mereka bahkan hanya memberikan pisang sebagai makanan pendamping.

"Padahal, kalau memberikan ASI, paling mereka 100 persen harus mencari di MPASI adalah sumber zat besi, sumber zinc, yang dua-duanya ada di protein hewani. Jadi ini yang kita harus terus sosialisasikan ke masyarakat," katanya dalam diskusi tentang MPASI dalam memperingati Hari Gizi Nasional yang diikuti secara daring di Jakarta, Rabu (24/1/2024).

Selain penggunaan pisang dan buah-buahan lainnya, dr Tiwi mengemukakan banyak ibu yang beranggapan bahwa sumber karbohidrat seperti nasi, bubur, dan buah-buahan adalah sama, asalkan bayi tersebut mendapatkan asupan.

Menurutnya, ketidakpahaman para ibu terkait konsumsi protein hewani sebagai MPASI salah satunya diakibatkan oleh kebingungan dalam memahami takaran-takaran protein tertentu yang dibutuhkan oleh bayi sesuai usianya. Untuk itu, strategi khusus diperlukan agar para ibu memberikan MPASI sesuai dengan rekomendasi yang diberikan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI.

"Tentu saja kalau kita hitung secara kalori itu tidak sama, tetapi mudahnya untuk menaikkan perhatian masyarakat terhadap pentingnya protein hewani mudahnya seperti itu. Di piring itu, bubur atau nasi sama lauknya itu sama rasionya," papar Tiwi.

"Daripada kita jelaskan 30 gram protein hewani untuk (usia) 6 bulan, 50 gram protein hewani untuk 7 bulan, itu mereka agak sulit. Tetapi yang jelas kita juga bisa melakukan asumsi bahwa protein hewani untuk 6 bulan itu kira-kira sebesar satu telapak tangan bayi, misalnya, yang saya makan itu 15 gram. Nanti dua minggu lagi jadi dua telapak tangan bayi," jelasnya.

Adapun terkait penggunaan protein hewani dibandingkan dengan protein nabati, dr Tiwi menjelaskan protein hewani merupakan protein yang dibutuhkan oleh bayi, serta lebih mudah dicerna oleh tubuh bayi dibandingkan dengan protein nabati.

Dokter Tiwi menjelaskan konsumsi protein hewani pada bayi tidak harus berupa daging atau ikan yang harganya belum tentu terjangkau oleh semua kalangan masyarakat. Ia menyebut telur ayam bisa menjadi salah satu sumber protein hewani yang baik bagi bayi.

Senada dengan hal tersebut, Ketua Tim Kerja Standar Kecukupan Gizi dan Mutu Pelayanan Gizi dan Kesehatan Ibu-Anak (KIA), Kemenkes RI, Mahmud Fauzi, mengemukakan telur merupakan salah satu bahan makanan lokal yang dianjurkan oleh pemerintah dalam MPASI. Hal itu sekaligus mematahkan asumsi protein hewani itu mahal.

"Kadang-kadang, orang berpikir protein hewani itu mahal, padahal sebetulnya bisa, minimal (satu butir) telur. Tetapi di daerah-daerah Indonesia bagian tengah dan timur mungkin di sana banyak ikan ya, ikannya tidak harus dijual malah seharusnya dikonsumsi buat anak-anaknya," tutur Fauzi.

Dalam memperingati Hari Gizi Nasional, Kemenkes mengajak seluruh masyarakat Indonesia, terutama para ibu yang memiliki bayi, untuk bisa memberikan MPASI yang berkualitas, beragam, dan kaya protein hewani untuk masa depan generasi penerus bangsa.

 
Berita Terpopuler