Bocor Dokumen Kasus ESDM: Dewas KPK tak Temukan Pelanggaran Firli, Polda Lanjut Penyidikan

Berbeda dengan Dewas KPK, Polda Metro Jaya menyatakan menemukan tindak pidana.

Republika/Thoudy Badai
Ketua KPK Firli Bahuri. Dewan Pengawas KPK pada Senin (19/6/2023) menyatakan tidak menemukan pelanggaran etik Firli di kasus dugaan kebocoran dokumen penyelidikan Kementerian ESDM.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Ali Mansur, Fergi Nadira B

Baca Juga

Pada Senin (19/6/2023), Ketua Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) Tumpak Hatorangan Panggabean mengumumkan, pihaknya tidak menemukan cukup bukti adanya pelanggaran etik oleh Ketua KPK Firli Bahuri terkait kebocoran dokumen penyelidikan kasus korupsi di Kementerian ESDM. Sehingga, laporan yang diajukan oleh eks direktur penyelidikan KPK Brigjen Endar Priantoro dan belasan pelapor lainnya itu tak dapat naik ke sidang etik.

"Laporan Saudara Endar Priantoro dan 16 pelapor lainnya yang menyatakan Saudara Firli Bahuri melakukan kode etik membocorkan sesuatu adalah tidak terdapat cukup bukti untuk dilakukan ke sidang etik," kata Tumpak dalam konferensi pers di Gedung KPK C1, Jakarta Selatan, Senin (19/6/2023).

Tumpak mengungkapkan, pihaknya telah meminta keterangan dari 30 orang dalam mengusut dugaan pelanggaran etik ini. Salah satu yang diperiksa, yakni Menteri ESDM Arifin Tasrif.

Di sisi lain, Tumpak membenarkan adanya video penggeledahan yang dilakukan KPK, seperti yang beredar di media sosial. Rekaman itu terjadi pada 27 Maret lalu saat penyelidik dan penyidik KPK menggeledah ruang kerja dan mobil milik Plt Dirjen Minerba Kementerian ESDM Muhammad Idris Froyoto Sihite untuk mencari bukti dugaan korupsi manipulasi tunjangan kinerja (tukin).

"Pada saat penggeledahan ditemukan tiga lembar kertas tanpa judul yang di atasnya tertulis dugaan tindak pidana korupsi terkait produk pertambangan hasil pengolahan minerba yang di dalamnya berisi nama-nama sejumlah pihak di Kementerian ESDM dan perusahaan," ujar Tumpak.

Penyidik kemudian menanyakan asal dokumen itu kepada Idris sesuai dengan yang terekam dalam video. Idris mengaku, ia mendapatkan data itu dari Menteri ESDM Arifin Tasrif yang diperoleh berasal dari Firli Bahuri.

Namun, kata Tumpak, belakangan Idris meralat pernyataannya dan menyatakan dokumen itu didapat dari seorang pengusaha berinisial S dalam sebuah pertemuan. Idris beralasan mengubah keterangannya karena ingin menakuti penyidik.

"Dia bilang, 'Sengaja saya bilang begitu supaya penyidik itu merasa takut, dia grogi, akhirnya dia nervous', dia sebut nama Firli dengan harapan supaya penyidik tidak terlalu sporadis di dalam melakukan penggeledahan. Itu alasannya," ujar Tumpak.

Meski demikian, Tumpak menyebut, pihaknya tidak mendapati pelanggaran etik dari tiga kertas yang ditemukan tersebut. "Tiga lembar kertas yang ditemukan tidak identik dengan telaahan informasi yang dibuat KPK," kata dia.

Selain itu, Tumpak mengungkapkan, Dewas KPK tidak menemukan bukti komunikasi antara Idris dan Firli yang membuat Dewan Pengawas KPK yakin atas keputusannya. "Dan tidak ditemukan komunikasi saudara Menteri Arifin Tasrif yang memerintahkan Saudara Idris Sihite untuk menghubungi Saudara Firli," ujar dia.

 

Berbeda dengan putusan yang diberikan kepada Firli, Dewas KPK memutuskan kasus chat Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dengan Plh Dirjen Minerba Kementerian ESDM Muhammad Idris Froyoto Sihite naik ke tahap sidang etik. Keputusan ini diambil setelah Dewas KPK mengantongi kecukupan alat bukti.

