Eks Komisioner Setuju Usulan Presiden Nonaktifkan Pimpinan KPK Diduga Terlibat Pemerasan

Pimpinan KPK yang terjerat kasus ini juga diminta legawa mundur dari jabatannya.

Dok Republika
Beredar viral foto Ketua KPK Firli Bahuri (kiri) bersama Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. (ilustrasi)
Rep: Rizky Suryarandika, Dessy Suciati Saputri Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang sepakat agar pimpinan KPK yang diduga terlibat kasus pemerasan dinonaktifkan. Tujuannya guna menjaga marwah lembaga anti rasuah. 

Baca Juga

Langkah ini menyangkut penyelidikan dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK pada penanganan kasus korupsi yang menjerat eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Apalagi, baru-baru ini viral foto Ketua KPK Firli Bahuri bertemu dengan SYL. 

Bahkan Pasal 32 ayat (1) butir (c) UU KPK  mengatur mengenai pemberhentian secara tetap Pimpinan KPK yang menjadi “terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan”.

"Memang itu pasti ya kalau dalam bahasa pasal 32 itu pimpinan KPK berhenti atau diberhentikan karena melakukan perbuatan tercela, lalu poin D menjadi terdakwa tindak pidana kejahatan," kata Saut kepada Republika, Senin (9/10/2023). 

Saut mendorong pimpinan KPK yang terjerat kasus ini agar legawa mundur dari jabatannya. Tujuannya agar fokus menjalani penyelidikan sekaligus mencegah turunnya wibawa KPK. 

"Artinya supaya terang dan lancar kasus ini, dia harus berhenti," ujar Saut. 

Saut mengingatkan filosofi berdirinya KPK dengan mempercayai sejumlah prinsip. Bila pimpinan KPK diduga terjerat kasus pemerasan maka berpeluang besar melanggar prinsip-prinsip tersebut. 

"Landasan filosofis KPK itu kan nilainya integritas, sinergi, kemimpinan, profesionalisme dan keadilan. Coba lihat itu dilanggar semuanya oleh perilakunya," ujar Saut. 

Saut menegaskan prinsip-prinsip itu sudah diatur dalam Peraturan Dewan Pengawas KPK (Perdewas). Namun Saut meragukan implementasinya di lapangan. 

"Dalam Perdewas jelas itu tapi nggak jalan," ucap Saut. 

Kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK tengah didalami oleh Polda Metro Jaya. Baru-baru ini beredar viral pula foto Firli bertemu dengan SYL.  

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengungkap sudah menerima informasi mengenai status hukum SYL yang sudah ditetapkan menjadi tersangka. Kendati demikian, ia menyerahkan kepada KPK kapan akan menyatakan secara resmi status tersangka  SYL. Hanya saja, KPK tak kunjung membuat perkara ini terang benderang dengan menetapkan status SYL. 

Diketahui, KPK menggeledah kantor Kementerian Pertanian dan rumah dinas Mentan. Dari penggeledahan yang dilakukan di kantor Kementan, tim penyidik menemukan dokumen dan bukti elektronik terkait dugaan rasuah di instansi tersebut.

Sedangkan dari hasil penggeledahan di rumah dinas Mentan di Komplek Widya Chandra, Jakarta pada Kamis (28/9/2023) hingga Jumat (29/9/2023), ditemukan uang tunai sekitar Rp 30 miliar yang terdiri atas pecahan rupiah, dolar AS, dan dolar Singapura. KPK juga menemukan sejumlah senjata api di rumah dinas Mentan.

Ketua KPK Firli Bahuri sudah membantah dirinya dan jajaran pimpinan lainnya melakukan pemerasan kepada pihak Kementan. Firli juga menegaskan tindakan pemerasan tidak pernah dilakukan oleh pimpinan KPK, termasuk dirinya.

"Begitu banyak perkara korupsi yang sedang diselesaikan KPK. Sangat mungkin saat ini para koruptor bersatu melakukan serangan, apa yang kita kenal dengan istilah when the corruptors strike back, namun kami pasti akan ungkap semua," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi mengaku masih mencari informasi detail soal dugaan pemerasan oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penanganan kasus korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan). Menurutnya, saat ini dugaan adanya pemerasan tersebut masih simpang siur.

“Saya belum tahu permasalahannya secara detail. Saya belum mendapatkan informasi secara detail. Karena masalahnya masih simpang siur seperti ini,” kata Jokowi di Rapimnas Solidaritas Ulama Muda Jokowi (Samawi) di Istora Senayan, Jakarta, Sabtu (7/10/2023).

Jokowi pun menegaskan akan menunggu informasi detail terkait kasus ini dari pihak yang berwenang, baik dari KPK maupun kejaksaan. “Jadi saya menunggu informasi yang detail mengenai peristiwa ini dan itu sebetulnya itu menjadi kewenangan baik di kepolisian ya kepolisian, baik yang di KPK ya KPK, baik yang kejaksaan ya kejaksaan,” jelas dia.

Karena itu, Jokowi tak ingin memberikan komentar lebih jauh terkait kasus ini. Begitu juga soal desakan agar ia menonaktifkan pimpinan KPK yang diduga melakukan pemerasan dalam penanganan kasus korupsi di Kementan. Jokowi tak ingin disebut melakukan intervensi dalam penanganan kasus ini.

“Dan saya kalau komentar nanti saya ada yang bilang mengintervensi. Jadi saya ini masih mencari informasi-informasi sebetulnya kasus ini seperti apa?” ujar dia.

Kontroversi Firli Bahuri - (Infografis Republika)

 
Berita Terpopuler