Genjer Genjer-nya Nyoto, Konser Dream Theater Zaman Cak Imin dan Munajat Cinta Prabowo

Musik dan lagu hingga konser sudah mulai di pakai dalam kampanye politik

ANTARA/NICOLOUS IRAWAN
Penampilan grup musik Dream Theater saat tampil pada konser Top Of The World Tour di Halaman Parkir Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah, Rabu (10/8/2022). Dream Theater menggelar konser selama dua jam membawakan lagu dari koleksi album terbaru mereka A View From The Top Of The World.
Red: Muhammad Subarkah

Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika

Kenyataan politik memang sebuah layaknya mimpi yakni sebuah hal yang selalu dibayangkan. Alhasil, bayang-bayang itu sudah terlihat semburat sejak dua tahun sebelum ajang Pilpres yang akan digelar pada bulan ketiga tahun 2004. Meskipun masih jauh, tapi uap dan bau persaingan panasnya, kini sudah tercium ke mana-mana

Bahkan, tak hanya itu saja, arena kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) pusat juga sudah merambah jauh seakan panggung pertunjukan musik. Ini tercermin jelas kala aktivis Partai Gerindra dan PKB datang untuk mendaftarkan diri sebagai peserta pemilu. Mereka ramai-ramai menyanyikan lagu hits ‘Munajat Cinta’ karya Ahmad Dhani yang juga menjadi salah satu kader partai.

Hal yang sama juga terjadi dalam pertunjukan grup rock asing, Dream Theater yang kemarin manggung di Solo, kampung halaman Presiden Jokowi dan Gibran Rakabuming Raka. Begitu juga dengan Anies yang tampak mengumpulkan massa melalui berbagai ajang musik di Jakarta Internasional Stadium.

Maka rak heran pula ketika di Solo di tengah keriuhan fans lagu rock Dream Teater terselip wajah-wajah merekea yang kerap disebut akan menjadi 'idola' pemimpin yang akan datang seperti gubernur hingga presiden. Jadi tak usah heran bila di konser grup itu terselip wajah di antara penonton seperti Muhaimin Iskandar yang akan maju pilpres bersama Prabowo, Ganjar Pranowo gubernur yang diduga akan menjadi pesaing Puan Maharani berebut tiket pilpres dari PDI Perjuangan, hingga putra Presiden Jokowi Rakabuming Raka yang kini menjabat sebagai wali kota Solo dan sudah banyak disebut akan maju dalam pencalonan Pilgub Gubernur Jawa Tengah atau DKI Jakarta.

Wajah-wajah politisi itu hadir dan menampakkan diri pada ajang konser 'Dream Thetar' yang pintu masuknya sudah dijejali masa semenak pukul 17.00 WIb. Ini unik sebab teraba juga konser itu dipakai sebagai ajang pengenalan sosok pilpres secara masif ke publik. 

Apalagi kemudian diberbagai masa muncul foto mereka. Misalnya, dalam kasus Dream Theater sosok Muhaimin dengan memakai kaos hitam dan celaka panjang hitam dengan mengacungkan simbol tiga jari ala musik cadas. Sekilas memang keren, tapi lucu sebab musik cadas sebenarnya bukan musik pribadi mereka yang besar pada tradisi musik dan tembang Jawa atau pun musik rebana, gambus ala Nasidia Ria yang dikenal akrab mereka karena selalu diputar dalam berbagai ajang acara di kampung-kampung dan pesantren mereka setiap hari.

Muhaimin Iskandar mengacungkan salam metal tiga jari di depan masa ajang konser Dream Theater di Solo (11/8/2022) - (istimewa)

Kehadiran mereka berhimpitan waktunya ketika ribuan fans Dream Theater telah memadati Stadion Manahan Solo untuk menyaksikan konser band rock legendaris asal Amerika Serikat tersebut. Bahkan penonton telah memasuki venue konser, begitu pintu masuk penonton dibuka pada pukul 17.00 WIB. 

Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar terlihat di antara ribuan fans Dream Theater. Cak Imin tiba di  ajang konser itu, yakni di Stadion Manahan Solo sekitar pukul 19.35 WIB. Dia tiba bersama rombongannya. Cak imin mengenakan kostum serba hitam, yakni kaus hitam Dream Theater.

Senada dengan itu, sebelumnya kala dijumpai di Rumah Dinas Loji Gandrung, Selasa, 9 Agustus 2022, Gibran mengungkapkan jika konser tersebut akan dihadiri sejumlah tamu penting. 

“Pak Gubernur, Ganjar. Ada beberapa juga (tamu VVIP), lupa namanya. Ada ketua umum partai juga,” kata dia.

