Hari Jadi Grobogan. Kelaparan di Grobogan pada 1900, Ratusan Warga Menyerbu Sawah Orang Eropa

Grobohan memperingati hari jadi. Pada tahun 1900, saat terjadi kelaparan di Grobogan, ratusan orang menyerbu sawah milik orang Eropa.

network /oohya! I demi Indonesia
.
Rep: oohya! I demi Indonesia Red: Partner

Pentas wayang memperingati Hari Jadi ke-297 Kabupaten Grobogan, Kamis (9/3/2023) malam. Kabupaten Grobogan perah mengalami paceklik dan masyarakatnya kelaparan pada tahun 1900.

Kamis (9/3/2023) malam, Pemkab Grobogan mengadakan pertunjukan wayang kulit di Alun-alun Purwodadi. Pertunjukan ini diadakan untuk merayakan hari jadi yang ke-297 dari kabupaten di Jawa Tengah itu. Berarti Grobogan sudah menjadi wilayah kabupaten sejak tahun 1726 dengan bupati pertama yaitu Adipati Martapura (Pangeran Puger).

DI wilayah Kabupaten Grobogan ada Desa Selo, berada di Kecamatan Tawangharjo. Di desa ini dulu hidup Ki Ageng Selo, leluhur raja-rajat Mataram. Kepada keturunannya, seperti yang diceritakan di Babad Tanah Jawi, Ki Ageng Selo memiliki pepali (larangan) di antaranya tidak boleh menanam waluh dan tidak bleh pula memakannya. Hal itu terjadi karena Ki Ageng Selo pernah jatuh karena kakinya kesrimpet tanaman waluh. Ia juga melarang anak-cucunya menjual nasi beras.

Ketika pada tahun 1900 terjadi kasus kelaparan di Kabupaten Grobogan, banyak penduduk Desa Selo yang pergi mengemis di Desa Penawangan pada musim panen padi, Maret 1900. Jarak Selo ke Grobogan ada 23 kilometer. Selo berjarak 13 dari kota Purwodadi ke arah Blora, Penawangan berjarak 10 kilometer dari kota Purwodadi ke arah Semarang.

Soerabaijasch Handelsblad edisi 10 Mei 1900 melaporkan, di Penawangan ada orang Eropa bernama Schmidt, mantan juru tulis di Yogyakarta. Ia memiliki sawah yang luas di Penawangan. Ada ratusan warga yang mendatanginya, tetapi menolak menerima uang. Sebab apa gunanya uang jika tak ada beras yang bisa dibeli?

Mereka ingin membantu memanen padi. Kebiasaan di Jawa, orang yang membantu memanen padi akan mendapatkan bagian dari jumlah padi yang ia panen. Pada awalnya, Schmidt mengusir mereka, tetapi uapyanya sia-sia, karena ada sekitar 800-900 warga yang mendatangi sawahnya. Mereka datang dari 19 desa, di antaranya dari Desa Selo. “Kami lapar, kami butuh makan,” kata mereka.

Mereka memanen padi dengan ani-ani. Sebelum bekerja, yang perempuan menyimpan ani-ani di konde mereka. yang laki menyimpannya di balik baju. Suatu hari, Schmidt memergoki seorang laki-laki yang membantu memanen padi, mencuri padinya. Schmidt lalu mencengkeram lehernya. Tapi naas, laki-laki itu mengambil ani-anik dari balik baju, lalu menyabetkannya ke tangan Schmidt. Untuk mengobati lukanya, Schmidt pergi ke dokter Jawa di Purwodadi.

Ma Roejan

 
Berita Terpopuler