Kala Pasien Covid-19 Semakin tak Munculkan Gejala Khas Terinfeksi Corona

Subvarian BA.5 menular lebih cepat dan pasien terinfeksi tak munculkan gejala khas.

ANTARA/Ari Bowo Sucipto
Vaksinator menyiapkan vaksin Covid-19 penunjang (booster) Sinopharm sebelum disuntikkan. Kasus Covid-19 di Indonesia saat ini sedang kembali meningkat dipicu penularan Omicron subvarian BA.5. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Rr Laeny Sulistyawati, Dian Fath Risalah, Dessy Suciati Saputri 

Baca Juga

Kasus Covid-19 di Indonesia saat ini tengah mengalami kenaikan kembali dipicu penularan Omicron subvarian BA.5. Menurut Ketua Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Prasenohadi, subvarian baru Covid-19 semakin tidak menunjukkan kekhasan gejala saat menginfeksi seseorang.

"Awalnya itu bersarang di saluran pernapasan atas. Tetapi kenyataannya, dengan perjalanan waktu, ternyata virus ini mampu mencapai organ-organ tertentu. Makanya kenapa sekarang gejalanya menjadi tidak khas," kata Prasenohadi dalam seubah diskusi di Jakarta, Jumat (26/8/2022).

Prasenohadi menuturkan pada mulanya, infeksi akibat Covid-19 menyerang saluran pernapasan bagian atas. Gejala yang diderita oleh pasien juga berupa batuk, pilek, demam seperti influenza atau ditambah dengan sesak nafas bila bergejala sedang hingga berat.

Pada kasus varian Delta, gejala yang paling banyak dilaporkan oleh penderita berupa sesak napas. Sedangkan pada kasus varian Omicron, gejala yang paling banyak dirasakan adalah batuk.

Hal itu kemungkinan disebabkan karena antibodi yang meningkat karena tingginya cakupan vaksinasi atau Omicron yang lebih lemah dari keganasan Delta. Namun, seiring berjalannya waktu, ditemukan pula orang yang terpapar Covid-19 justru memiliki gejala seperti diare.

Prasenohadi menjelaskan kekhasan yang semakin hilang itu, disebabkan karena virus dapat menyebar ke sejumlah organ tubuh tertentu dan mengganggu fungsi organ berjalan dengan baik seperti biasa.

"Sering ditemukan orang dengan diare ternyata begitu diusap (swab), PCR positif dan dia keluhannya hanya diare atau pasien dengan kelelahan dan kesadaran menurun. Itu karena bisa menyerang otak, menyerang usus, ginjal dan sebagainya," ucap dokter yang juga bekerja di RSUP Persahabatan itu.

Penyebab lainnya yakni ditemukan bahwa virus akan mengenai organ yang dianggapnya lemah. Sehingga, keluhan akan gejala yang dirasakan pasien sudah tidak dapat lagi dikatakan khas.

Dari beberapa pemeriksaan Covid-19 yang dirinya lakukan, ditemukan bahwa ada pasien yang telah dinyatakan negatif Covid-19 justru tiba-tiba mengalami gangguan ginjal atau jantung. Adapula pasien yang mengaku merasa lebih cepat lelah hingga mengalami gangguan pembekuan darah.

"Itu bisa berlangsung lama, beberapa pasien saya sudah lama menderita Covid-19. Kemudian sudah sembuh, PCR sudah negatif tapi naik tangga tidak mampu, berjalan jauh juga tidak mampu, karena terjadi pembekuan darah," kata Prasenohadi.

Menurut Prasenohadi, meski pandemi kini didominasi oleh Omicron dengan varian BA.5, tidak menutup kemungkinan bila gejala yang dirasakan bisa sama seperti yang diakibatkan oleh varian Alfa atau Delta karena tergantung dari imunitas dan kondisi tubuh seseorang. Oleh karenanya, sembari pemerintah dan para ahli terus melakukan kajian, dirinya berharap semua pihak bekerja sama menekan penularan Covid-19 dengan tetap mematuhi protokol kesehatan dan mengikuti vaksinasi yang disediakan.

"Penyakit ini baru dua tahun, kita tidak tahu lima atau 10 tahun ke depan. Jadi manusia masih mempelajari Covid- 19 ini, berbeda dengan kita belajar menangani TBC atau asma atau pasien lainnya yang kita sudah tahu obatnya. Ini masih berjalan, semuanya masih di awang-awang," katanya.

Adapun, Guru Besar Departemen Patologi Klinik Universitas Kristen Krida Wacana Tonny Loho mengingatkan Omicron subvarian  BA.5 yang bisa menular lebih cepat. Ini terlihat dari jumlah kasus Covid-19 yang meningkat jika dibandingkan sebelumnya.

"Tampaknya subvarian BA.5 ini bisa menginfeksi lebih cepat. Ini terbukti dengan jumlah kasus Covid-19 yang terjadi kini tampaknya meningkat jika dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya," kata pria yang juga menjabat sebagai Anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia ini.

Tonny menambahkan, peningkatan kasus ini terlihat dari tes di laboratorium Polymerase Chain Reaction (PCR) dan hasilnya positif. Ia membandingkan jika sebelum subvarian BA.5 muncul, hanya sedikit sekitar 10 hingga 20 persen yang terkonfirmasi positif tetapi setelah ada sub varian baru ini maka yang hasil es laboratprium menunjukkan hasilnya meningkat.

