Warga Bukit Duri: Kita Enggak Berani Masuk SMAN 8, Kita Bukan Levelnya, Takut Anak Minder

Warga Bukit Duri mengaku tidak berani memasukkan anaknya sekolah ke SMAN 8 Jakarta.

Situs resmi SMAN 8 Jakarta
SMA Negeri 8 Jakarta
Rep: Eva Rianti Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jalur zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang ditetapkan Kemendikbud sejak 2017 rupanya belum benar-benar menyentuh warga di Kelurahan Bukit Duri, Tebet, Jakarta Selatan. Padahal ada SMAN 8 yang menjadi satu-satunya SMA negeri di kelurahan tersebut dan terkenal sebagai salah satu sekolah favorit tingkat nasional.

Baca Juga

Seorang warga Bukit Duri berinisial A mengatakan, dua anaknya tidak mendaftar ke SMAN 8 dengan memanfaatkan jalur zonasi dalam proses PPDB. Kedua anaknya bersekolah di sekitar Tebet, tak jauh dari tempat tinggalnya.

Satu anaknya bersekolah di SMK negeri di Kelurahan Tebet Baru, sementara satu anaknya lagi memilih bersekolah di Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Negeri di Kelurahan Manggarai. A mengaku itu sekolah-sekolah itu pilihan dari anak-anaknya.

A menuturkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan tidak memanfaatkan jalur zonasi untuk masuk ke SMAN 8. Permasalahannya lebih kepada kentaranya persepsi bahwa sekolah tersebut merupakan 'sekolah anak orang kaya'. Sehingga keluarganya yang notabene berasal dari kalangan menengah ke bawah mengaku tak cukup bernyali.

"Enggak berani karena kita bukan levelnya, karena itu sekolah orang kaya. Karena di sana baik guru maupun pelajarannya lebih menonjol," kata A kepada Republika, Jumat (7/7/2023).

"Memang banyak yang bilang itu favorit dan orang kaya, kita kan bukan orang kaya takutnya anak-anak minder. Jadi kasihan kalau di situ, anak-anak lain misalnya punya tas dan sepatu bagus, pasti beda sudah," lanjut dia.

 

A masih menganggap bahwa sekolah dengan embel-embel favorit masih ada, meski sistem zonasi yang mengutamakan kesetaraan sudah diberlakukan di jenjang SD hingga SMA.

"Kan baru-baru saja disetarakan. Iya disetarakan, tapi tetap saja mengandalkan nilai harus tinggi dan umur (harus sesuai aturan) juga," ujar dia.

Berdasarkan penuturannya, anak-anaknya juga mengaku tidak mampu untuk bisa bersekolah di sekolah sekaliber SMAN 8. Meski sebenarnya lokasi sekolah sangat dekat dengan rumahnya.

"Pas saya tanya 'mau masuk SMAN 8?' dijawab 'enggak ah di situ orang-orang kaya. Maksud kita kan SMAN 8, jalan kaki aja dekat. Tapi anak-anak enggak ada yang mau berani. Kalau kita kan 'wih keren' di sekolah favorit berarti anak-anak kita pintar," ujar dia.

Menurut penuturan A, sebagian besar warga di Bukit Duri merupakan kalangan menengah ke bawah. Mereka bertempat tinggal tak jauh dari kawasan rel KRL dan Kali Ciliwung. Anak-anak usia sekolah menengah atas di sekitarnya, lanjut A, jarang bersekolah di SMAN 8.

Mereka bersekolah di wilayah tetangga, seperti di kawasan Manggarai. Bahkan jika ada yang mampu bersekolah di sekolah tersebut, hal itu dinilai hal yang luar biasa.

 

"Di RW 11, kalau ada satu saja masuk SMA 8 heboh kita 'wih berani dia', 'tembus ya' jadi omongan dan jadi sesuatu yang luar biasa," tutur dia.

 
Berita Terpopuler