Cincin Saturnus Menghilang, Teleskop Webb Kini Diarahkan ke Sana

Beberapa observatorium paling kuat di dunia siap mempelajari fenomena hujan dari cincin planet Saturnus.

network /Ilham Tirta
.
Rep: Ilham Tirta Red: Partner

Ilustrasi bagaimana planet Saturnus yang terus kehilangan cincinnya. Cincin terdalam menghilang dan turun menjadi hujan ke planet ini, diikuti dengan oleh cincin terluar. Gambar: NASA/Cassini/James O'Donoghue

ANTARIKSA -- Cincin Saturnus terus menghilang, dan kita tidak tahu berapa lama lagi ia masih akan ada. Sejak tahun 1980-an, para astronom telah mengetahui bahwa cincin es terdalam raksasa gas itu terus terkikis ke atmosfer atasnya.

Hujan deras dari cincin Saturnus yang mencair terus terjadi pada tingkat yang sangat tinggi. Air sebanyak kolam renang standar Olimpiade pun menghujani Saturnus setiap hari. Namun, seberapa cepat sistem cincin ikonik menyusut dan menghilang, terus menjadi pertanyaan terbuka di kalangan para astronom.

Untungnya, Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST atau Webb) milik NASA akan segera menyelidiki fenomena menarik yang ditemukan di Saturnus yang terhitung masih dekat dengan bumi. Untuk diketahui, instrumen Webb sangat kuat dan telah mengintip galaksi-galaksi yang jauh dari alam semesta awal, yang miliaran tahun cahaya jauhnya dari Bumi.

"Kami masih mencoba mencari tahu seberapa cepat mereka terkikis," kata James O'Donoghue, seorang ilmuwan planet di Japan Aerospace Exploration Agency dalam sebuah pernyataan pada Senin, 17 April 2023.

O'Donoghue akan memimpin upaya baru untuk mengetahui berapa lama cincin Saturnus akan bertahan. "Saat ini, penelitian menunjukkan cincin itu hanya akan menjadi bagian dari Saturnus selama beberapa ratus juta tahun lagi."

Untuk memperkirakan usia cincin ikonik Saturnus dengan lebih baik, Webb dan Observatorium Keck di Hawaii akan menjadi bagian dari kampanye observasi jangka panjang untuk mempelajari planet ini. Teleskop akan membantu memantau bagaimana fenomena 'hujan cincin' berfluktuasi selama satu musim penuh di raksasa gas. Diketahui, 1 tahun Saturnus sama dengan 7 tahun Bumi karena orbitnya yang jauh dari matahari.

Para astronom mengharapkan data menarik dari program tersebut, karena penelitian sebelumnya menunjukkan sejumlah besar material cincin terus-menerus mencair dan jatuh ke Saturnus. Misalnya, data yang dikirim pesawat ruang angkasa Cassini NASA telah mengungkapkan antara 880 pound (400 kg) dan 6.000 pound (2.800 kg) hujan es mengalir ke planet ini setiap detik dan memanaskan atmosfer atasnya. Cassini meluncur menembus celah antara Saturnus dan cincinnya sebanyak 22 kali pada tahun 2017.

Jika terus dengan angka itu, maka cincin Saturnus kemungkinan akan hilang dalam waktu sekitar 300 juta tahun. Meskipun tampaknya masih lama, namun pertahanan cincin yang terus mengecil bisa melemah sehingga kemusnahannya relatif lebih cepat. Meski begitu, tingkat hujan material cincin ke planet ini sebagian besar masih belum pasti.

Menurut para astronom, cincin itu bisa menghilang secepat 100 juta tahun, atau mungkin bertahan selama 1,1 miliar tahun. "Saat ini, para astronom hanya memiliki satu perkiraan yang sangat luas. Kami ingin melakukan lebih banyak pengamatan yang mempersempit kisaran ini," kata O'Donoghue kepada Space.com, Rabu, 26 April lalu.

Menurut penelitian saat ini, batuan luar angkasa dan radiasi matahari sedikit mengganggu partikel cincin dan memberi mereka muatan listrik sedemikian rupa sehingga mengikat garis medan magnet raksasa gas. Gravitasi Saturnus kemudian menarik partikel es mengalir ke atmosfer bagian atas planet, namun tidak selalu dengan kecepatan yang sama.

Saat Saturnus mengelilingi matahari dalam orbit 29,5 tahunnya, ia bergeser ke arah menjauhi matahari, dan cincinnya melakukan hal yang sama. Kemiringan ini menentukan seberapa besar radiasi matahari mempengaruhi lapisan terdalam sistem cincin, di mana banyak memicu hujan es. Hal itu kemungkinan berperan dalam menentukan berapa banyak material yang jatuh ke Saturnus.

"Kami menduga bahwa ketika cincin itu berada di tepi matahari, hujan cincin akan melambat. Dan ketika mereka dimiringkan menghadap matahari, hujan cincin akan meningkat," kata O'Donoghue.

Jadi, timnya akan menggunakan Webb dan Observatorium Keck Hawaii untuk mengukur emisi yang tumbuh dari molekul hidrogen tertentu di atmosfer atas Saturnus. Pengukuran molekul ini meningkat ketika sejumlah kecil material dari cincin es Saturnus jatuh ke atmosfernya. "Tetapi menyusut selama hujan cincin yang melimpah," kata O'Donoghue. Memantau perubahan emisi hidrogen ini selama satu musim penuh di Saturnus dapat membantu tim memastikan berapa banyak material cincin yang turun sebagai hujan ke planet ini.

"Instrumen di Keck yang kami gunakan untuk ini sebelumnya telah ditingkatkan, dan kami belum pernah menggunakan JWST untuk ini sebelumnya. Jadi, kita akan dapat memperkirakan turunnya hujan cincin lebih baik dari sebelumnya."

Kapan Cincin Saturnus Terbentuk?

Sementara penelitian baru akan membantu meramalkan nasib cincin, para astronom yang mempelajari dunia Saturnus melanjutkan perdebatan lama tentang bagaimana dan kapan cincin planet itu lahir. Berbagai model telah menunjukkan cincin telah menjadi struktur permanen di sekitar Saturnus sejak 4,5 miliar tahun yang lalu yang berarti sama dengan umur tata surya. Namun, data dari pesawat ruang angkasa Cassini menunjukkan cincin itu jauh lebih muda, berumur sekitar 10 juta hingga 100 juta tahun.

Perbedaan muncul karena cincin yang lebih tua seringkali lebih gelap, tetapi Cassini telah melihat cincin Saturnus itu terang, mengisyaratkan kemudaannya. Pada 2019, para astronom yang meninjau kembali perdebatan tersebut menduga, hujan cincin yang deras mungkin menyebabkan wajah cincin itu terlihat lebih muda. Mereka tetap berteguh ke gagasan awal bahwa cincin itu setua tata surya.

"Saya pikir akan sangat menarik jika masa hidup cincin itu hanya 100 juta tahun atau lebih, dan usianya (sudah) miliaran tahun. Karena itu, berarti kita berevolusi tepat pada waktunya untuk melihat mereka sebelum menghilang," kata O'Donoghue. Sumber: Space.com

 
Berita Terpopuler