Benarkah Vape Bisa Sebabkan Kanker Paru?

Sama seperti rokok konvensional, vape juga bisa sebabkan masalah kesehatan.

Republika/ Wihdan
Aneka varian cairan rokok elektrik (vape). Vaping bukan pilihan yang tepat untuk berhenti merokok, menururt Profesor Charles Swanton dari Cancer Research UK.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Walau tidak memiliki kandungan nikotin sebanyak rokok konvensional, rokok elektrik atau vape tetap menyebabkan masalah pada kesehatan. Penggunanya rentan mengalami batuk hingga potensi kanker paru, menurut Medical Underwriter Sequis dr Debora Aloina Ita Tarigan.

"Pada vape terdapat kandungan karsinogen dan nikotin yang berpotensi menyebabkan iritasi tenggorokan dan gangguan saluran pernapasan," kata dia melalui siaran pers, Rabu (14/9/2022).

Debora menjelaskan, paparan rokok asap vape tidak hanya berbahaya bagi penggunanya, tapi juga bagi sekelilingnya terutama anak-anak karena daya tahan tubuh mereka belum sekuat orang dewasa. Asap vape juga dapat menempel pada permukaan benda dan berpotensi masuk ke dalam organ tubuh.

Menurut Debora, asap atau uap dengan nikotin yang terkandung dalam vape dapat menyebabkan adiksi jangka panjang. Paparan asap rokok konvensional maupun vape, termasuk juga polutan, bahan kimia, atau radiasi dapat menyebabkan radang dan iritasi pada paru.

Baca Juga

Peradangan ini dapat berlangsung singkat hingga kronis. Kemudian, apabila terjadi iritasi berkepanjangan maka berpotensi merusak organ pernapasan dan memicu penyakit kritis, seperti kanker paru kronis dan penyakit jantung.

"Gejala kanker paru biasanya tidak dapat dideteksi cepat dan awam, dibutuhkan serangkaian pemeriksaan fisik maupun laboratorium, seperti pemeriksaan dahak, X-Ray, CT scan paru, biopsi paru, dan bronkoskopi untuk menegakkan diagnosis kanker paru," ujar Debora.

Debora menyarankan para perokok dan pengguna vape meninjau kembali kebiasaan mereka dengan mengurangi hingga benar-benar berhenti merokok dan menggunakan vape. Dia juga mendorong masyarakat menerapkan pola hidup sehat dengan mengonsumsi makanan bergizi seimbang, rutin berolahraga, dan diimbangi dengan istirahat yang cukup.

Masyarakat juga perlu melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin untuk mencegah kanker paru, mulai dari pemeriksaan kesehatan standar hingga rontgen dada atau CT scan paru. Debora menambahkan, saat ini terdapat sejumlah pilihan pengobatan penyakit kanker paru, yakni pembedahan atau operasi, target terapi, radioterapi , dan kemoterapi.

Pengobatan dengan kemoterapi hanya dapat dilakukan ketika karsinoma sel kecil telah menyebar ke bagian tubuh lainnya sehingga tidak mungkin dilakukan pembedahan. Terapi ini membutuhkan tindakan medis berbiaya besar, waktu yang panjang, peralatan medis yang lengkap dan canggih mulai dari rawat jalan, rawat inap, dan rawat jalan pascarawat inap.

Sementara itu, para ilmuwan internasional telah memperingatkan bahwa vaping dapat menyebabkan kanker dengan cara yang sama seperti polusi udara. Profesor dari The Francis Crick Institute dan kepala klinisi Cancer Research UK, Charles Swanton menyebut vaping hampir bisa dipastikan lebih aman daripada merokok, namun tetap vaping bukan pilihan yang tepat untuk berhenti merokok.

"Mungkin lebih aman, tapi tidak berarti aman," kata Swanton, dilansir The Sun, Rabu (14/9/2022).

Swanton menjelaskan bahwa tidak ada jaminan bahwa vape tidak akan menyebabkan kanker paru-paru 10 tahun lagi. Komentar Swanton muncul ketika ilmuwan Crick memperingatkan polusi udara dan iritasi dapat memicu peradangan melalui proses penyembuhan yang "membangunkan" sel-sel yang tidak aktif.

Sel-sel ini bisa saja membawa mutasi yang dapat menyebabkan kanker. Ilmuwan khawatirkan vape dapat memicu proses yang sama.

 
Berita Terpopuler