Mahfud Akui Pernah Tolak Tawaran PKS Jadi Cawapres Anies, Ini Alasannya

Tawaran itu diterima Mahfud saat menerima kunjungan Presiden PKS di rumahnya.

Republika/Prayogi
Menko Polhukam Mahfud MD mengakui pernah menolak tawaran PKS untuk menjadi cawapres Anies Baswedan. (ilustrasi)
Rep: Dessy Suciati Saputri, Fauziah Mursid Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengaku sempat mendapatkan tawaran untuk menjadi calon wakil presiden (cawapres) mendampingi Anies Baswedan. Tawaran tersebut berasal dari Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu saat mendatangi rumahnya.

Baca Juga

Terhadap tawaran tersebut, Mahfud pun mengaku menolaknya.

"Kepada Ketua PKS Pak Syaikhu waktu ke rumah bersama Al Muzzamil kan beliau menjajaki untuk mencari cawapresnya Anies. Antara lain bertanya, Pak Mahfud bersedia engga? Engga," jelas Mahfud di Komplek Istana Presiden, Jakarta, Senin (5/6/2023).

Mahfud pun menjelaskan alasannya menolak tawaran menjadi cawapres Anies. Menurut dia, cawapres pendamping Anies bisa berasal dari partai-partai pendukung Anies. Di antaranya yakni Nasdem, Demokrat, dan PKS.

Mahfud menilai jika ia bergabung justru akan merusak demokrasi.

"Saya bilang, karena di koalisi Bapak itu ada Nasdem, Demokrat dan PKS itu banyak ada yang calonnya dari partainya sendiri. Nanti kalau saya ajak ke situ malah saya merusak demokrasi. Kalau yang satu keluar karena anda ajak saya kan rusak," ujarnya.

Karena itu, Mahfud meminta Ahmad Syaikhu untuk menjaga koalisi agar tak pecah. "Saya minta bapak jaga koalisi. Saya bilang begitu kepada ketua PKS, jaga koalisi, jangan ajak saya ke dalam. Agar koalisi tidak pecah. Kalau saya ke dalam nanti malah pecah. Karena ada yang ga setuju dll. Itu saja tugas saya. Menjaga pemilu dan menjaga demokrasi," jelas Mahfud.

Selain itu, Mahfud juga menjelaskan alasannya yang meminta mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana agar menjaga Anies Baswedan. Ia beralasan, hal itu karena Denny sering kali menuduh pemerintah ingin menjegal Anies Baswedan di pilpres 2024 dan tuduhan-tuduhan lainnya terkait pemilu. Karena itu, Mahfud meminta Denny untuk menjaga Anies.

"Kan Denny itu, bilang ditugaskan oleh Pak Mahfud untuk menjaga Anies agar demokrasi hidup dan dia dapat tiket. Memang iya. Karena dia kan selalu menuduh pemerintah itu mau menjegal Anies. Menuduh juga ada upaya menggagalkan pemilu, memperpanjang, menunda pemilu," jelas Mahfud.

Mahfud pun kemudian meminta Denny untuk berbagai tugas. Denny ditugaskan untuk menjaga Anies Baswedan agar demokrasi tetap hidup dan tidak lagi menuduh pemerintah. Sedangkan Mahfud sendiri bertugas menjaga penyelenggaraan pemilu tetap berjalan.

"Kalau gitu bagi tugas, kamu saya tugaskan jaga Anies, agar demokrasi hidup dan tidak lagi menuduh pemerintah. Kan gitu, maksud saya. Agar tidak ganggu itu pemerintah. Kalau pemerintah ganggu maka lawan dari dalam. Kalau ada oknum, pemerintah. Oknum ya. Ya bilang saya," ujar Mahfud.

"Nah saya yang jaga pemilunya. Jangan dituduh mau gagalkan pemilu. Saya yang jaga agar pemilunya jadi. Bagi tugas gitu," tambah Mahfud.

 

 

Berdasarkan rilis survei terbaru Indikator Politik Indonesia, diketahui, elektabilitas Anies Baswedan mengalami tren penurunan. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menempati posisi ketiga dan terpaut jauh dari posisi kedua yang ditempati Ganjar Pranowo di kisaran 12-19 persen di berbagai simulasi.

Peneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, penurunan Anies Baswedan disebabkan beberapa faktor salah satunya tingkat kepuasan terhadap Presiden Joko Widodo dan naiknya elektabilitas Prabowo.

Selama ini, kata Burhanuddin, Anies di-framing sebagai capres yang merupakan antitesa dari Presiden Jokowi.

"Jadi Mas Anies ini alami dua tekanan sekaligus, pertama approval rating presiden Jokowi yang terus meningkat dan itu buat posisi Anies tertekan karena diframing sebagai capres yang tawarkan antitesa Jokowi sehingga ketika approval Presiden Jokowi naik. makin sedikit pemilih yang membeli narasi perubahan," ujar Burhanuddin dalam keterangannya, Ahad (4/6/2023).

Yang kedua, lanjut Burhanuddin, tren melemahnya suara Anies juga bersamaan dengan meningkatnya suara untuk Prabowo. Menurutnya, mesin kerja Gerindra yang saat ini terus gencar membuat pemilih Prabowo lama yang sempat lari ke Anies kini berbalik ke Prabowo.

"Juga ada penjelasan lain mengapa elektabilitas Mas Anies turun yaitu bersamaan tim Gerindra makin aktif bekerja dan itu membalik basis-basis lama yang sebelumnya sempat lari ke Anies. Contohnya adalah Jawa barat dan Banten," ujarnya.

Burhanuddin mengatakan, saat 2022 Anies berhasil menyalip elektabilitas Anies Baswedan. Namun 2023, perlahan tren Anies melemah 2023 dan kembali disalip Prabowo.

"Kemudian Pak Prabowo 2020 disalip sama Mas Ganjar kembali memyalip Mas Ganjar, terutama dalam beberapa survei terakhir," ujarnya.

 

Survei Elektabilitas Cawapres Menurut Indikator Politik Indonesia - (infografis Republika)

 
Berita Terpopuler