"Dewan Pengawas menemukan ada komunikasi antara Saudara Johanis Tanak dan Saudara Muhammad Idris Froyoto Sihite yang dilakukan pada 27 Maret 2023 setelah Saudara Johanis Tanak menjabat sebagai pimpinan KPK. Untuk hal ini, cukup bukti untuk dilanjutkan ke sidang etik," kata anggota Dewas KPK Albertina Ho, Senin.

Atas temuan itu, Johanis diduga melanggar ketentuan Pasal 4 Ayat 1 huruf j atau Pasal 4 Ayat 1 huruf b atau Pasal 4 Ayat 2 huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku KPK. Namun, Albertina belum membeberkan, kapan sidang etik itu bakal digelar.

Perkara etik Johanis ini bisa dibilang tidak secara sengaja ditemukan oleh Dewas KPK. Albertina menjelaskan, pihaknya menemukan dugaan pelanggaran tersebut di sela menangani laporan dari Indonesia Corruption Watch (ICW), juga terhadap Johanis.

Sebelumnya, ICW sempat melaporkan Johanis atas dugaan pelanggaran kode etik terkait komunikasinya dengan Idris yang membahas soal percakapan 'main di belakang layar'. Namun, Dewas memutuskan laporan ICW tidak cukup bukti mengenai pelanggaran kode etik Johanis. Sebab, komunikasi itu dilakukan sebelum Johanis menjabat sebagai wakil ketua KPK.

Selain itu, Albertina mengungkapkan, bukti yang disertakan oleh ICW dalam laporannya, yakni rekaman yang beredar di media sosial berbeda dengan hasil pemeriksaan forensik digital yang dilakukan oleh Laboratorium Barang Bukti Elektronik (LBBE). Saat pemeriksaan inilah, Dewas KPK menemukan adanya percakapan lain yang dilakukan Johanis dengan Idris.

"Dewan Pengawas juga menemukan, ini temuan dari Dewan Pengawas, percakapan lain antara Saudara Johanis Tanak dengan (Idris) Sihite yang dilakukan pada tanggal 27 Maret 2023, yang bersamaan waktunya dengan kegiatan penggeledahan (kasus tukin) dan Saudara Johanis Tanak juga sedang mengikuti rapat ekspose perkara dengan seluruh pimpinan KPK beserta para struktur dan jajarannya pada Kedeputian Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK. Jadi, ini temuannya ada percakapan lain," ujar Albertina.

Dia melanjutkan, dalam percakapan itu, Johanis sempat mengirim pesan sebanyak tiga kali kepada Idris. Namun, Johanis kemudian menghapus pesan tersebut.

"Dalam pemeriksaan Saudara Johanis Tanak menjelaskan bahwa komunikasi pada 27 Maret 2023 tersebut Saudara Johanis Tanak hanya mem-forward foto surat tentang IUP dari temannya yang bernama Indra, seorang pengusaha, melalui Whatsapp karena Saudara Johanis Tanak mengetahui jika Saudara Sihite sebagai kepala biro hukum mengerti tentang permasalahan hukum. Terhadap tiga pesan yang dihapus tersebut oleh Saudara Sihite menjawab 'siap' dari komunikasi itu," kata dia.

Albertina melanjutkan, dalam pemeriksaan, Idris mengaku belum sempat membaca pesan yang dihapus oleh Johanis. Sebab, saat itu ia sedang mengikuti rapat.

"Sehingga pada pukul 13.56 Saudara Sihite menanyakan kepada Saudara Johanis Tanak mengapa ketiga pesan tersebut dihapus dan dijawab oleh Saudara Johanis Tanak 'Sudah dijawab siap'," ujar Albertina.

Albertina mengungkapkan, Idris pun sempat ingin menghubungi Johanis kembali untuk mendapat penjelasan terkait tiga pesan yang dihapus itu. Namun, niat itu akhirnya tak jadi dilakukan karena Johanis menyampaikan sedang mengikuti rapat. Selain itu, tak lama berselang, ponsel Idris juga keburu disita oleh penyidik KPK terkait kasus dugaan korupsi manipulasi tukin pegawai di Kementerian ESDM.

