Israel Tembak Warganya Sendiri dengan Helikopter Apache Saat Festival Musik pada 7 Oktober

Helikopter Apache Israel terbukti menembaki warga dan kendaraan sipil

EPA-EFE/ALAA BADARNEH
Helikopter Apache Israel terbukti menembaki warga dan kendaraan sipil dalam konser musik pada 7 Oktober 2023
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Helikopter Apache Israel terbukti menembaki warga dan kendaraan sipil dalam konser musik pada 7 Oktober 2023. Penembakan itu berlangsung ketika Hamas melancarkan serangan mengejutkan ke Israel selatan pada hari yang sama.

Akun @Megahtron_Ron di platform media sosial X mengatakan, penembakan oleh helikopter Israel ini menjelaskan mengapa banyak sekali kendaraan yang terbakar dan hancur. Padahal, pejuang Hamas kebanyakan hanya membawa senjata ringan. Namun Israel kembali berdalih bahwa pejuang Hamas bersembunyi di antara warga sipil.

Baca Juga



“Pilot menyadari bahwa ada kesulitan yang luar biasa dalam membedakan antara pos-pos dan permukiman yang diduduki, siapa yang teroris dan mana yang tentara atau warga sipil. Tingkat tembakan terhadap ribuan pejuang pada awalnya sangat besar, dan hanya pada titik tertentu, titik di mana pilot mulai memperlambat serangan dan memilih target dengan hati-hati," ujar artikel YNet News.

Festival Musik Nova berlangsung di dekat Kibbutz Beeri, yang terletak lima kilometer dari tembok pemisah Gaza. Ini adalah salah satu target pertama yang diserang oleh pejuang perlawanan Palestina ketika mereka keluar dari Gaza untuk menyerang pangkalan militer dan permukiman mulai pukul 6:30 pagi.

Selama serangan tersebut, para pejuang Palestina menawan sekitar 240 warga Israel, termasuk tentara, pemukim, dan orang asing. Rekaman drone baru menunjukkan pemandangan udara dari ratusan mobil yang terbakar dan hancur yang diambil dari lokasi festival musik.

Layanan penyelamatan Israel, Zaka mengklaim telah mengeluarkan 260 jenazah dari lokasi festival. Israel mengklaim mereka dibantai oleh pejuang Hamas dan warga sipil Palestina yang membanjiri pagar perbatasan Gaza yang terbuka beberapa jam setelah serangan Hamas.

Namun, rekaman tersebut tampaknya mengkonfirmasi laporan sebelumnya di media Israel bahwa pilot Israel yang menerbangkan helikopter Apache merespons serangan Hamas dengan melepaskan tembakan ke arah pejuang dan warga Israel. Laporan tanggal 15 Oktober di Yedioth Ahronoth menjelaskan bahwa helikopter pertama tiba di Jalur Gaza sekitar satu jam setelah pertempuran dimulai. Surat kabar berbahasa Ibrani ini melaporkan, misi helikopter tempur dan drone bersenjata Zik adalah untuk menghentikan aliran pejuang Hamas yang masuk ke wilayah Israel melalui celah di pagar perbatasan Gaza.

Hal ini diperumit oleh kesulitan yang dialami pilot dalam membedakan antara pejuang Hamas, warga Palestina yang mengenakan pakaian sipil, dan warga Israel. "Sekitar pukul 09.00 beberapa dari mereka (pilot Apache) mulai menyerang, tanpa izin dari atasan," ujar laporan Yedioth Ahronoth.

Meskipun terjadi kekacauan, 28 helikopter tempur Israel menembakkan semua amunisi yang mereka pegang, termasuk ratusan peluru meriam 30 mm dan rudal Hellfire, pada siang hari. Setelah mendaratkan Apache untuk mengisi ulang amunisi sekitar pukul 10:00 pagi, komandan skuadron 190 menginstruksikan pilot lainnya untuk menembak apa pun yang mereka lihat di area pagar yang memisahkan Israel dan Gaza.

