Anaknya Koma Akibat Challenge Medsos, Keluarga Perjuangkan Alat Bantu Hidup tak Dicopot

Keluarga punya satu kesempatan terakhir agar alat bantu hidup Archie tak dicopot.

PA
Seorang anak asal Inggris yang menjadi korban tantangan medsos, Archie Battersbee, dicium kakaknya, Tom Summers, di rumah sakit. Archie menderita mati otak setelah mengikuti tantangan ligature over head challenge yang membuat dirinya pingsan.
Rep: Umi Nur Fadhilah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR) menolak turun tangan dalam perjuangan keluarga agar alat bantu hidup bagi Archie Battersbee tetap terpasang. Dikutip dari AP pada Kamis (4/8/2022), ECHR tidak akan mencampuri keputusan pengadilan Inggris yang mengizinkan pencopotan alat bantu hidup bagi anak korban challenge di media sosial itu.

Ibu Archie, Hollie Dance, mengatakan dia merasa benar-benar putus asa setelah penolakan ECHR. Keluarga Archie punya satu kesempatan terakhir untuk memilih di mana Archie akan menghabiskan saat-saat terakhirnya.

Pengacara keluarga harus mengajukan permohonan ke Pengadilan Tinggi di London pada Kamis sebelum pukul 09.00 waktu setempat untuk memindahkan Archie dari Royal London Hospital. Jika tidak ada pengajuan yang dibuat untuk memindahkan Archie ke rumah sakit lain tepat waktu maka dukungan hidupnya akan dimatikan pada pukul 11.00 waktu setempat.

Baca Juga

Hollie mengatakan, keluarga terus berjuang melawan keputusan pengadilan, yang meminta mereka memilih tempat Archie menghabiskan masa terakhir perawatannya. "Kami akan berjuang sampai akhir. Kami akan memperjuangkan hak anak saya untuk hidup," kata Hollie, dilansir The Sun, Kamis (4/8/2022).

Archie mengalami koma dengan kerusakan otak setelah mengikuti tantangan media sosial berakhir gagal pada April. Ia tidak sadarkan diri di rumah saat mengikuti tantangan ligature over head challenge. Archie tetap hidup dengan kombinasi intervensi medis, termasuk ventilasi dan perawatan obat, di rumah sakit di Whitechapel, London Timur.

Namun, Barts Health NHS Trust meyakini kondisi Archie terlalu tidak stabil untuk dipindahkan ke tempat lain. Perjalanan dengan ambulans kemungkinan besar malah akan mempercepat kerusakan dini yang ingin dihindari keluarga, bahkan dengan peralatan perawatan intensif penuh dan staf dalam perjalanan.

Perintah Pengadilan Tinggi yang dikeluarkan pada Juli juga mengharuskan Archie tetap berada di Royal London Hospital, namun perawatannya dihentikan. Juru bicara keluarga mengatakan rumah sakit telah setuju untuk mengantar Archie.

"Rumah sakit dirancang dengan baik dan memang untuk perawatan paliatif dan pemulihan. Archie sekarang jelas dalam perawatan paliatif sehingga tidak ada alasan apa pun baginya untuk tidak menjalani saat-saat terakhirnya di rumah sakit," ujar juru bicara itu.

Hollie mengatakan dia ingin putranya meninggal dengan bermartabat di rumah sakit. Dia menanggapi penolakan ECHR dengan air mata berlinang.

"Satu hal yang akan saya katakan adalah, saya berjanji kepadanya bahwa saya akan berjuang sampai akhir dan itulah yang telah saya lakukan," kata Hollie.

Sang ibu nyaris berhasil menunda dokter mematikan alat bantu hidup Archie pada pukul 11.00 beberapa waktu lalu dengan banding pada menit terakhir. Namun, pengadilan secara resmi menolak permintaan mereka.

"Dokter memang salah. Saya mengatakan mereka salah dalam kasus ini. Mereka mengatakan Archie akan bertahan 24 jam, di sini dia masih berjuang. Ini adalah perjuangan untuk hidup anak saya dan saya melawan sistem terbesar. Saya tidak punya waktu untuk istirahat saat ini," ujar Hollie di luar Royal London Hospital setelah putusan.

Sebelum ke ECHR, keluarga Archie telah melewati Mahkamah Agung, di mana para hakim juga telah menyetujui bahwa ada pelanggaran hukum untuk mempertahankan perawatan yang menopang hidup anak berusia 12 tahun itu. Mereka mengatakan dukungan hidup yang berkelanjutan hanya akan "memperpanjang" proses kematiannya karena Archie tidak memiliki prospek pemulihan.

"Bahkan jika perawatan yang menopang hidup dipertahankan, Archie akan meninggal dalam beberapa pekan ke depan karena gagal organ dan kemudian gagal jantung. Perawatan medis 'hanya berfungsi untuk memperpanjang proses kematiannya'. Kesimpulan itu yang dicapai oleh hakim dengan penyesalan yang paling dalam," ujar pernyataan Mahkamah Agung.

 
Berita Terpopuler