Aktivis: Bukan Lagi Soal Ekonomi, Pemicu KDRT Paling Sering Akibat Perselingkuhan

Kasus perselingkuhan meningkat seiring makin mudahnya orang berkomunikasi di medsos.

www.rawpixel.com
Perselingkuhan (ilustrasi). Kasus KDRT di Lebak, Banten, belakangan didominasi oleh perselingkuhan, bukan lagi motif ekonomi.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Aktivis perempuan Ratu Mintarsih mengatakan perselingkuhan menjadi penyebab terbanyak terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Kehadiran orang yang ketiga menimbulkan percekcokan dan perselisihan pasangan suami-istri.

"Perselingkuhan yang berujung terjadinya perselisihan itulahnya yang mendorong terjadinya KDRT," kata Mintarsih di Lebak, Banten, Senin (17/10/2022).

Baca Juga

Mintarsih juga menyatakan kemudian berkomunikasi seiring dengan kemajuan teknologi menjadi salah satu penyebab terjadinya kasus perselingkuhan. Orang bisa saja berselingkuh dengan teman sekolah, teman kuliah, teman masa remaja, maupun teman baru yang dikenal  melalui media sosial dan Whatsapp.

Menurut Mintarsih, kasus KDRT cenderung meningkat akibat kemudahan untuk perselingkuhan dengan menggunakan teknologi digitalisasi secara online itu. Saat ini, terjadi KDRT di masyarakat berbagai strata sosial baik orang yang memiliki pendidikan tinggi, jabatan, artis, hingga orang tak berpunya.

Menurut Mintarsih, saat ini, penyebab pemicu KDRT itu bukan ekonomi lagi. Sebab, banyak orang dari golongan keluarga tidak mampu, namun tetap harmonis dalam membangun rumah tangganya.

Belakangan, Mintarsih jarang menemukan kasus KDRT di masyarakat dari kalangan keluarga pemulung hingga buruh bangunan, penarik becak, dan ojeg di Lebak. Namun, saat ini kasus yang menonjol adalah kekerasan seksual terhadap anak.

Mintarsih mengatakan untuk mencegah KDRT tentu kedua belah pihak antara suami dan istri harus saling mengenal kekurangan dan kelebihan karakter masing-masing. Apabila, mereka dapat menyatukan, juga memahami untuk saling mengenal kekurangan dan kelebihan karakter itu dipastikan tidak akan terjadi KDRT.

Mintarsih mengingatkan bahwa prinsip perkawinan bertujuan membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warohmah atau rumah tangga yang tentram, penuh kasih sayang dan rahmat. Selain itu, dalam rumah tangga tentu juga harus memahami agama, karena pertanggungjawabanya hingga akhirat nanti.

"Saya meyakini bila mereka saling mengenal karakter masing-masing dan memahami agama dalam rumah tangga dipastikan tidak akan terjadi KDRT," kata Mantan Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Lebak.

Mintarsih mengatakan pihaknya sangat mendukung KDRT diproses secara hukum. Saat ini, kasus KDRT sudah memiliki Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

"Kami kerap kali mendampingi korban KDRT mulai pelaporan hingga proses sidang di pengadilan negeri," kata Mintaris yang juga ketua Gerakan Organisasi Wanita (GOW) Lebak.

 
Berita Terpopuler