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) bersalam komando dengan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (kanan) usai mendaftarkan partainya masing-masing sebagai calon peserta Pemilu 2024 di Gedung KPU, Jakarta, Senin (8/8/2022).(ANTARA/Indrianto Eko Suwarso)

 

 

Dari Genjer-genjer Ala Nyoto, Oma Irama, Hingga Munajat Cinta

Dalam soal musik dan politik, salah satu lagu yang begitu melekat di publik adalah lagu Genjer-Genjer karya musisi asal Banyuwangi, Moh Arief. Lagu yang dibuat pada tahun 1940-an dengan menggunakan bahasa Jawa ala Banyuwangi ‘osing’ adalah awalnya lagu daerah atau lagu rakyat biasa.

Tapi lagu Genjer-Genjer, pada awal 1960-an dipompa kepopulerannya oleh tangan dingin petinggi PKI, Nyoto. Dia menjadikan lagu ini menjadi identitas partainya selaku pembela ‘wong cilik’ yang papa, yakni kaum miskin kota dan penduduk desa yang kebanyakan petani yang tak punya tanah (buruh tani).

Lagu ini kemudian diperdengarkan di berbagai ajang rapat  partai itu. Dari sanalah lagu ini mengalun luas. Lagu ini menjadi tip hits zaman itu. Dari orang tua hingga anak kecil menyanyikan lagu ini.

’’Ketika saya mengajar di sekolah, tiba-tiba dalam pelajaran menyanyi di kelas, anak-anak murid saya meminta menyanyikan lagu Genjer-genjer itu. Lalu saya tanya: kenapa lagu itu? Jawab mereka dengan polos: lagu itu enak ibu,’’ kata seorang ibu guru pensiunan mengenangkan kala dia mengajar di sebuah sekolah di Banyumas pada awal 1960-an. Dia pun melanjutkan kisahnya bila lagu Genjer-Genjer itu juga dinyanyikan secara meluas oleh para pengamen yang keliling kampung dengan iringan tetabuhan kentrung (kendang keci).

‘’Pokoknya terkenal sekali. Setiap kali ada pengamen maka mereka nyanyi lagu Genjer-Genjer,’’ ujar ibu yang kini telah berusia 82 tahun. Lagu ini kontan raib dari pendengaran publik meski sempat dinyanyikan dengan sangat merdu dalam rekaman piringan hitam oleh Bing Slamet. Penyebabnya pada era Orde Baru lagu ini diidentikan dengan PKI.

Gubernur Jateng Ganjar Pranowo berfoto bersama istri dan dua anaknya di sela-sela menonton pertunjukan Dream Theater di Jogjarockarta International Rock - ()

Keriuhan musik menjadi identitas politik, setelah lagu Genjer-Genjer bersambung ke era Oma Irama. Dia terang-terangan menjadikan lagunya menjadi identitas Islam, yakni sebagai ekspresi partai berlambang Ka’bah yang menjadi oposan utama Orde Baru: PPP. 

Maka berkat lagu-lagu Oma, panggung kampanye PPP selau riuh dijubeli masa. Partai Golkar kala itu pun tak mau kalah. Mereka kerahkan para penyanyi sekaligus juga menguasi sajian musik di panggung televisi (TVRI) dengan mengerahkan rombongan artis yang disebut sebagai ‘Artis Safari’. Fenomena ini memuncak dengan lagu karya Titiek Puspa yang bertajuk ‘Pak Harto bapak pembangunan’!

Menariknya, melewati masa reformasi, baru pada periode pemilihan presiden langsung yang kedua, lagu dan musik menjadi pesan politik muncul kembali. Lagu-lagu ‘Ada Pelangi di Matamu’ dari grup rock Jamrud sampai lagu bertema religi ‘Sajadah Panjang’ dari grup musik pop Bimbo, mengiringi pentas politik itu.

Jadi bila hari ini lagu-lagu band metal ala Dream Theatar riuh meraung di telinga Cak Imin, Ganjari hingga Gibran tak usah heran. Lagu grup itu yang memekakan telinga dia rasakan lagu  yang menentramkan. Lagu cadas yang hingar bingar itu tak beda dengan lagu melankoli dari Ahmad Dhani yang kehilangan kekasih ‘Munajat Cinta’. Semuanya lagu itu kini menjadi berkelindan dengan tema politik.

Maka ojo gumunan (jangan suka heran). Ingat Tidak ada barang yang benar-benar baru di bawah terik matahari..!

 

 

 

 
Berita Terpopuler