TPN Ungkap Kejanggalan Penangkapan Palti Hutabarat

Polisi menyatakan penangkapan Palti Hutabarat atas dua laporan.

Republika/Yogi Ardhi
Ifdhal Kasim
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Gakkum & Advokasi TPN Ganjar-Mahfud, Ifdhal Kasim mengatakan bahwa penangkapan dan pemeriksaan terhadap Palti menurut UU ITE hanya bisa diproses berdasarkan delik aduan.

Dengan demikian, lanjutnya, pihak yang harus melapor terkait video penggalangan dukungan terhadap paslon nomor urut 2 yang disebarkan kembali oleh Palti, seharusnya dilakukan oleh Dandim, Kapolres, Kajari dan Pjs. Bupati Batubara.

"Yang mengadukan haruslah orang-orang atau pihak yang dirugikan atas video yang beredar. Tapi sampai sekarang kami belum mengetahui siapa yang melapor, dan polisi belum menjelaskan soal itu," kata Ifdal dalam keterangan tertulis dari TPN yang diterima Antara di Jakarta, Sabtu.

Dia juga menyampaikan kecurigaan atas proses laporan hingga penangkapan yang dilakukan polisi sesuai yang disampaikan, yakni laporan yang diberikan kepada kepolisian tanggal 16 Januari 2024, dan tanggal 19 sudah dilakukan penangkapan terhadap Palty.

"Dari jangka waktu pelaporan hingga penangkapan, itu menimbulkan tanda tanya. Seharusnya laporan diproses dari pemeriksaan pelapor dulu. Tapi ini waktunya singkat sekali, dari tanggal 16 ke 19 Januari sudah ada penangkapan terhadap yang disangkakan, maka ada tanda yang jelas bahwa ini mengarah ke kriminalisasi," tutur Ifdal.

Pernyataan senada disampaikan Firman Jaya Daeli, Wakil Deputi Hukum TPN. Menurutnya, jika tidak ada pengaduan dari antara para pejabat dan aparat di Kabupaten Batubara, maka dugaan adanya intervensi pihak-pihak lain dalam kasus penangkapan Palty sangat kuat.

Untuk itu, selain pendampingan terhadap Palti, tim hukum TPN Ganjar-Mahfud juga akan mengembalikan ke isu pokok dari kasus ini bahwa ada elemen negara dari sudut pandang video ini yang harus memastikan apakah mereka melapor, dan apakah mereka telah dimintai keterangan atas aduan yang menjerat Palty.

"Kalau tidak ada yang melapor, maka penangkapan Palti untuk menimbulkan ketakutan publik untuk kritis atau bersuara terhadap dugaan-dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024," ungkap Firman.

Dia juga menyatakan TPN mendorong dilakukan uji forensik digital terhadap atas video yang beredar dan ini harus dilakukan oleh tim independen, bukan dari kepolisian.

"Jadi ini yang harus dibongkar, jangan hanya dengan menangkap Palty, tapi sumber atau kebenaran video ini tidak diungkap," ujar Firman.

Dia menyayangkan kepolisian terlibat dan melakukan intervensi dalam kasus ini, apalagi Bawaslu selaku lembaga pengawas pemilu sudah menyatakan tidak ada masalah.

"Maka dengan masalah ini kami dalam posisi mengambil langkah hukum tapi kami ingin dibuka oleh polisi siapa yang melaporkan, atau mengadukan karena kalau tidak ada maka polisi sudah melangkah jauh dan ini membuang-buang tenaga juga waktu saja," kata Firman.

Palti Hutabarat merupakan pemilik akun @paltiwest atau Bang Nalar. Akun yang dulu dikenal sebagai Projo ini kerap mengkritik pasangan Prabowo-Gibran.  

Dua laporan

Kepala Biro Penerangan (Karopenmas) DivHumas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan Dittipidsiber Bareskrim Polri telah menangkap Palti Hutabarat berdasar dua laporan polisi ke Polri, bukan terkait pendukung salah satu capres.

 

 

"Sejauh ini kami melihat dari adanya pelaporan, kami mendalami peristiwa suatu dugaan tindak pidana yang dilakukan," kata Truno di Jakarta, Jumat.

 

Jenderal polisi bintang satu itu menyebut dua laporan polisi yang dilaporkan dalam hal ini, yakni pelapor Amruriandi Siregar yang dilayangkan ke Polda Sumatra Utara.

Laporan kedua dari Muhammad Wildan, yang melapor ke Bareskrim Polri. "Kami sampaikan benar telah dilakukan penangkapan terhadap saudara PH, namun perlu kami jelaskan bahwasanya mendasari serangkaian tindakan ini adanya dua laporan polisi," ujarnya.

Laporan tersebut terkait dengan adanya dugaan peristiwa tindak pidana oleh yang bersangkutan sebagaimana peristiwa tersebut adanya dugaan tindak pidana pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 2024 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Dan juga terkait adanya dugaan tindak pidana UU Nomor 1 Tahun 1946.

Palti diduga melanggar Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) dan atau Pasal 48 ayat (2) juncto Pasal 32 ayat (2) dan atau Pasal 51 ayat (1) juncto Pasal 35 dan atau Pasal 45 ayat (4) juncto Pasal 27 a UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE dan juga UU Nomor 1 Tahun 1946 yaitu pada Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) dan atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946.

Saat ditanya konten apa yang disebar oleh Palti hingga dilaporkan dan ditangkap oleh Bareskrim Polri, Truno enggak menanggapi. "Tentunya kami melihat secara objektif, adanya suatu laporan dugaan tindak pidana oleh dua pelapor dan kemudian tindakan penyidik sesuai koridor undang-undang yang berlaku."

 

 

 

 
Berita Terpopuler