Mengapa Nabi Muhammad tidak Diciptakan Pertama Kali?

Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir dalam pandangan Islam.

Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi ribuan orang mengumandangkan shalawat untuk Nabi Muhammad.
Rep: Muhyiddin Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam pandangan Islam, Nabi Muhammad SAW memang tidak diciptakan pertama kali oleh Allah SWT di muka bumi ini. Dia bukan penciptaan pertama dalam arti fisik, tetapi ruh Nabi Muhammad telah diciptakan sejak awal penciptaan alam semesta ini.

Baca Juga

Jadi, jauh sebelum dunia dan seisinya diciptakan, Allah telah lebih dulu menciptakan ruh Nabi Muhammad. Ruh tersebutlah makhluk pertama yang Allah ciptakan. Sebagaimana hadits qusi yang disebut Syekh Abdul Qadir Jailani dalam kitab Sirrul Asrar, Allah berfirman, “Saya menciptakan ruh Muhammad SAW dari Cahaya wajah-Ku.”

Dalam sejarah peradaban Islam, Allah SWT kemudian menciptakan manusia pertama, yaitu Nabi Adam AS. Setelah itu, Allah SWT mengutus nabi-nabi lain, termasuk Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, dan lainnya, sebagai petunjuk bagi umat manusia dalam berbagai zaman dan tempat.

Nabi Muhammad SAW adalah nabi terakhir dalam pandangan Islam, yang diutus sebagai penutup para nabi. Dia diutus untuk membawa ajaran Islam kepada umat manusia dan memimpin mereka ke jalan yang benar.

Lalu, Mengapa Nabi Muhammad tidak diciptakan pertama kali di bumi Ini?

Dalam menjawab pertanyaan tersebut, Wakil Sekretaris Lembaga Dakwah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LD PBNU) KH Nurul Huda atau yang akrab disapa Gus Enha menjelaskan bahwa ruh Nabi Muhammad itu telah diciptakan jauh sebelum dilahirkannya Nabi Adam.

Jadi, menurut dia, sebetulnya spiritual leadership yang ditanamkan dalam konsep kenabian dan kerasulan oleh Tuhan adalah kekuatan spiritual. Karena itu, spiritualitas kenabian itu telah dimulai dengan penciptaan ruhnya Nabi Muhammad.  

“Sehingga kemudian seluruh risalah kenabian sejak Adam sampai dengan Rasulullah itu telah dihinggapi oleh spiritualitas Muhammadiyah,” ujar Gus Enha saat ditemui Republika di sela-sela acara Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama Nahdlatul Ulama (NU) yang digelar di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Selasa (19/9/2023).

 

Lihat halaman berikutnya >>>

 

Gus Enha menuturkan, prosesi risalah kenabian tersebut telah by design semua, mulai dari nabi Adam sampai kepada nabi Muhammad yang bisa mencapai kebersatuan visi tauhid. Menurut dia, penegasan konsep risalah ini pun telah disampaikan melalui ayat berikut, di mana Allah SWT berfirman, 

اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ

Artinya: “… Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu …” (QS Al Maidah ayat 3). 

“Jadi, kalau orang bertanya kenapa Nabi Muhammad tidak diawal? By design secara spiritual Nabi Muhammad justru memulai secara ruhiyah peletakan dasar-dasar konsep risalah secara umum,” ucap Gus Enha. 

Dalam mendesain semua itu, menurut dia, Allah SWT tentu memiliki maksud untuk menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai manusia sempurna atau Insanul Kamil. “Dari mana kita mengatahuinya? Ini juga yang menjadi jawaban Nabi Adam ketika dalam pertaubatannya itu menyebut nama Nabi Muhammad,” kata Gus Enha. 

Saat itu Allah kemudian bertanya kepada Nabi Adam dari mana ia mengetahui bahwa Muhammad adalah orang yang mempunyai nilai kemuliaan di sisi-Nya. Lalu, menurut Gus Enha, Nabi Nabi Adam menjawab 

“Karena di pintu surga aku (Nabi Adam) melihat ada nama yang bersanding dengan nama-Mu, dan aku yakini nama yang bersanding itu adalah sosok yang memiliki kemuliaan di sisi-Mu, dialah Muhammad SAW.”

“Jadi, dalam perspektif spiritual itu, keberadaan Nabi Muhammad telah mengawali seluruh proses risalah ini,” jelas Gus Enha.

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa nilai ruhiyah lebih utama dibandingkan nilai materi atau nilai insaniyah. Menurut Gus Enha, nilai ruhiyah Nabi Muhammad itulah yang kemudian memancar pada program-program dakwah mulai dari Nabi Adam sampai kepada fase kesempurnaan.

“Nah, fase stabilitasnya itu dari pertumbuhan alam tadi adalah pada fase ketika nabi Muhammad kemudian dilahirkan,” ujar pengasuh Pesantren Motivasi Indonesia (PMI) ini.

 

Dalam penciptaan manusia sendiri terjadi perdebatan. Menurut Gus Enha, ada perdabatan di kalangan ahli tafsir, di mana ada yang menyebut Banul Jan sebagai sekelompok makhluk yang diciptakan oleh Tuhan sebelum Nabi Adam diciptakan.

“Nah ini kan kalau dalam bahasa sosiologi itu ada proses dinamika peradaban. Tapi, karena tidak siap kelompok Banul Jan untuk mengelola bumi yang penuh dengan dinamika ini, maka diturunkanlah kemudian Adam sebagai khalifah,” ucap Gus Enha.

Setelah diciptakannya Nabi Adam, barulah kemudian terjadi proses peradaban manusia hingga sampai kepada Nabi Muhammad. Setelah Nabi Muhamma diutus, kata dia, maka kehidupan manusia dan perkembangan alam di dunia ini pun berjalan dengan stabil sampai era modern sekarang ini.

“Semua itu terjadi ketika Nabi Muhammad diciptakan. Karena Nabi Muhammad membangun fondasinya, termasuk fondasi nation state. Nation state pertama itu adalah Madinah sebagai bentuk peradaban maju yang kemudian menghasilkan konsepsi yang diduplikasi oleh negara-negara setelah itu,” kata Gus Enha.

“Jadi, saya melihat by design Tuhan merancang itu sedemikian rupa dengan indah. Sehingga setelah kenabian Muhamamd itu disebut sempurna,” jelas dia.

 
Berita Terpopuler