Kalkulasi Rumit Cari Cawapres Anies

Muncul ide agar cawapres Anies dari kalangan Nahdlatul Ulama.

Dokumen
Kunjungan Anies Baswedan ke Habib Novel Alaydrus, Jumat (28/10/2022).
Rep: Amri Amrullah/Nawir Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Poros perubahan yang terdiri dari koalisi tiga partai yakni Nasdem, PKS dan Demokrat belum juga menentukan siapa bakal calon wakil presiden pendamping Anies Baswedan. Muncul beragam spekulasi mengenai hal tersebut, termasuk isu soal keretakan koalisi.

Menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Power Ikhwan Arif, lamanya proses penentuan siapa pendamping Anies ini diduga karena ada kalkulasi yang sangat rumit antar partai koalisi sehingga belum ditemukan formula siapa yang akan jadi pendamping Anies. Walaupun, poros perubahan sudah membentuk tim khusus setelah NasDem mendeklarasikan nama Anies sebagai bakal capres.

Baca Juga

"Ini merupakan keseriusan ketiga partai dalam membentuk poros koalisi. Namun ada kalkulasi politik di balik penentuan nama tokoh pendamping Anies, sehingga menjadi titik tumpu ketiga partai membangun poros koalisi," katanya kepada wartawan, Jumat (13/1/2023).

Menurut Ikhwan, citra partai politik akan dipertaruhkan dalam memilih figur pendamping Anies, jika yang dipilih cawapres nonpartai. "Citra partai akan meredup dampaknya ya suara partai juga berkurang," katanya menambahkan.

Dalam dinamika politik, lanjut dia, perbedaan kalkulasi untung-rugi partai politik suatu hal lumrah. Sehingga sikap politik yang berubah-ubah sering menentukan keberpihakan partai koalisi untuk tetap bertahan di koalisi atau keluar dari poros.

Disamping itu ketiga partai dinilai sulit berpisah. Sebab Demokrat dan PKS akan mendapatkan efek elektoral ketika mendukung Anies sebagai capres, dibandingkan mendukung tokoh lain di luar poros perubahan.

"Apalagi PKS dan Demokrat dinilai sebagai partai yang kerap mengkritisi kebijakan pemerintah sehingga sulit bagi kedua partai untuk hengkang dan bergabung ke koalisi lain," terangnya.

Hingga saat ini, Poros Perubahan yang terdiri dari koalisi Nasdem, PKS dan Demokrat masih belum menentukan pendamping Anies. Banyak spekulasi yang beredar soal kelanjutan poros ini, namun hingga kini ketiga parpol itu disebut masih cukup solid dalam mengusung Anies.

Terbaru Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengatakan bahwa saat ini pihaknya terus menjalin komunikasi koalisi dengan Partai Nasdem dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Dalam ikhtiar tersebut, jelasnya tak boleh ada sikap saling memaksakan kehendak.

AHY menekankan Koalisi harus terbentuk ketika ada konsensus antara semua partai politik yang ingin bekerja sama. Sebab, konsensus tersebut merupakan cara untuk mendapatkan restu dan menghadirkan kemenangan.

"Sebuah poros alternatif, sebuah poros perubahan, yang bisa membawa aspirasi dan harapan masyarakat Indonesia. Karena kami ingin meyakinkan Indonesia bisa berubah lebih baik tentunya dan melalui koalisi ini mudah-mudahan terbuka jalan itu," ujar AHY.

Menurut dia, dalam proses penentuan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) harus dilandasi dengan keyakinan, bukan sikap saling memaksakan kehendaknya masing-masing.

Sementara itu Ketua DPP Partai Nasdem, Effendy Choirie atau Gus Choi mengatakan bahwa sosok calon wakil presiden (cawapres) untuk Anies Baswedan masih terus dibahas. Ia juga telah mendengarkan aspirasi dari internal partainya di tingkat bawah hingga atas terkait sosok tersebut.

Salah satunya adalah usulan untuk menggandeng sosok yang berafiliasi dengan Nahdlatul Ulama (NU). Sejumlah nama bahkan disebutnya, seperti Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Wakil Gubernur Jawa Tengan Taj Yasin Maimoen, hingga Zannuba Ariffah Chafsoh atau Yenny Wahid.

"Kalau obrolan-obrolan di pengurus Nasdem, level-level bawah, level menengah, sampai level atas yah intinya antara lain ya dari lingkungan NU. Nah kader-kader NU itu ya, yang masih netral belum berpolitik praktis," ujar Gus Choi kepada wartawan, Kamis (12/1).

Tokoh-tokoh NU tersebut dinilainya belum masuk ke dalam ranah politik praktis, karena bukan merupakan kader partai. Tak seperti Abdul Muhaimin Iskandar yang merupakan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang sudah digandeng berkoalisi dengan Partai Gerindra.

 
Berita Terpopuler