Al Chaidar: Ada Aliran Dana Besar dari Al Zaytun yang Dinikmati Pejabat Orba

Menurutnya, sejak awal berdiri, NII KW 9 memiliki misi mengumpulkan dana masyarakat.

Republika/Lilis Sri Handayani
Pimpinan Mahad Al Zaytun Panji Gumilang.
Rep: Andrian Saputra Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat terorisme Al Chaidar menyebut besarnya dana yang terkumpul dari para anggota NII KW 9 yang dipimpin oleh pendiri Ma'had Al Zaytun Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang turut mengalir dan dinikmati oleh sejumlah jenderal dan pejabat era orde baru yang kini masih memiliki pengaruh besar.

Menurutnya, sejak awal berdiri, NII KW 9 sejatinya memiliki misi untuk mengumpulkan sebanyak-banyaknya dana masyarakat.

Baca Juga

"Jadi untuk memperkaya diri sendiri-sendiri saja dan beberapa jenderal pendukung dia. Ya, pejabat-pejabat di orba dulu sampai sekarang. (Apa sekarang masih ada aliran dana ke pejabat-pejabat itu?) Ya, masih ada, yang (dana untuk) Al Zaytun itu, yang sekolah itu hanya sepuluh persen saja dari dana yang terkumpul, 90 persennya kan untuk masuk ke kantong jenderal-jenderal itu," kata Al Chaidar kepada Republika.co.id, Rabu (21/06/2023).

Al Chaidar menjelaskan gerakan NII KW 9 telah muncul sejak 1991 di Banten. Kala itu, ada sebanyak 14 juta orang yang bergabung dengan NII KW 9 dan bersedia mengumpulkan dana.

Al Chaidar menyebut dari 14 juta orang itu terkumpul dana mencapai Rp 800 miliar. Dana itulah yang digunakan untuk membangun Ma'had Al Zaytun sebagai pusat dari pada NII KW 9. Dalam perkembangannya, di bawah pimpinan Panji Gumilang, NII KW 9 memperluas pengaruhnya ke seluruh wilayah.

Al Chaidar mengatakan orang-orang yang masuk ke Al Zaytun dan bergabung dengan NII KW 9 lambat laun akan diperas hartanya. Karena itu para anggotanya berakhir mengalami kerusakan finansial dan kehancuran dalam keluarga.

Untuk menguatkan citranya di mata orang-orang yang bergabung yang kebanyakan masih memiliki keterkaitan dengan keluarga NII, Panji Gumilang pun mendeklarasikan diri sebagai imam negara Islam Indonesia. Hal itu membuat pengikutnya pun semakin bertambah hingga 40 juta orang.

Dana dari anggota NII KW 9 pun terus masuk...

Dana dari anggota NII KW 9 pun terus masuk dan digunakan sebagian untuk pembangunan lembaga pendidikan hingga pelabuhan dan kapal-kapal. Oleh karena itu, menurut Al Chaidar NII KW 9 bukanlah NII yang pernah dipimpin oleh Kartosoewirjo.

Sebab sejatinya memiliki tujuan utama yang jauh berbeda. Misi NII KW 9 sebatas meraup dana masyarakat untuk kepentingan elit NII KW 9 dan sejumlah jenderal dan pejabat yang kini masih memiliki pengaruh besar.

"Jadi al Zaytun itu NII KW 9 yang merupakan NII Palsu. Bukan NII asli. Jadi tidak ada hubungan. Misi utamanya adalah mengumpulkan uang saja, tidak pernah dia mendirikan Negara Islam. Karena itu dia organisasi NII palsu, hanya  untuk mengelabui masyarakat saja, mengelabui jamaah, supaya jamaah itu mengumpulkan dana. Supaya membuat proyek-proyek besar, sekolah, pesantren, sampai Bank CIC yang kemudian bangkrut itu," katanya.

Tentang ajaran atau paham Panji Gumilang yang didoktrinkan di Ma'had Al Zaytun kepada anggota NII KW 9, menurut Al Chaidar bukanlahlah ajaran NII Kartosoewirjo. Menurutnya, Panji Gumilang menganut ajaran Isa Bugis yang juga menganggap bahwa paham Komunis, Nasakom, merupakan bagian dari ajaran Islam. Ajaran ini pun meyakini Karl Marx adalah rasul.

Oleh karena itu, menurut Al Chaidar tak mengherankan ketika Panji Gumilang mengklaim dirinya bermazhab Sukarno dan mengaku diri sebagai komunis. Panji Gumilang juga mendoktrinkan kepada anggota tentang tidak wajibnya melaksanakan sholat lima waktu.

Sebab yang utama adalah mengumpulkan dana. Dalam paham Isa Bugis yang dianut Panji Gumilang, juga memiliki paham takfiri. Karena itu, menganggap orang-orang di luar NII KW 9 adalah kafir yang harus diperangi dan diperbolehkan dirampas hartanya. Hingga akhirnya lambat laun, menurut Al Chaidar, NII KW 9 akan dapat memunculkan orang-orang yang radikal.

Ali Chaidar menilai kesulitan...

 

Ali Chaidar menilai kesulitan dalam penindakan terhadap Al Zaytun dan Panji Gumilang adalah karena adanya kekuatan besar di tingkat elit pejabat yang melindungi. Di mana, para pejabat tersebut, kerap memperoleh dana dari Al Zaytun.

"Karena dilindungi oleh kekuatan-kekuatan intelijen. Kekuatan intelijen itu tidak institusional sifatnya. Tetapi lebih kepada bersifat personal. Jadi ada orang-orang tertentu yang merasa ini periuk nasi mereka, kalau diganggu, jadi mereka kan tidak korupsi dari Negara, mereka mengambilnya dari umat islam itu," katanya.

Menurut Al Chaidar, kedepannya pemerintah dapat mengambil alih pengelolaan Al Zaytun dan melakukan pembinaan terhadap para santri, wali santri dan guru. Namun, menurutnya yang terpenting juga adalah menyeret Panji Gumilang ke pengadilan atas sejumlah kasus di antaranya penyerobotan tanah warga Indramayu, kasus pelecehan seksual karyawati Al Zaytun, hingga kasus pencucian uang dari dana yang dikumpulkan masyarakat.

"Penegakan hukum perlu dilakukan pemerintah, itupun kalau mampu. Karena pasti jendral-jendral yang dibelakang Al Zaytun ini melakukan manuver-manuver karena mereka memiliki jejaring kuasa, pengaruh di berbagai lini. Yang sulit bagi  pemerintah untuk bisa mengabaikan pengaruh-pengaruh kekuasaan itu," katanya.

 
Berita Terpopuler