Kiai Cholil Sentil Rocky Gerung yang Hina Presiden Jokowi, Begini Pesannya

Kiai Cholil mengajak masyarakat sampaikan kritik dengan santun

Antara/Reno Esnir
Akademisi Rocky Gerung. Kiai Cholil mengajak masyarakat sampaikan kritik dengan santun
Rep: Muhyiddin, Fergi Nadira Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –  Pengamat politik, Rocky Gerung baru-baru ini dianggap menghina presiden setelah mengeluarkan pernyataan 'bajingan tolol'. 

Baca Juga

Bahkan,   Rokcy digugat atas atas perkataan Rocky yang disampaikan di acara konsolidasi akbar aksi sejuta buruh tersebut. 

Lalu bagaimana di dalam Islam, Bolehkah menghujat pemimpin?  Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis menjelaskan, dalam Alquran sudah diterangkan bahwa tidak oleh mengolok-olok atau menghina. 

"Alquran sudah melarang dalam surat Al Hujarat ayat 11, boleh suatu kaum menghina, merendahkan yang lain, mengolok-olok yang lain. Itu sudah jelas, apalagi mengolok-olok kepada kepala negara," ujar Kiai Cholil saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (4/8/2023).

Jika pun mau mengkririk kepala negara, menurut Kiai Cholil, hendaknya umat Islam menyampaikannya dengan cara yang santun, kemudian menyampaikan nasihat yang baik. 

"Kalau toh mau menyampaikan kritik itu juga dengan santun, bil hikmah tentu ya. Kalau mau ngasih nasihat mauidatul hasanah. Jadi tidak hanya mauidah saja, tapi nasihat yang baik," ucap Kiai Cholil. 

Baca juga: Buntut Hina Jokowi, Rocky Gerung Digugat tak Boleh Jadi Pembicara Seumur Hidup

Alumni Pondok Pesantren Sidogiri ini mengatakan,  intinya kalau mengkritik harus kritik yang membangun, bukan malah mengolok-olok dan menghina.  

"Artinya apa, konstruktif, ada solusi. Jadi, kalau kepada yang biasa saja gak boleh apalagi kepada yang lebih tinggi, baik tinggi umurnya maupun lebih tinggi posisinya," kata Kiai Cholil.  

Lalu apakah boleh mencacinya meski pemimpin tersebut ditengarai berbuat zalim? Kiai Cholil menjawab, "Mencaci tidak boleh, kita ini memperbaiki. Kalau memperbaiki orang yang buruk dengan cara mencaci, maka berarti menambah keburukan. Tidak boleh dengan mencaci maki," jelas Pengasuh Pondok Pesantren Cendikia Amanah Depok ini. 

 

Sementara itu, advokat dan juga dosen, David Tobing menggugat Rocky Gerung buntut pernyataannya yang dinilai menghina Presiden RI pada Rabu (2/8/2023). David mengajukan dengan kode nomor JKT.SEL-02082023DPY di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Gugatan tersebut diajukan atas perkataan Rocky di acara konsolidasi akbar aksi sejuta buruh. Kata 'bajingan tolol' merupakan salah satu alasan David menggugat Rocky.

Menurut David, kata-kata 'bajingan yang tolol' jelas-jelas hinaan terhadap Presiden yang tidak hanya merusak harkat dan martabat Presiden yang saat ini dijabat Joko Widodo (Jokowi), tetapi juga Penggugat dan seluruh bangsa Indonesia. Hal tersebut telah mencederai citra Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang ramah-tamah, menjunjung tinggi nilai budaya, kesopanan, dan kesusilaan.

"Bahwa hinaan merupakan kata yang bermuatan negatif melanggar hukum, kepatutan, kesusilaan, dan ketertiban umum dan tergugat dapat dikualifikasikan melakukan perbuatan melawan hukum terhadap penggugat selaku warga negara Indonesia yang terhina karena hinaan tergugat terhadap Presiden yang dapat ditonton, didengar, dan dipahami oleh penggugat, termasuk Bapak Jokowi serta seluruh Bangsa Indonesia," kata David dalam keterangan pers yang diterima Republika pada Kamis (3/8/2023).

Baca juga: Alquran Bukan Kalam Allah SWT Menurut Panji Gumilang, Ini Bantahan Tegas Prof Quraish

David Tobing menegaskan pernyataan Rocky Gerung merupakan pernyataan yang tidak berdasar dan tidak bertanggung jawab. Di sisi lain, pernyataan tersebut bertentangan dengan kedudukannya sebagai warga Indonesia, akademisi, dan penulis yang dikenal dengan pemikiran-pemikiran kritis. 

Dia merujuk pada saluran Youtube Rocky Gerung Official yang memiliki 1,64 juta subscribers. Dengan jumlah penayangan yang sangat besar di setiap video yang diproduksi dan dipublikasinya, itu berpotensi ditiru oleh warga negara lainnya.

 

"Tergugat sebagai warga negara Indonesia, akademisi, dan penulis sepatutnya/sepantasnya mengemukakan pemikiran dan mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang didasarkan pada fakta, filsafat ilmu, literatur, serta referensi, maupun hasil penelitian para ahli di bidangnya," kata David menjelaskan.

 
Berita Terpopuler