Ketentuan Waktu Niat Puasa Ramadhan dalam Pandangan Empat Mazhab

Niat bisa dilakukan secara hukmiyah, yaitu yang penting ada keinginan berpuasa.

Pixabay
Ilustrasi Ramadhan. Ketentuan Waktu Niat Puasa Ramadhan dalam Pandangan Empat Mazhab
Rep: Muhyiddin Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tak terasa Ramadhan sebentar lagi akan segera datang. Pada tahun ini, Ramadhan diperkirakan jatuh pada Kamis, 23 Maret 2023 mendatang. Di bulan yang suci ini, umat Islam diwajibkan menjalani ibadah puasa selama sebulan penuh.

Baca Juga

Namun, salah satu rukun dari ibadah puasa itu adalah niat. Karena itu, niat sangat fundamental bagi umat Islam yang akan berpuasa. Bahkan, ketentuan niat pun telah dibahas oleh para ulama terdahulu dan terjadi perbedaan pendapat di antara empat mazhab.

Melalui laman CariUstadz.id, dosen UIN Sunan Ampel Surabaya Ustaz Holilur Rohman telah mengkaji hal itu berdasarkan kitab al-Fiqh ala Mazahib al-Arba’ah. Dalam kitab tersebut, Syekh Abdurrahman al-Jaziri menjelaskan bahwa ketentuan waktu niat puasa menurut empat mazhab sebagai berikut.

Niat Puasa Ramadhan dalam Pandangan Empat Mazhab

Mazhab Syafii

Berdasarkan pendapat ulama dari Mazhab ini, niat puasa wajib dilakukan setiap malam, yaitu antara shalat Maghrib sampai sebelum shalat Subuh. Niat puasa harus ta’yin (ditentukan), seperti niat “saya niat puasa Ramadhan besok, atau niat puasa nadzar, atau lainnya”. Niat tempatnya di hati, tetapi sunah diucapkan dengan lisan.

Sedangkan niat puasa sunah, boleh dilakukan mulai dari masuknya shalat Maghrib sampai masuknya waktu zuhur, dengan syarat tidak melakukan sesuatu yang membatalkan puasa antara terbitnya fajar (waktu subuh) sampai masukkan waktu zuhur.

“Bersahur saja tidak bisa dianggap niat, kecuali ketika bersahur di dalam hatinya terlintas keinginan berpuasa, seperti ada orang yang bersahur untuk berpuasa, maka dianggap berniat,” jelas Ustaz Holilur Rohman.

Mazhab Hanbali

Ustaz Holilur Rohman mengatakan, secara umum pendapat mazhab Hanbli sama seperti mazhab Syafi’i, walaupun ada beberapa perbedaan. Berdasarkan pandangan mazhab Hanbali, ketentuan waktu niat puasa fardu dilakukan setiap malam antara waktu Maghrib sampai sebelum terbitnya fajar.

Jika berpuasa sunnah, maka niat boleh dilakukan antara masuknya waktu Maghrib sampai seharian, walaupun niatnya dilakukan setelah masuk waktu Zuhur, dengan syarat dia tidak melakukan  apapun yang membatalkan puasa.

“Niat harus ditentukan jenis puasanya, seperti puasa ramadlan atau puasa lainnya. sedangkan kefarduan puasanya tidak harus ditentukan. Niat puasa fardu atau sunnah wajib dilakukan setiap malam,” kata Ustaz Holilur Rohman

Mazhab Hanafi

Dalam pandangan mazhab ini, niat puasa harus dilakukan setiap hari, antara masuknya waktu Maghrib sampai sebelum separuh siang (nisf al-nahar). Menurut aturan fikih, yang dimaksud dengan siang adalah sejak munculnya sinar dari ufuk timur ketika terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.

Jika waktu siang ini dibagi dua, maka ada waktu separuh siang pertama, ada waktu separuh siang kedua. Berkaitan dengan niat, maka boleh berniat antara masuknya waktu Maghrib sampai separuh siang pertama (perkiraan sampai waktu zuhur).

Oleh karena itu, jika ada orang berpuasa tetapi tidak berniat di malam hari sampai masuk waktu subuh, maka dia tetap wajib berniat setelah masuk waktu Subuh sampai separuh siang.

“Dengan begitu puasanya tetap sah. Walaupun begitu, lebih baik berniat di malam hari dan menentukan jenis puasanya. Orang bersahur dianggap berniat, kecuali ketika bersahur dia berkeinginan untuk tidak mau berpuasa,” jelas Ustaz Holilur Rohman.

 

Mazhab Maliki

Dalam pandangan mazhab ini, niat wajib ditentukan, baik itu niat fardu Ramadhan, nazar, kaffarat, atau puasa sunnah tertentu. Ketentuan waktu niat harus dilakukan di malam hari, antara masuknya waktu Maghrib sampai terbitnya fajar.

Niat untuk jenis puasa yang wajib dilakukan secara berturut-turut seperti puasa Ramadhan, puasa kafarat (dua bulan berturut-turut), dan lainnya, maka cukup berniat sekali saja di awal puasa. Oleh karena itu, orang yang berpuasa fardu di bulan Ramadhan, dia cukup berniat sekali saja di awal malam pertama mau berpuasa.

Jika puasa berturut-turutnya terhenti karena beberapa uzur seperti sakit dan melakukan perjalanan, maka wajib berniat setiap malam. Jika dia sembuh dari sakit, atau perjalanannya sudah selesai, maka dia cukup satu niat untuk sisa puasanya.

“Sedangkan jenis puasa yang tidak wajib berturut-turut seperti puasa qada’ Ramadhan, maka dia wajib berniat setiap malam,” kata Ustaz Holilur Rohman.

Niat bisa dilakukan secara hukmiyah, yaitu yang penting ada keinginan berpuasa, maka sudah dianggap berniat. Oleh karena itu, jika seseorang bersahur dan tidak terlintas dalam hati dan fikirannya untuk berpuasa, dan perkiraannya ketika dia ditanya mengapa bersahur maka jawabannya saya sahur pasti untuk berpuasa, maka bersahurnya sudah dianggap berniat.

Demikianlah pendapat empat mazhab tentang ketentuan niat. Semua pendapat itu mempunyai dalilnya masing-masing. Namun, Ustaz Holilur Rohman menyarankan agar umat Islam menggunakan semua pendapat tersebut.

“Jika mau lebih hati-hati, berniat dengan menggunakan mazhab Maliki, yaitu berniat satu bulan penuh di awal malam puasa Ramadan, dan tetap wajib berniat di setiap malam puasa sebagaimana pendapat mazhab Syafii, Hanbali, dan Hanafi. Wallahu A’lam bis Shawab,” jelas Holilur Rohman.

 
Berita Terpopuler