Kain Gambo Muba Mendapat Perlindungan HAKI, ini Keuntungannya

Secara sederhana HAKI dipahami sebagai hak kebendaan yang tidak berwujud (intangible rights).

network /MASPRIL ARIES
.
Rep: MASPRIL ARIES Red: Partner

Kain Gambo Muba dalam desain busana. (FOTO : Dinkominfo Muba)

KAKI BUKIT – Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) baru saja memberikan sertifikat HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) atas kain Gambo dari Musi Banyuasin (Muba). Sertifikat HAKI tersebut menjadi pertanda atas pengakuan Hak Cipta dari 11 motif kain Gambo Muba yang dibuat para pengrajin kain dari daerah berjuluk Bumi Serasan Sekate.

Sertifikat HAKI Gambo Muba tersebut diserahkan kepada Penjabat (Pj) Bupati Muba Apriyadi Mahmud pada acara Mobile Intelectual Property Clinic (MIC) Kantor Wilayah Kemekumham Sumatera Selatan (Sumsel) tahun anggaran 2023, Selasa, 23 Mei 2023.

Pemberian sertifikat HAKI adalah salah satu bentuk perlindungan HAKI yang kuat selain memberikan kepastian hukum, juga memberikan manfaat yang dapat dirasakan dari segi politis, ekonomi, sosial budaya, bahkan segi pertahanan keamanan pun bisa meraih manfaat dari adanya perlindungan HAKI ini.

Mengutip Wahyu Agus Kurniawati dalam, “Studi Perlindungan Hukum Hak Cipta Seni Batik di Kota Surakarta,” (2010), secara garis besar ada beberapa keuntungan dan manfaat yang dapat diharapkan dengan adanya perlindungan HAKI secara ekonomi, yaitu antara lain: 1) Perlindungan HAKI yang kuat dapat memberikan dorongan untuk meningkatkan landasan teknologi nasional guna memungkinkan pengembangan teknologi yang lebih cepat lagi.

2) Pemberian perlindungan hukum terhadap Hak Kekayaan Intelektual dimaksudkan sebagai pada upaya dasarnya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik bagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta atau menemukan sesuatu di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

3) Pemberian perlindungan hukum terhadap HAKI bukan saja merupakan pengakuan negara terhadap hasil karya dan karsa manusia, melainkan juga merupakan penciptaan suasana yang sehat untuk menarik penanaman modal asing, serta memperlancar perdagangan internasional.

Perlindungan HAKI yang kuat selain memberikan kepastian hukum juga memberi manfaat yang dapat dirasakan dari segi politis, ekonomi, sosial budaya, bahkan segi pertahanan keamanan.

Hak Cipta dan Paten

Apa itu HAKI atau ada yang menulis HKI? Secara sederhana HAKI dipahami sebagai hak kebendaan yang tidak berwujud (intangible rights). Menurut pakar kekayaan intelektual David Baindridge, “Intellectual Property is the legal right which protect the product of the human intellect.” Maknanya adalah bahwa melekatnya hak dalam kekayaan intelektual, yaitu “hak atas kekayaan yang berasal dari karya intelektual manusia.”

Di Indonesia HAKI mencakup Hak Cipta dan Hak Paten yang diatur melalui undang-undang (UU) yang berbeda. Hak Cipta diatur dengan UU No.28/ 2014 tentang Hak Cipta dan Hak Paten diatur dengan UU No.14/ 2001 tentang Paten.

Secara hukum, keduanya menjadi hak atas kekayaan intelektual atau HAKI. Antara keduanya, memiliki fungsi yang berbeda-beda untuk setiap aspek yang dilindungi. Biasanya terkait dengan urusan bisnis atau ekonomi.

Dalam pengertian hukum, Hal Cipta menurut UU No.28/2014 didefinisikan sebagai hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hak paten yang diatur dalam UU No.14/2001 menyatakan bahwa paten merupakan hak ekslusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakannya.


Hak Cipta dan Hak Paten memiliki jangka yang berbeda-beda dalam menentukan lama perlindungannya. Misalnya dalam hak paten sederhana dapat mencapai 10 tahun perlindungan, namun paten dapat mencapai 20 tahun pelindungan.

Hak cipta lebih lama dari hak paten. Jangka waktu yang diberikan dapat mencapai 70 tahun setelah sang pencipta meninggal dunia. Ketika jangka waktu hak cipta berakhir maka pencipta dan ahli warisnya hanya kehilangan hak untuk memperoleh manfaat ekonomi atas suatu ciptaan.

Kain Gambo Muba.

Pembajakan atau saling klaim atas HAKI kerap terjadi, bahkan klaim tersebut terjadi antar bangsa, seperti pada klaim atas kain batik oleh Malasyia, sampai akhirnya badan dunia UNESCO pada 2 Oktober 2009 mengesahkan batik menjadi warisan budaya Indonesia.

Namun untuk kain tenun songket Indonesia kecolongan, Malaysia mengklaim kain songket adalah warisan budaya mereka dan Unesco mengakui itu. Walau dunia tahu bahwa kain songket sebagai ratunya segala kain berasal dari Indonesia, salah satunya yang sangat terkenal adalah kain songket Palembang.

Untuk kain Gambo Muba, dengan merujuk Pasal 40 ayat (1) UU No.28/2014 tentang macam macam hak cipta yang di lindungi, maka Gambo Muba termasuk dalam karya dalam bidang kesenian yang dilindungi karena mempunyai nilai seni, baik dalam kaitannya dengan gambar, corak maupun komposisi warna. Seni motif Gambo Muba tersebut yang didaftarkan untuk ciptaannya dengan tujuan agar ciptaannya mendapat perlindungan hukum.

Perlindungan HAKI pada Gambu Muba juga melindungi hak ekonominya. Kain Gambo Muba yang dihasilkan pada pengrajin memiliki nilai jual dalam konteks hak cipta disebut sebagai hak ekonomi. Dalam UU Nomor 28 Tahun 2014 hak ekonomi ini diatur dalam Pasal 9, di mana pencipta atau pemegang hak cipta mempunyai hak ekonomi untuk melakukan penerbitan ciptaan, penerjemahan ciptaan, penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya, pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan, pengumuman ciptaan, pendistribusian ciptaan atau salinannya, pertunjukan ciptaan, penyewaan ciptaan dan komunikasi ciptaan.

Mereka yang melaksanakan hak ekonomi dari Gambo Muba wajib mendapatkan izin pemegang hak cipta atau pencipta, tanpa izin pemegang hak cipta atau pencipta dilarang melakukkan penggandaan atau penggunaan secara komersial.

Dalam sejarahnya Indonesia pertama kali mengenal HAKI pada masa kolonial tahun 1912. Waktu itu hukum yang berlaku di negeri Belanda juga diberlakukan di Indonesia atas dasar konkordinasi. UU Hak Cipta pada masa itu adalah Auterswet 1912. Pada saat itu istilah yang digunakan adalah hak pengarang/ hak pencipta (author right) yang hanya menggambarkan hak untuk menggandakan atau memperbanyak suatu karya cipta. (maspril aries)

 
Berita Terpopuler