Diduga Ubah Substansi Putusan, Sembilan Hakim dan Dua Panitera MK Dipolisikan

Putusan yang substansinya diduga diubah terkait uji materi UU tentang MK.

Mahkamah Konstitusi, ilustrasi
Rep: Ali Mansur, Antara Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Sebanyak sembilan hakim konstitusi dan satu panitera dan seorang panitera pengganti Mahkamah Agung (MK) dilaporkan ke Polda Metro Jaya terkait dugaan perubahan substansi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam perkara 103/PUU-XX/2022 tentang uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK. Laporan polisi itu dilayangkan oleh seorang advokat bernama Zico Leonard Diagardo Simanjuntak.

Baca Juga

“Atas adanya dugaan tindak pidana pemalsuan dan menggunakan surat palsu sebagaimana salinan putusan dan juga risalah sidang dan juga dibacakan dalam persidangan,” ujar kuasa hukum Zico, Leon Maulana Mirza Pasha, saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (1/2/2023).

Menurut Leon, dugaan pemalsuan tersebut didasari adanya frasa yang sengaja diubah bunyinya yang semula ‘demikian’ menjadi ‘ke depan’,. Sehingga, dengan adanya perubahan tersebut maka maksud dari isinya menjadi berbeda. Menurut dia, apabila ini dinyatakan dalam suatu hal yang typo sangat tidak subtansial, karena ini subtansi frasanya sudah berbeda.

“Bahwa etik silakan berjalan tidak apa-apa silakan etik berjalan. Kita percayakan kepada MK untuk menjalankan etik, akan tetapi untuk perkara pidana kita akan jalankan juga karena kita tahu sekarang kondisi hukum di Indonesia ini sedang diterpa badai baik itu dari kasus pidaba Sambo maupun di MK,” kata Leon.

Selain itu kata Leon, sebenarnya ada beberapa oknum yang diduga penyalagunaan wewenang yang saat ini ada di MK. Namun untuk saat ini, pihaknya lebih dulu menempuh jalur pidana terhadap pemalsuan dari subtansi isu putusan.

Sementara itu, kuasa hukum Zico yang lain, Rustina Haryati menambahkan, kasus tersebut ke depannya dapat mengakibatkan kerugian materiil dan imateril karena bentuk keputusan yang tidak bisa diubah. Karena ini juga yg ke depannya akan menjadi suatu argumen atau suatu referensi ke depannya di bidang hukum. 

“Jadi kalau misal putusan ini tidak dipermasalahkan, tidak kita angkat sekarang ini, ke depannya gimana. Ini kan jadi pertanyaan publik juga apakah keputusan ini nanti bisa dibatalkan? Karena keputusan tidak bisa dibatalkan ya,” keluhnya.

Adapun kronologi kasusnya, pelapor ini adalah pemohon dalam kasus Nomor 103 Tahun 2022 yang memperkarakan Undang-undang Nomor 23 tahun 2020 tentang perubahan ketiga atas Undang-undang MK terhadap UUD 1945. Namun, memang pada  saat pembacaan putusan, pelapor ini tidak datang dalam persidangan tapi tetap menerima salinan putusannya. 

Kemudian pada awal Januari 2023, pelapor ini kembali menonton siaran di akun resmi Youtube milik MK. Lalu saat didengarkan terasa ada frasa yang berbeda. Dari "dengan demikian" lalu pada salinan dan risalahnya. Jadi yang tertulisnya itu sudah ganti jadi "ke depannya." Sehingga itu mengakibatkan kerugian bagi pemohon.

Berikut hakim dan panitera yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya: 

 

1. Anwar Usman (Hakim

Konstitusi)

2. Arief Hidayat (Hakim

Konstitusi)

3. Wahiduddin Adams (Hakim

Konstitusi)

4. Suhartoyo (Hakim Konstitusi)

5. Manahan M. P. Sitompul

(Hakim Konstitusi)

6. Saldi Isra (Hakim Konstitusi)

7. Enny Nurbaningsih (Hakim

Konstitusi)

8. Daniel Yusmic Pancastaki

Foekh (Hakim Konstitusi)

9. M. Guntur Hamzah (Hakim

Konstitusi)

10. Muhidin (Panitera Perkara

No. 103/PUU-XX/2022)

11. Nurlidya Stephanny Hikmah

(Panitera Pengganti Perkara

No. 103/PUU-XX/2022).

 

Pada awal pekan ini, MK membentuk Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk mengatasi kasus dugaan perubahan substansi putusan perkara Nomor 103/PUU-XX/2022 terkait uji materi Undang-Undang MK terkait pencopotan Hakim Aswanto.

"Kami telah menyepakati bahwa penyelesaian mengenai bagaimana kronologinya atau kebenaran atas isu yang berkembang itu tidak dilakukan oleh kami sendiri, oleh hakim;tapi akan diselesaikan melalui Mahkamah Kehormatan Mahkamah Konstitusi, yaitu MKMK," kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam konferensi pers di Gedung MK RI, Jakarta, Senin (30/1/2023).

Enny menambahkan, pembentukan MKMK itu akan segera diresmikan dengan penandatanganan peraturan MK tentang MKMK. "Karena ini MKMK adalah lembaga yang baru, yang sebelumnya adalah Dewan Etik MK, di mana dengan adanya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 (tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi) itu kemudian berubah menjadi MKMK," jelasnya.

Lebih lanjut, Enny menyampaikan pembentukan MKMK bertujuan agar kasus dugaan perubahan substansi perkara Nomor 103/PUU-XX/2022 itu dapat diselesaikan secara adil dan independen. Dia menambahkan, MKMK akan bekerja mulai 1 Februari 2023.

Terkait dengan keanggotaan, diamenyampaikan setelah digelar rapat permusyawaratan hakim yang disepakati berdasarkan UU MK dan putusan MK terkait keanggotaan MKMK, terdapat tiga anggota dalam lembaga tersebut. Ketiga hakim ituterdiri atas seorang hakim aktif yakni EnnyNurbaningsih, perwakilan tokoh masyarakat yaitu mantan hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna, dan anggota dewan etik MK Sudjito mewakili unsur akademisi. Sementara itu, Ketua MK Anwar Usman menambahkan rapat tersebut digelar Senin dan dihadiri oleh seluruh hakim konstitusi.

In Picture: MK Tolak Legalkan Pernikahan Beda Agama

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) bersiap memimpin jalannya sidang pengujian materiil UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan agenda pembacaan amar putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (31/1/2023). Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya menolak permohonan uji materiil Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait pernikahan beda agama yang diajukan pemohon Ramos Petege, seorang Katolik yang hendak menikahi seorang perempuan beragama Islam. - (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

 

 

 
Berita Terpopuler