Ancang-Ancang LBH Ansor Buat Laporan Dugaan Politisasi Agama Seusai Imbauan Menag Yaqut

LBH Ansor melihat gejala politisasi agama semakin tampak jelang Pemilu 2024.

Dok Istimewa
Dari kiri: Ketua LBH PP GP Ansor, Abdul Qodir, Wakasatkornas Banser Hasan Basri Sagala, Sekjen PP GP Ansor Abdul Rochman, Alfian Tanjung, kuasa hukum Alfian Tanjung, Aziz
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Fauziah Mursid

Baca Juga

Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor pusat Abdul Qodir menyatakan siap melaporkan dugaan politisasi agama pada Pemilu 2024. LBH Ansor melihat gejala politisasi agama semakin nampak.

"Salah satu yang potensial memicu konflik adalah politisasi agama. Sejarah telah mengajarkan bahwa politisasi agama, hanya akan mendatangkan pertikaian umat manusia dan kehancuran peradaban," katanya di Jakarta, Senin (2/10/2023).

Qodir menjelaskan, Pemilu 2024 adalah momentum penting bagi perjalanan bangsa Indonesia. Masa depan demokrasi di Indonesia akan sangat tergantung pada kualitas penyelenggaraan dan hasil pemilu. Mengingat pentingnya keberhasilan pemilu, LBH Ansor memandang perlu untuk mengawal dengan seksama jalannya pesta demokrasi tersebut.

"Masyarakat yang mendapati penggunaan agama sebagai alat politik atau politisasi agama dapat menyampaikan kepada kantor LBH Ansor di 170 titik di seluruh Indonesia, agar kami dapat mendampingi dan mengawal pelaporannya ke pengawas Pemilu," katanya menegaskan.

LBH Ansor berpendapat bahwa pemilu harus dilaksanakan secara luber dan jurdil. Namun demikian, yang tidak kalah pentingnya adalah upaya untuk menjaga kedamaian dalam setiap tahapan pelaksanaan pemilu. Oleh karena itu, maka segala hal yang potensial memicu konflik wajib dihindarkan.

Qodir berharap para kontestan pemilu wajib mematuhi aturan main dan bertanggung jawab dalam memelihara keadaban dan kedamaian hidup bersama. "Seluruh kontestan pemilu, terutama para kandidat capres dan cawapres jangan sekali-kali mempolitisasi agama demi syahwat kekuasaan," pesannya.

Menurut Qodir, LBH Ansor melihat gejala politisasi agama semakin tampak, apalagi ketika sudah ada yang hendak menjadikan rumah ibadah sebagai ruang kampanye politik, padahal aturan mainnya sudah sangat tegas melarang. LBH Ansor, kata Qodir, berdasarkan instruksi Ketua Umum PP GP Ansor, akan turut membantu mengawal pengawasan Pemilu 2024 dengan melaporkan kepada Bawaslu RI dan jajarannya di daerah-daerah.

 

Ancang-ancang pelaporan dugaan politisasi agama oleh LBH Ansor, sejalan dengan imbauan Menteri Agama (Menag) RI Yaqut Cholil Qoumas kepada masyarakat agar tidak memilih pemimpin yang memecah belah umat dan menggunakan agama sebagai alat politik. Yaqut menyampaikan hal tersebut di Garut, Jawa Barat, dalam rangka menghadiri Tablig Akbar Idul Khotmi Nasional Thoriqoh Tijaniyah ke-231 di Pondok Pesantren Az-Zawiyah, Tanjung Anom, Garut, Jawa Barat pada akhir September lalu.

"Harus dicek betul. Pernah nggak calon pemimpin kita, calon presiden kita ini, memecah belah umat. Kalau pernah, jangan dipilih," kata Menag Yaqut dalam keterangan tertulis di Jakarta, Ahad (3/9/2023).

Menag Yaqut juga meminta masyarakat tidak memilih calon pemimpin yang menggunakan agama sebagai alat politik untuk memperoleh kekuasaan. "Agama seharusnya dapat melindungi kepentingan seluruh umat, masyarakat. Umat Islam diajarkan agar menebarkan Islam sebagai rahmat, rahmatan lil 'alamin, rahmat untuk semesta alam. Bukan rahmatan lil Islami, tok," kata Menag.

Karena itu, pemimpin yang ideal, menurutnya, harus mampu menjadi rahmat bagi semua golongan. Menag menyampaikan pentingnya penelusuran rekam jejak saat menentukan calon pemimpin bangsa. Hal ini, kata dia, bertujuan agar bangsa Indonesia memperoleh pemimpin yang amanah dan dapat mengemban tanggung jawab kemajuan negeri ini.

"Kita lihat calon pemimpin kita ini pernah menggunakan agama sebagai alat untuk memenangkan kepentingannya atau tidak. Kalau pernah, jangan dipilih," katanya menegaskan.

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sudah pernah menanggapi imbauan Menag Yaqut itu. Pria yang akrab disapa Cak Imin itu mengungkapkan, bahwa dirinya bersama Anies Baswedan menganut nilai-nilai kebangsaan yang sama.

"Mas Anies pada dasarnya sama persis dengan saya. NKRI harga mati, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, UUD NRI Tahun 1945, itu sudah final. Komitmen saya dengan Mas Anies," ujar Cak Imin di Sekretariat PB PMII, Jakarta, Rabu (6/9/2023).

Karikatur Opini Republika : Musim Tanam Janji - (Republika/Daan Yahya)

 

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, mengatakan, jangan sampai pernyataan dari Menag justru malah memicu perpecahan di antara masyarakat. "Gus Yaqut semestinya tidak membuat pernyataan-pernyataan kontradiktif atau anomali yang bisa memicu pertentangan di masyarakat. Tidak perlu mengeluarkan pernyataan yang justru akan mendapatkan respon yang negatif dari publik," ujar Ujang dalam keterangannya, Selasa (5/9/2023).

Ujang mengatakan, meski sah-sah saja dalam menyampaikan pendapatnya, Gus Yaqut saat ini adalah pejabat publik. Karena itu, alih-alih mengeluarkan pernyataan yang memicu kontroversi, sebaiknya fokus bekerja menjalankan visi misi Presiden.

Sebab, pernyataan tersebut justru berpotensi memicu munculnya politik identitas yang saat ini sudah jauh menurun dibandingkan Pilpres 2019 lalu.

"Para pejabat termasuk para menteri tidak perlu membuat pernyataan tidak perlu. Karena masyarakat sudah paham sudah tahu bahwa politik identitas harus ditinggalkan, politik SARA juga harus dihilangkan, adu domba juga harus dienyahkan, itu publik masyarakat sudah tahu itu," ujarnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini mengingatkan untuk menghormati pilihan politik setiap orang. Hal ini penting untuk menjaga persatuan dan kesatuan di antara perbedaan politik.

"Kita harus hilangkan ego, lalu juga memahami perbedaan, dan kita harus hormati beda pilihan siapa pun di antara anak bangsa. Dan untuk tidak membangun politik yang berdasarkan identitas, SARA, fitnah dan narasi negatif lainnya," ujarnya.

Para bakal capres mulai mengumbar janji politiknya. - (Republika)

 
Berita Terpopuler