Hakim Menerima Hadiah, Bagaimana Pandangan Islam?

Khalifah menyerahkan tugas penegakkan hukum kepada hakim.

Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi hakim memimpin sidang.
Rep: Imas Damayanti Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang hakim merupakan simbol keadilan hukum yang diharapkan dapat menjadi pemutus perkara dengan sebaik-baiknya. Maka kerja seorang hakim tidaklah mudah, lantas bolehkah seorang hakim menerima hadiah atas kinerjanya tersebut dalam Islam?

Baca Juga

Hakim atau dalam khazanah Islam sering disebut qadhi adalah seseorang yang bertanggung jawab dalam menjelaskan hukum Allah SWT kepada umat Islam. Proses menjelaskan hukum-hukum Allah ini sendiri disebut dengan qadha'.

Ulama mengategorikan hukum qadha' adalah fardhu kifayah. Harus ada yang memberikan penjelasan tentang syariat Islam kepada manusia. Beban ini diberikan kepada penguasa atau khalifah. Dalam sebuah wilayah tertentu, khalifah boleh mewakilkan kewajiban ini kepada hakim. Jadi, dalam Islam, sejatinya hakim adalah wakil resmi khalifah di sebuah wilayah utamanya dalam penerapan hukum Islam.

Aturan ini dimaknai dari hadis Rasulullah SAW, "Tidak halal bagi tiga orang yang tinggal di suatu wilayah dari belahan bumi, melainkan mereka harus mengangkat salah seorang dari mereka sebagai pemimpin mereka." (HR Ahmad).

Seorang hakim sebagai wakil Allah SWT dan khalifah memiliki tugas yang sangat berat. Jika ia memutuskan sebuah perkara dengan hukum yang menyelisihi keadilan dan nilai-nilai syara, tempatnya adalah di neraka.

Halaman berikutnya >>

 

Rasulullah SAW bersabda, "Hakim itu ada tiga macam, (hanya) satu yang masuk surga, sementara dua (macam) hakim lainnya masuk neraka. Adapun yang masuk surga adalah seorang hakkm yang mengetahui al-haq (kebenaran) dan memutuskan perkara dengan kebenaran itu. Sementara hakim yang mengetahui kebenaran lalu berbuat zalim (tidak adil) dalam memutuskan perkara, maka dia masuk neraka. Dan seorang lagi, hakim yang memutuskan perkara (menvonis) karena 'buta' dan bodoh (hukum), maka ia (juga) masuk neraka," (HR. Abu Dawud).

Imam Al Mawardi dalam kitab Al-Ahkam As-Sulthaniyah menjelaskan, seorang hakim tidak boleh menerima hadiah dari salah satu pihak yang berperkara atau dari salah seorang warga di wilayah kerjanya. Meskipun orang tersebut tidak sedang mengajukan perkara.

Sebab, boleh jadi hadiah tersebut menyebabkannya berpaling dari keadilan. Rasulullah SAW bersabda, "Hadiah-hadiah (yang diberikan) kepada para wali (setingkat gubernur) adalah belenggu,".

 

Jika seorang hakim menerima hadiah yang didahului dengan dipercepatnya pembayaran gajinya, maka ia berhak memilikinya. Namun jika pembayaran gajinya tidak dipercepat, dan tidak bersamaan dengan pemberian hadiah tersebut, maka kas negara (baitul maal) lebih berhak hadiah itu jika ia tidak menemukan jalan untuk dapat hadiah kepada si pemberi. Karena Baitul Maal lebih berhak terhadap hadiah tersebut dibanding hakim.

 
Berita Terpopuler