"Dalam pemeriksaan juga Saudara Johanis Tanak menyampaikan bahwa pesan yang dikirimkan kepada Saudara Sihite tersebut bukan dihapus, melainkan terhapus otomatis karena yang bersangkutan men-setting otomatis pesan terhapus," ujar Albertina.

Namun, dia melanjutkan, keterangan tersebut bertentangan dengan kondisi pesan yang lain yang tidak terhapus. "Padahal dengan men-setting otomatis pesan terhapus semestinya seluruh percakapan yang ada pasti akan terhapus dan tidak dimungkinkan untuk memilih pesan-pesan tertentu saja yang dihapus," kata Albertina.

Dewas KPK juga telah mengusulkan untuk dilakukan ekstraksi pada ponsel Johanis agar membuat semuanya menjadi terang. Namun, Johanis menolak.

"Dalam pemeriksaan Dewan Pengawas juga sudah menanyakan kesediaan saudara Johanis Tanak untuk melakukan ekstraksi terhadap handphone-nya dalam rangka memastikan komunikasi pada tanggal 27 Maret 2023 yang terhapus tersebut. Namun, saudara Johanis Tanak menolak," ujar Albertina.

 

 

Sehari setelah Dewas KPK mengumumkan hasil pemeriksaannya, Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto mengatakan bahwa pihaknya menemukan adanya tindak pidana dalam kasus kebocoran dokumen hasil penyelidikan KPK di Kementerian ESDM. Dia juga mengakui bahwa, kasus yang Subdit Keamanan Negara (Kamneg) Ditreskrimum Polda Metro Jaya tersebut itu sudah naik ke tahap penyidikan. 

“Setelah dilakukan pemeriksaan awal, ada beberapa pihak yang diklarifikasi, kami memang sudah menemukan adanya peristiwa pidana," ujar Karyoto di Polda Metro Jaya, Selasa (20/6/2023).

Dalam kasus ini, kata Karyoto, pihaknya menerima lebih dari 10 laporan polisi terkait dugaan kebocoran dokumen itu. Kemudian sesuai dengan prosedur, penyidik telah meminta klarifikasi sejumlah pihak terkait laporan tersebut.

Adapun, tindak pidana yang dimaksud dalam kasus ini adalah dokumen yang seharusnya menjadi sesuatu yang rahasia, menjadi tidak rahasia lagi. Hal itu terjadi karena dibocorkan oleh pihak yang bertanggung jawab.

"Buktinya apa? Adanya informasi yang kita dapatkan yang masih dalam proses penyelidikan di KPK ada di pihak-pihak yang sedang menjadi target penyelidikan itu. Artinya, yang sebelumnya rahasia menjadi tidak rahasia oleh pihak pihak yang menjadi objek penyelidikan," kata Karyoto.

Kasus dugaan kebocoran dokumen penyelidikan perkara korupsi di Kementerian ESDM berlanjut dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/1951/IV/2023/SPKT/Polda Metro Jaya tertanggal 11 April 2023 oleh Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI). Lalu laporan kebocoran dokumen ini naik ke tahap penyidikan diungkapkan oleh Wakil Ketua LP3HI Kurniawan Adi Nugroho selaku pelapor.

“Iya (sudah naik penyidikan), saya dapat informasi itu saat memenuhi panggilan penyidik Polda pada Selasa (13/6/2023) yang lalu," ujar Kurniawan saat dihubungi, Senin (19/6/2023).

Mantan penyidik KPK Yudi Purnomo Harahap, menyayangkan pengumuman hasil pemeriksaan Dewas KPK di tengah adanya penyidikan oleh Polda Metro Jaya untuk perkara yang sama. Menurut Yudi, Dewas KPK seharusnya menunggu saja hasil penyidikan Polda Metro Jaya. 

"Walau begitu tindakan Dewas ini tidak akan berpengaruh dalam proses penegakan hukum,"katanya.

 

 

 

Kontroversi Masa Firli - (Republika.co.id)

 

 
Berita Terpopuler