Statistik NHS Digital Ungkap Gangguan Pernapasan Akibat Vape Makin Banyak

Orang Inggris yang butuh perawatan akibat gangguan pernapasan terkait vape meningkat.

Republika/ Wihdan
Aneka varian cairan rokok elektrik (vape). Inggris mencatat kenaikan kasus masalah pernapasan akibat penggunaan vape.
Rep: Rahma Sulistya, Meiliza Laveda Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Jumlah orang yang membutuhkan perawatan karena gangguan pernapasan di Inggris kian meningkat. Mereka kebanyakan mengalami masalah tersebut akibat sering menghisap vape.

Para pejabat kesehatan di Inggris kini sedang mempertimbangkan rencana untuk meresepkan vape "baik" dalam membantu menghentikan kebiasaan merokok. Padahal, statistik NHS Digital menunjukkan bahwa rumah sakit di Inggris mencatat 177 penerimaan pasien dengan masalah terkait vape pada 2020.

Baca Juga

Angka tersebut hampir dua kali lipat pada 2021, yakni menjadi 337 kasus. Banyak model vape baru yang dijual online mengandung kadar nikotin yang tinggi dan itu membuat vape kian tak aman, terlebih bagi anak muda.

"Saya melihat seorang anak muda harus menggunakan alat bantu jantung akibat vape," kata dokter anak Prof Andrew Bush.

Dilansir The Sun, Senin (13/6/2022), Public Health England pernah menyatakan bahwa vape 95 persen lebih aman daripada rokok. Padahal, menurut Prof Bush, tidak ada data yang mendukung itu sama sekali.

Sementara itu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) membunyikan alarm tentang penggunaan rokok elektronik pada remaja. Peringatan itu muncul setelah hasil studinya memperlihatkan bahwa remaja yang telah menggunakan rokok elektronik aneka rasa jumlahnya telah mencapai dua juta.

Studi yang dilakukan CDC bersama Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) itu juga menemukan lebih dari 80 persen siswa sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) menggunakan rokok elektronik berperasa pada 2021. Sejak 2014, rokok elektronik paling sering digunakan di kalangan remaja AS.

Dari siswa yang disurvei, 43,6 persen siswa SMA dan 17,2 persen siswa SMP telah menggunakan rokok elektronik dalam sebulan terakhir. Dari jumlah tersebut, 27,6 persen siswa SMA dan 8,3 persen siswa SMP mengaku menggunakannya sehari-hari.

Pandemi Covid-19 nyatanya tidak menghambat akses anak terhadap rokok elektronik. Direktur Pusat Nasional CDC untuk Pencegahan Penyakit Kronis dan Promosi Kesehatan, Karen Hacker, mengatakan bahwa penggunaan rokok elektronik tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius.

"Sangat penting untuk terus bekerja sama dalam melindungi anak muda dari risiko yang terkait dengan penggunaan produk, termasuk rokok elektronik," kata Hacker, dilansir Fox News, Jumat (10/1/2022).

Meski elektronik, vape tetap mengandung nikotin. Ada risiko kesehatan dari penggunaannya, mulai dari aspek kognitif hingga kecanduan.

 
Berita Terpopuler