"Sepertinya subvarian BA.5 ini lebih mudah menular," ujarnya.

Bahkan, ia mengakui orang yang sudah pernah terinfeksi virus ini bisa terinfeksi ulang (reinfeksi). Terkait orang yang pernah terinfeksi Covid-19 kemudian bisa reinfeksi, Tonny menjelaskan, prinsip dasar penyakit infeksi dipengaruhi oleh tiga komponen. Pertama adalah agent yaitu virus, kedua adalah host yaitu manusia yang terinfeksi, dan ketiga adalah environment atau lingkungan. 

"Artinya bagi mereka yang sudah divaksin Covid-19 namun ada di kerumunan banyak orang, ketika makan bersama membuka masker kemudian berinteraksi maka disitulah bisa terkonfirmasi positif Covid-19," katanya.

Bahkan, bila virus ini terhirup di hidung dan saluran napas bawah orang tersebut maka membuat orang ini terinfeksi Covid-19 lagi. Bedanya jika orang ini sudah pernah terpapar virus atau sudah divaksin Covid-19 setelah dimasuki virus ini lagi dalam tubuh kemudian sistem pertahanan tubuh yaitu seluler yang memiliki antibodi terhadap virus kemudian pertahanan tubuh yang ada bekerja bersama untuk mengatasinya.

"Sedangkan kalau dalam jumlah banyak dan punya komorbid maka mungkin membuat kondisinya lebih berat," ujar Tonny.

 

Pada konferensi pers Selasa (23/8/2022) lalu, Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin mengingatkan masyarakat untuk tetap mewaspadai potensi munculnya varian baru Covid-19 akibat melonjaknya kasus harian di berbagai negara seperti Jepang dan sejumlah negara di Eropa. Karena, besar kemungkinan akan muncul varian Covid-19 baru ketika kasus konfirmasi mengalami peningkatan yang sangat signifikan.

"Kasus konfirmasi harian setinggi ini pasti akan mengakibatkan terjadinya mutasi dan timbulnya varian baru. Pasti akan timbul varian baru karena adanya kasus konfirmasi setinggi ini. Itu membuat Indonesia harus siap-siap," kata Budi.

Oleh karenanya, Presiden Joko Widodo menginstruksikan Kemenkes RI mencanangkan vaksinasi Covid-19 massal pada akhir tahun untuk mencegah lonjakan kasus pada awal tahun 2023. "Sesuai arahan Bapak Presiden nanti rencananya di akhir tahun kita akan melakukan vaksinasi, terutama diarahkan bagi golongan yang memang imunitasnya rendah," kata Budi.

Mantan Wakil Menteri BUMN itu menyampaikan, sasaran vaksinasi akan dilakukan terhadap masyarakat yang mengalami penurunan antibodi Covid-19. Untuk mengetahui sasaran vaksinasi tersebut, Kementerian Kesehatan akan kembali melakukan sero survei pada Novembet.

Hasil survei tersebut akan memetakan kadar antibodi Covid-19 di setiap daerah. Pemerintah pun akan menggelar vaksinasi di wilayah-wilayah yang masyarakatnya memiliki antibodi rendah.

Namun Budi optimistis Indonesia tidak mengalami perburukan kondisi. Alasannya, berdasarkan hasil sero survei per Juli 2022 yang dilakukan pihaknya bersama Tim FKM UI menyatakan sebanyak 98,5 persen penduduk Indonesia sudah memiliki antibodi atau kekebalan tubuh terhadap virus Corona.

"Memang terbukti populasi masyarakat Indonesia sudah sangat terlindungi level antibodinya," ujar Budi.

Budi menambahkan, ujian yang akan dihadapi Indonesia adalah memperthankan kasus konfirmasi tetap stabil hingga 6 bulan ke depan. Bila berhasil, Indonesia terbukti bisa menangani pandemi ini 12 bulan berturut-turut.

Satgas Penanganan Covid-19 juga mengingatkan agar masyarakat mempersiapkan diri menghadapi munculnya varian baru Covid-19 pada tahun depan. Meskipun, gejala yang akan ditampakkan dari varian baru tersebut diprediksi tidak akan terlalu parah dibandingkan varian sebelumnya.

 

“Pada prinsipnya secara ilmiah, karena kekebalan sudah terbentuk dari beberapa dosis yang sudah diterima sebagian populasi, maka manifestasi gejala yang ditampakkan pun tidak akan terlalu parah,” ujar Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito saat konferensi pers yang disiarkan melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (26/8/2022).

Namun demikian, suntikan vaksinasi yang sudah diterima masyarakat tak bisa memberikan perlindungan 100 persen dari penularan virus. Hal ini terbukti dari adanya fenomena reinfeksi di masyarakat.

Wiku mengatakan, kondisi ini bisa terjadi karena imunitas yang melemah akibat padatnya aktivitas, invasi varian baru, maupun karena transmisi komunitas yang juga tinggi.

“Untuk itu kita perlu disiplinkan kembali perilaku kita dalam memakai masker, mencuci tangan sebelum dan sesudah aktivitas, tidur cukup kita 7-8 jam dan tetap aktif secara fisik dengan berolahraga,” jelasnya.

 

Ketentuan vaksinasi booster yang terbaru - (Republika)

 

 
Berita Terpopuler