PPP Bela Menag Yaqut Soal Imbauan Jangan Pilih Pemimpin Pernah Pecah Belah Umat

"Supaya pemilih tidak mudah tertipu," ujar Ending.

Republika/Prayogi
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Rep: Wahyu Suryana Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komentar Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, soal imbauan jangan pilih calon pemimpin yang pernah pecah belah umat menjadi polemik dan memicu pro-kontra. Namun, Sekretaris Mahkamah Partai PPP, Ending Syarifuddin, justru membela komentar Menag tersebut.

Baca Juga

Ia merasa, reaksi dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) atas komentar Menag Yaqut malah memanaskan ruang publik. Padahal, Ending berpendapat, secara konten apa yang disampaikan Yaqut tentang pemimpin tersebut sebenarnya sudah sangat jelas dan baik.

"Pertama, pendidikan politik untuk menjadi pemilih yang cerdas," kata Ending, Rabu (4/10/2023).

Ia merasa, komentar Menag merupakan ajakan kepada masyarakat agar tidak memilih pemimpin karena pesona fisik semata dan janji-janji manis saat kampanye. Ending menekankan, memilih pemimpin harus dengan cerdas.

Antara lain dengan menelisik rekam jejak calon pemimpin itu sebelum diputuskan untuk dipilih. Menurut Ending, itu merupakan ajakan yang sebenarnya baik untuk menghadirkan pemilihan umum yang berkualitas.

"Supaya pemilih tidak mudah tertipu," ujar Ending.

Ending menilai, Yaqut sebagai santri memahami betul ada hadits nabi terkait itu. Yang mana, menyatakan sesungguhnya Allah tidak melihat paras dan bentuk badanmu melainkan dari hati dan amal perbuatanmu.

Lalu, ia melihat, ajakan agar memilih pemimpin berdasarkan preferensi karakternya yang jujur, adil, toleran dan demokratis. Jadi, bukan calon pemimpin anti-demokrasi dan mudah menunggangi SARA sebagai kendaraan.

"Serta, menghalalkan segala cara untuk memenangkan kontestasi politik," kata Ending.

 

Apalagi, ia mengingatkan, Yaqut memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan agenda moderasi beragama yang merupakan program prioritas Kemenag berjalan terus. Serta, tidak terhambat virus politisasi agama.

Menag, lanjut Ending, sedang membunyikan pengingat terkait trauma atas kenangan Pilpres 2019 dan Pilkada DKI yang memicu polarisasi keras. Dengan memantik isu-isu SARA sampai politisasi agama sedemikian rupa.

"Itu saya kira konteks yang bisa dipahami dari apa yang disampaikan Gus Menteri. Jadi, kita harus bijaksana dan jangan gampang baper, politik itu kita jalani dengan riang gembira," ujar Ending. 

Sebelumnya, Menag Yaqut Cholil Qoumas mengimbau kepada masyarakat agar tidak memilih pemimpin yang memecah belah umat dan menggunakan agama sebagai alat politik. Yaqut menyampaikan hal tersebut di Garut, Jawa Barat, dalam rangka menghadiri Tablig Akbar Idul Khotmi Nasional Thoriqoh Tijaniyah ke-231 di Pondok Pesantren Az-Zawiyah, Tanjung Anom, Garut, Jawa Barat pada akhir September lalu.

"Harus dicek betul. Pernah nggak calon pemimpin kita, calon presiden kita ini, memecah belah umat. Kalau pernah, jangan dipilih," kata Menag Yaqut dalam keterangan tertulis di Jakarta, Ahad (3/9/2023).

Menag Yaqut juga meminta masyarakat tidak memilih calon pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. "Agama seharusnya dapat melindungi kepentingan seluruh umat, masyarakat. Umat Islam diajarkan agar menebarkan Islam sebagai rahmat, rahmatan lil 'alamin, rahmat untuk semesta alam. Bukan rahmatan lil Islami, tok," kata Menag.

Para bakal capres mulai mengumbar janji politiknya. - (Republika)

 
Berita Terpopuler