Depresi Setelah Melahirkan Disebut Juga Post Partum Blues, Ini Dia Penyebabnya

Depresi setelah melahirkan dapat berlangsung antara enam sampai delapan minggu.

Freepik
Ibu dan bayinya. Terdapat perbedaan baby blues dan post partum syndrome atau depresi pasca melahirkan.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penurunan hormon setelah melahirkan dapat memengaruhi psikologis ibu. Alhasil, ibu berisiko mengalami depresi yang dinamakan post partum blues.
 
"Rupanya, memang pengaruh adanya penurunan hormon progesteron menyebabkan beberapa wanita akan mengalami post partum blues," ucap dokter spesialis obstetri dan ginekologi Rumah Sakit Universitas Indonesia (RS UI) Cepi Teguh Pramayadi dalam diskusi kesehatan bersama RSUI yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis (15/11/2023).
 
Cepi menjelaskan, setelah melahirkan beberapa hormon yang meningkat selama kehamilan akan menurun cukup drastis, seperti hormon progesteron, estrogen, dan beta Human Chorionic Gonadotropin (HCG). Penurunan hormon-hormon ini dapat memengaruhi suasana hati atau mood swing pada ibu pasca melahirkan hingga menyebabkan depresi.
 
Berdasarkan penelitian, Cepi mengatakan normalnya masa post partum atau kondisi depresi setelah melahirkan dapat berlangsung antara enam sampai delapan minggu. Namun, hal itu bisa berlanjut tergantung dari kondisi psikologis masing-masing individu.
 
"Post partum berlangsung antara enam sampai delapan minggu, jadi bisa selesai sampai masa nifas, normalnya seperti itu apakah berlanjut apa enggak tergantung dari individu tersebut," kata dokter yang sedang melanjutkan pendidikan doktoral di Universitas Indonesia ini.

Baca Juga

Cepi mengatakan, pendampingan dari suami dan keluarga terdekat bisa menjadi dukungan yang dibutuhkan ibu yang baru melahirkan agar proses mengasuh bayi hingga menyusui tidak menjadi sebuah beban. Vitamin selama kehamilan juga sebaiknya tetap dilanjutkan untuk dikonsumsi agar nutrisi selama menyusui tetap terjaga dan membantu imun sang ibu tetap kuat.
 
"Saat melahirkan, kita malah punya PR lebih besar harus begadang jadi harus cukup asupan nutrisi karena akan melakukan ASI eksklusif, sehingga kalau kita masih ada suplemen selama hamil itu masih bisa diteruskan agar imunnya tidak turun dan tetap sehat dan bugar," kata Cepi.

Selain hormon progesteron dan estrogen yang turun, homorn beta HCG juga akan turun. hal ini justru menaikkan hormon lainnya, seperti hormon prolaktin yang berguna sebagai "kontrasepsi" pencegah kehamilan dan meningkatkan produksi ASI.
 
Hormon lain yang tinggi setelah melahirkan adalah oksitosin yang berperan dalam pelepasan ari-ari, sehingga dapat mencegah terjadinya pendarahan saat persalinan. Produksi hormon ini akan membantu rahim kembali pada ukuran semula sampai masa nifas selesai, yaitu 40 hari.
 
"Prolaktin yang tinggi akan menekan sel telur yang baru supaya tidak subur, sehingga ASI eksklusif dianggap sebagai kontrasepsi paling murah, tidak perlu biaya karena dengan ASI eksklusif dapat mencegah kehamilan," ujar Cepi.
 
Jika depresi pasca melahirkan sudah cukup mengganggu ibu, Cepi menyarankan untuk segera melakukan terapi atau berkonsultasi dengan tenaga profesional.

 
Berita Terpopuler