Gambaran Kehidupan Rakyat Palestina dari Byzantium Hingga Zionis Israel (Bagian 2-Habis)

Inggris memberi janji sebuah negara di Palestina pada gerakan zionisme saat itu.

AP/Majdi Mohammed
Warga Palestina melemparkan batu ke arah pasukan Israel selama bentrokan setelah rapat umum yang menandai peringatan ke-74 tahun dari apa yang orang Palestina sebut sebagai Nakba, atau malapetaka mengacu pada pencabutan mereka dalam perang atas penciptaan Israel tahun 1948, di kota Ramallah, Tepi Barat, Ahad, 15 Mei 2022.
Rep: Imas Damayanti Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Musthafa Abdurrahman dalam buku Jejak-Jejak Juang Palestina menggambarkan akar konflik ini bermula. Dia menjelaskan pada kongres berikutnya tahun 1906, gerakan zionis baru merekomendasikan secara tegas untuk mendirikan sebuah negara bagi rakyat Yahudi di tanah Palestina.

Situasi politik di benua Eropa dengan pecahnya Perang Dunia I (1914-1918), memberi awal peluang bagi gerakan zionisme itu untuk menggapai cita-citanya tersebut. Inggris yang terlibat dalam Perang Dunia I melawan Jerman, ternyata bermain mata dengan gerakan zionis pimpinan Herzl dan bangsa-bangsa Arab yang berada di bawah otoritas Dinasti Ottoman (Usmaniyah).

Inggris di satu pihak mendorong bangkitnya nasionalisme Arab untuk melawan kekuasaan Dinasti Ottoman yang memihak Jerman saat itu. Di pihak lain, Inggris memberi janji pula sebuah negara di Palestina pada gerakan zionisme saat itu, hingga terjadi semacam konsiparasi internasional yang membentangkan jalan bagi berdirinya negara Yahudi di tanah Palestina.

Kemudian terjadilah dua peristiwa sejarah penting yang menjadi fondasi berdirinya negara Yahudi di tanah Palestina. Kedua peristiwa inilah yang menjadi petaka bagi rakyat Palestina.

Baca Juga

1. Perjanjian Sykes-Picot tahun 1916

Perjanjian ini dilakukan antara Inggris dengan Prancis, yang mana mereka membagi peninggalan Dinasti Ottoman di wilayah Arab. Pada perjanjian tersebut ditegaskan, Prancis mendapat wilayah jajahan Suriah dan Lebanon, sedangkan Inggris memperoleh wilayah jajahan Irak dan Yordania. Sementara Palestina dijadikan status wilayah internasional.

2. Deklarasi Balfour tahun 1917

Deklarasi ini menjanjikan sebuah negara Yahudi di tanah Palestina pada gerakan zionisme. Di bawah payung legitimasi Perjanjian Sykes-Picot dan Deklarasi Balfour tersebut, warga Yahudi di Eropa mulai melakukan migrasi ke tanah Palestina pada 1918.

Pada selanjutnya, awal 1930-an, gerakan zionis di tanah Palestina berhasil mendapatkan persetujuan Pemerintah Protektorat Inggris untuk memasukkan imigran Yahudi ke tanah Palestina secara besar-besaran. Reaksi rakyat Palestina saat itu cukup keras. Pada 1936, mereka mengadakan mogok total.

Carut-marut konflik Palestina...

Tak berhenti sampai di situ, carut-marut konflik di Tanah Palestina mulai membuat PBB campur tangan. PBB membentuk komite khusus untuk mencari penyelesaian masalah Palestina.

Berdasarkan hasil pengumpulan data dan studi di lapangan, komite ini mengajukan dua usulan. Pertama, membagi dua tanah Palestina untuk Yahudi dan Arab.

Namun, dengan adanya kesatuan sistem ekonomi. Kedua, membentuk negara federal antara Yahudi dengan Arab.

PBB dengan desakan Amerika Serikat menolak dua usulan dari komite tersebut. Kemudian, PBB melempar masalah Palestina ke forum sidang Majelis Umum PBB pada 1947.

Hasilnya, keluarlah resolusi PBB nomor 181 yang menegaskan membagi dua tanah Palestina untuk Yahudi dan Arab. Serta, memberi jangka waktu kekuasaan pemerintah protektorat Inggris di tanah Palestina hingga Agustus 1948.

Perjalanan demi perjalanan Palestina dalam sejarahnya ke depan seusai peristiwa itu kian pelik. Bahkan hingga kini, meski dunia sudah melihat dengan telanjang mata penjajahan terjadi di Palestina, namun rakyat Palestina belum menemukan kedamaian dan kemerdekaan secara hakiki atas Tanah Air mereka.

 
Berita Terpopuler