Komandan yang sama pernah menyerang sebuah pos militer Israel dengan tentara yang terkepung di dalamnya untuk membantu tentara Israel merebutnya kembali dari Hamas, dan melepaskan tembakan di dekat rumah-rumah di sebuah kibbutz untuk mendukung seorang perwira dari divisi Sinai yang telah terjun payung untuk memerangi militan Hamas. Menurut angkatan udara, dalam empat jam pertama sejak dimulainya pertempuran, helikopter dan jet tempur menyerang sekitar 300 sasaran, sebagian besar berada di wilayah Israel.

Tanggapan Israel terhadap serangan Hamas dan masalah tawanan disinggung dalam komentar pada  7 Oktober dari juru bicara militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari. Dia menggambarkan bagaimana tentara Israel menghadapi situasi penyanderaan dengan menggunakan serangan udara dan pasukan darat.Hagari mengatakan militer bertempur di 22 lokasi.

“Ada pasukan khusus di sana dengan komandan senior, dan baku tembak langsung terjadi di sana.  Angkatan udara Israel telah melakukan serangan di beberapa lokasi, tujuan utamanya adalah menghilangkan semua orang yang menyusup ke Israel dan mencoba kembali ke Jalur Gaza," kata Hagari.

Warga sipil Israel dibunuh oleh pasukan keamanan mereka sendiri...

 

Menanggapi situasi penyanderaan dengan daya tembak yang sangat besar berarti keselamatan para sandera bukan menjadi prioritas. The Guardian melaporkan bahwa Menteri Keuangan dan pemimpin pemukim Israel yang berpengaruh, Bezalel Smotrich, mendesak tentara Israel untuk menyerang Hamas secara brutal dan tidak mempertimbangkan masalah para tawanan secara signifikan. Pernyataan ini dilontarkan Smotrich dalam rapat kabinet pada 7 Oktober ketika serangan Hamas masih berlangsung.

Yasmin Porat, seorang penyintas di kibbutz Be’eri dekat Gaza, dalam sebuah wawancara radio di stasiun televisi pemerintah Israel, Kan mengatakan, warga sipil Israel juga dibunuh oleh pasukan keamanan mereka. “Mereka melenyapkan semua orang, termasuk para sandera. Terjadi baku tembak yang sangat, sangat hebat," ujar ibu tiga anak itu.

Surat kabar liberal Israel, Haarets pada 13 Oktober menggambarkan bagaimana seorang komandan Israel, Brigadir Jenderal Avi Rosenfeld dari divisi Gaza, membuat pilihan sulit dengan melakukan serangan udara di pangkalannya sendiri ketika pejuang Hamas menyerbunya, menangkap dan membunuh banyak tentara di dalamnya.

Di barikade di ruang perang bawah tanah, Rosenfeld dengan putus asa menyelamatkan dan mengatur sektor yang diserang. Banyak tentara, kebanyakan bukan personel tempur, tewas atau terluka. Divisi tersebut terpaksa meminta serangan udara terhadap pangkalan itu sendiri untuk memukul mundur Hamas .”

Contoh serupa terjadi di Sderot, sebuah kota berpenduduk 30.000 jiwa yang terletak 12 kilometer dari perbatasan Gaza, selama serangan Hamas pada 7 Oktober. Jurnalis Stephanie Freid dari CGTN Cina mengunjungi Sderot seminggu kemudian. Dia melaporkan bahwa Sderot adalah kota yang diambil alih oleh pejuang Hamas. Banyak orang terbunuh, dan terjadi baku tembak. Kantor polisi setempat rusak akibat baku tembak. Sedikitnya 20 orang terbunuh, termasuk tahanan yang ditahan di kantor polisi tersebut.

”Para pejuang Hamas dan tawanan polisi mereka tampaknya tewas ketika pasukan Israel melepaskan tembakan ke stasiun tersebut dengan sebuah tank," ujar laporan CGTN.

 
Berita Terpopuler