Mantan Komandan NII KW IX: Saatnya Dewasa Sikapi Kegagalan Proyek NII Al Zaytun

Lebih dewasa sikapi Al Zaytun

Republika/Lilis Sri Handayani
Aparat kepolisan ketika berja pintu masuk Mahad Al-Zaytun, Kecamatan Gantar, Kabupaten Indramayu. (ilustrasi).
Red: Muhammad Subarkah

Oleh: Amirul Mukminin, mantan komandan di NII KW 9 

Baca Juga

NII Al-Zaytun merupakan refleksi khusus dunia intelejen. Mega proyek yang ditujukan untuk menjaring kalangan radikal itu, justru jadi blunder yang mencoreng kewibawaan lembaga negara tersebut.

Keamanan dan stabilitas nasional yang diharapkan terobek dengan kegaduhan seorang Panji Gumilang dengan segala tingkah lakunya yang kontroversial. Pembiaran tanpa pembinaan terhadap orang yang direkrut dan adanya motif politik semakin menyudutkan pihak intelejen yang sudah memiliki preseden negatif di tengah masyarakat.

Hal ini diperparah dengan keberadaan "oknum" intelejen yang tak welas-asih kepada rakyat. Dengan berkaca mata kuda, mereka melahirkan produk-produk yang menabrak nilai dan norma agama yang dijunjung tinggi di tengah masyarakat.

Hingga puncaknya meletuslah kekisruhan Pondok Pesantren Al-Zaytun dengan kasus multidimensi yang telah menelan banyak korban dari sisi lahir dan batin mereka. Sedang dalam skala nasional dapat menghilangkan kepercayaan rakyat terhadap penyelenggaraan negara yang berkeadilan.

Kecurigaan terhadap perilaku rakyat yang "menyimpang" tidak seharusnya disikapi dengan berlebihan dan otoriter. Produk NII KW 9 sebagai gerakan bawah tanah dan Al-Zaytun sebagai gerakan di permukaan yang penuh kamuflase merupakan pendekatan keliru yang semestinya tidak perlu terulang di masa yang akan datang.

Hari ini, kita saksikan ketika kesesatan Pondok Pesantren Al-Zaytun sudah sedemikian viral namun tetap ribuan calon santri mendaftar. Hal ini tentu aneh bagi khalayak ramai, namun tidak bagi jamaah yang sudah berbaiat dengan Panji Gumilang dan BIN sebagai pencetus. Dari sini jelaslah bagi kita bahwa NII Al-Zaytun adalah produk gagal yang hanya melahirkan konflik di tengah masyarakat karena rusaknya sendi-sendi keberagamaan dan pada akhirnya menimbulkan gangguan keamanan serta ketertiban nasional.

Baca di halaman berikutnya...

 

AJARAN NII AL-ZAYTUN

Menepuk air di dulang terpercik muka sendiri. Itulah peribahasa yang tepat untuk menggambar kedurhakaan NII Al-Zaytun kepada dunia intelejen.

Lebih durhaka dari Si Malin Kundang. Bukan hanya melawan orang tua yang diajarkan di NII Al-Zaytun, bahkan mereka mengafiri dan mencuri harta orang tua karena menganggap orang tua mereka kafir tersebab belum berbaiat kepada Panji Gumilang yang dinobatkan mereka sebagai khalifah.

NII Al-Zaytun bukan membina kalangan yang berpemikiran radikal yang telah terekrut, justru membinalkan. Memantik kebencian jamaah pengikutnya kepada negara. Merusak ajaran agama dari dasar hingga puncaknya. Bahkan memelihara dan mengaderisasi generasi muda secara kontinyu dan terprogram sebagai militan untuk mengudeta negara di suatu waktu.

Jelas semua ini program yang merusak bukan memperbaiki. Mereka mengajarkan membuat negara di dalam negara. Menjadikan orang beragama layaknya penista agama. Bahkan menjadi musuh agama.

Rakyat adalah kumpulan orang-orang yang wajib dilindungi. Keberadaan pemimpin dan eksistensinya murni dukungan dari rakyat. Bukan saja faktor sosial-ekonomi yang dibutuhkan rakyat, tapi spiritualisme keberagamaan yang kondusif dan sehat wajib dijaga oleh pemerintah. Intelejen memiliki peran yang strategis untuk mewujudkan semua itu.

Baca di halaman berikutnya...

 

PERILAKU MENYIMPANG

Kedewasaan bersikap dan bertindak wajib memenuhi kaidah kemanusiaan yang adil dan beradab. Jangan melahirkan produk-produk radikalisme yang terorganisir dan terkaderisasi.

Cairkan penyimpangan perilaku rakyat dengan berbagai program yang edukatif-preventif yang berkesinambungan. Baik dengan pendekatan kurikulum dari sisi pendidikan, pendekatan sosialisasi keagamaan dengan para tokoh-tokoh agama dan organisasi masyarakat terkait.

Selain itu lakukan pendekatan dengan pengadaan sarana dan prasarana ibadah penunjang, pengiriman para pengajar yang berkompeten ke pelosok-pelosok daerah, pengentasan kemiskinan rakyat dengan menggerakkan ekonomi dari sumber alam setempat di tiap desa, dan lainnya.

Bila dilakukan inilah yang dapat mewujudkan kehidupan sejahtera dengan keberagamaan yang sehat dalam kedaulatan negara Republik Indonesia. Serta buanglah jauh-jauh sikap mendeskritkan kelompok tertentu dengan terapi rehabilitasi yang tepat guna. 

Ke depan kita berharap dunia intelejen terlepas dari belenggu warisan kolonial, senioritas, tekanan pihak tertentu, dan politik adu-domba. Hal ini misalnya adanya kebijakan intelejen yang tidak menelurkan produk-produk kadaluarsa sehingga rakyat teracuni.

Intelejen yang tidak ditunggangi oknum-oknum yang tidak memperhatikan kaidah-kaidah kehidupan beragama dan merusaknya. Intelejen yang menjaga kondusifitas kehidupan beragama yang sehat.

Intelejen yang welas-asih kepada rakyat dalam seluruh program-programnya. Intelejen yang dewasa bersikap dengan melindungi eksistensi negara dan rakyat dengan segala potensinya yang positif. Intelejen yang mampu menghalau awan hitam dengan mentari-pelangi. Intelejen yang memberi kesejukan dan terjaga marwahnya.

Kini saatnya, kita bangun intelejen yang bermartabat.

 

 
Berita Terpopuler