Jawaban Jansen untuk Yenny Wahid: Cawapres Anies Bukan Bagian dari Rezim

Politikus Demokrat Jansen Sitindaon menilai Prabowo sekarang juga bagian dari rezim.

Republika/Alfian
Yenny Wahid
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polemik nama calon wakil presiden dari Anies Baswedan terus bergulir. Politikus Partai Demokrat Jasen Sitindaon megaskan menolak nama putri Gus Dur Yenny Wahid karena bukan mewakili perubahan. 

Baca Juga

Yenny dinilai bagian dari status quo dari pemerintah sekarang sehingga tak pantas untuk berdampingan dengan Anies. 

Yenny lantai membalas kicauan tersebut. Ia menegaskan  tak pernah menyodorkan diri menjadi cawapres Anies.

"Saya cuma merespons lamaran yang datang. Justru saya mendukung mas AHY jadi cawapres Mas Anies..  Kalau situ belum apa2 udah menolak saya, pas bossmu butuh dukungan, saya emoh lho.. 😅😅," kicau Yenny, kemarin.

Namun Jasen Sitindaon yang mengaku eks pendukung Prabowo Subianto tak berhenti di sana. "Hehe. Ampunn mbakk 😀," kata Jansen membuka kicauan, Jumat. 

Menurutnya, kalau soal dukung mendukung siapa — karena perbedatan ini terkait politik dan pemilu besok — kembali pada sikap, keyakinan dan pilihan mbak Yenny. 

Ia pun menegaskan kembali sepanjang koalisi ini namanya masih menyandang “perubahan” sesuai nama di piagam yang telah ditandatangani 3 partai — dan ini sejalan dengan hasil Rapimnas Partai Demokrat tahun 2022, maka idealnya kandidat cawapres Anies bukan bagian rezim.

 

"Biar kontras sekalian. Itulah sikap saya. Krn bagi saya itulah gunanya pemilu dan diharapkan terjadi di pemilu. Ada perbedaan jelas antar kandidat. Jika tidak, nama “perubahan” ini diubah saja. Krn nama/“merek” itu vital, jadi panduan bagi pemilih, jadi pembeda dalam kebijakan yg akan diambil kedepan," katanya. 

Menurut Jansen, karena ini soal sikap, keyakinan dan pilihan politik dan bukan argumen soal opini atau kebijakan, sebenarnya tidak perlu ada yang diperbedatkan. "Saya juga sepenuhnya menghargai sikap yg jenengan ambil mbak, termasuk soal akan mendukung atau tidak mendukung siapa," tuturnya. 

Kemudian, soal hal yang lain sudah cukup gamblang dijelaskan di tulisan, maka Jansen menegaskan bahwa ini adalah keyakinan dan sikap politiknya. Sama dengn sikap dan pilihan di pemilu 2019 lalu, ketika mendukung Prabowo dan Sandi habis-habisan. 

Walau kemudian hasilnya kalah dan dampaknya masih dirasakan sampai sekarang — khususnya di kampung, karena mayoritas di suku di kampungnya pendukung berat pak Jokowi, buatnya tidak mengapa. "Itulah politik, pilihan berbeda pasti terjadi dgn segala konsekuensinya."

Sekarang, kata Jansen,  Prabowo yang ia dukung dulu sudah jadi bagian rezim dan pemerintahan. Jika koalisi perubahan ini terus lanjut dan maju sampai pendaftaran (tidak bubar ditengah jalan), maka pilihan politik berikutnya tentu bersebrangan denggn beliau.

 "Termasuk dgn banyak kawan2 saya yg lain yg dulu satu barisan. Namun namanya kawan ya tetap selamanya kawan, walau pilihan politik skrg berbeda dan nanti mungkin kami akan berdebat keras tentang banyak hal dibanyak tempat."

 "Terakhir, sehat terus mbak.  Saya juga mendoakan dan mendukung jenengan semoga bisa ikut berkontestasi di Pilpres ini, khususnya mengisi posisi Cawapres yg masih kosong di beberapa koalisi yg telah terbentuk khususnya di blok lanjutkan." 

 

 

 
Berita Terpopuler