Jerman Siapkan 65 Miliar Euro untuk Hadapi Naiknya Harga Energi

Jerman siapkan dana 65 miliar euro untuk siasati inflasi dan tingginya harga energi

AP/Stefan Sauer/dpa
Pipa Nord Stream 1 Laut Baltik dan stasiun transfer pipa gas OPAL, Baltic Sea Pipeline Link, di Lubmin, Jerman. Negara tersebut akan menyiapkan dana sebesar 65 miliar euro untuk menyiasati lonjakan inflasi dan tingginya harga energi.
Rep: Kamran Dikarma Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN – Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan, negaranya akan menyiapkan dana sebesar 65 miliar euro untuk menyiasati lonjakan inflasi dan tingginya harga energi. Hal itu diumumkan setelah Rusia melanjutkan penangguhan pasokan gas ke negara tersebut.

“Warga Jerman berdiri bersama dalam masa yang sulit. Sebagai sebuah negara, kita akan melewati masa sulit ini,” kata Scholz dalam sebuah konferensi pers Ahad (4/9/2022) lalu.

Dia mengaku sangat menyadari bahwa banyak warga Jerman berjuang menghadapi kenaikan harga energi. Scholz menekankan, pemerintahannya siap turun tangan dan membantu. “Kami menanggapi kekhawatiran ini dengan sangat, sangat serius,” ucapnya.

Dana 65 miliar euro yang hendak disiapkan pemerintahan Scholz, sebagian di antaranya akan disalurkan kepada warga dalam bentuk bantuan langsung tunai. Kelompok pekerja, misalnya, bakal memperoleh satu kali bantuan sebesar 300 euro. Pemerintah Jerman juga berencana memberi nominal setara bagi kelompok lainnya.  

Kalangan pensiunan direncanakan turut menerima 300 euro dari pemerintah. Sementara kelompok pelajar akan memperoleh 200 euro. Untuk menjaga harga energi lebih rendah bagi individu dan rumah tangga, pemerintah mengumumkan "rem harga" bagi produk tersebut.  Pemerintah Jerman berencana menawarkan jumlah energi dasar yang akan ditentukan kepada semua dengan tariff lebih rendah.

Selain itu, pemerintah Jerman juga akan mengembangkan program “tiket 9 euro”, yakni tiket terusan nasional yang memungkinkan warga melakukan perjalanan tanpa batas dengan angkutan umum lokal dan regional. Tiket 9 euro per bulan diumumkan selama tiga bulan pada awal Juni lalu sebagai bagian dari program pemerintah yang dimaksudkan membantu memerangi tingginya inflasi dan kenaikan harga bahan bakar.

Pada Sabtu (3/8/2022) lalu, perusahaan gas Rusia, Gazprom, telah mengumumkan bahwa mereka tidak akan memulai kembali pengiriman gas ke Jerman lewat jaringan pipa Nord Stream. Mereka mengklaim menemukan kebocoran pada Nord Stream. Artinya suplai gas dari fasilitas tersebut bisa terhenti tanpa batas waktu yang ditentukan.


Baca Juga

Pada 31 Agustus lalu, Gazprom mengumumkan penangguhan suplai gas lewat Nord Stream dengan alasan adanya pekerjaan pemeliharaan di unit kompresor gas. Mereka mengungkapkan, pekerjaan tersebut bakal berlangsung hingga 3 Agustus. Namun dengan pengumuman terbarunya, Gazprom berarti belum akan memulai lagi pengiriman gasnya ke Jerman.

Jerman telah mengkritik keputusan Gazprom. Menurut Berlin, penangguhan pasokan gas karena adanya pekerjaan pemeliharan hanyalah dalih. Mereka menilai, penghentian sementara pengiriman gas oleh Rusia merupakan keputusan politik. Moskow telah membantah anggapan bahwa mereka menggunakan pasokan energi sebagai senjata ekonomi melawan negara-negara Barat yang mendukung Ukraina.

Jerman adalah salah satu negara yang sangat bergantung pada suplai gas Rusia. Menurut Badan Jaringan Federal Jerman, sektor industri di negara tersebut mengonsumsi gas 21,3 persen lebih sedikit pada Juli lalu dibandingkan rata-rata bulan yang sama dari 2018 hingga 2021. Menyadari ketergantungan pasokan gas dari Rusia, Jerman kini tengah berusaha mencari alternatif lain.

Saat ini harga energi di Eropa mengalami lonjakan. Hal itu karena Rusia telah membatasi pasokan gasnya ke wilayah tersebut sejak pecahnya konflik di Ukraina. Bulan lalu Gazprom mengumumkan bahwa mereka akan memangkas pasokan gas alam lewat pipa Nord Stream hingga 20 persen dari kapasitas atau menjadi 33 juta meter kubik per hari. Gazprom beralasan, langkah itu diambil karena adanya perbaikan peralatan. 

 
Berita Terpopuler