Liberated Young People 'SCBD'

Media sosial TikTok memicu munculnya subkultur baru.

ANTARA/Muhammad Adimaja
Pegiat TikTok, Bonge (kanan) dan Jeje (kiri) menyapa dari atas mobil di kawasan Taman Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta, Kamis (14/7/2022). Belakangan viral fenomena Citayam Fashion Week, yakni para remaja yang berasal dari Citayam, Bojonggede, Depok saban hari nongkrong di Stasiun Dukuh Atas, Jakarta. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dadang Kurnia, Wahyu Suryana, Zainur Mashir Ramadhan

Baca Juga

Belakangan viral fenomena sekumpulan remaja berpakaian modis dengan gaya street-style saban hari nongkrong di Stasiun BNI City, Dukuh Atas, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta. Mereka bahkan menggelar 'peragaan busana' mondar-mandir di zebra cross dekat stasiun dengan label Citayam Fashion Week (CFW).

Guru besar bidang media Universitas Airlangga (Unair) Rachmah Ida, ikut mengomentari gelaran CFW itu. Prof Ida menilai, fenomena ini merupakan sebuah contoh ketika anak muda tidak mendapat ruang oleh budaya mainstream yang sering dikuasai mereka yang punya uang.

“Mereka melihat area tersebut merupakan ruang publik baru yang selama ini tidak mereka dapatkan di media massa atau ruang publik yang terlalu elite,” kata Ida, Rabu (20/7/2022).

Menurut Ida, tren busana yang selama ini disetir oleh kalangan menengah ke atas berusaha diubah oleh fenomena ini. Anak-anak muda tersebut, lanjut Ida, mencoba melakukan dekonstruksi terhadap barang-barang fashion yang tidak dapat dijangkau oleh orang-orang di jalan dengan menyajikan fashion jalanan yang tidak kalah menariknya.

"Tentunya dengan fashion yang biasa dinikmati oleh kalangan middle-upper class," ujarnya.

Menurut Ida, busana yang dipakai kumpulan remaja di Citayam itu mengartikulasikan kreativitas dalam berpakaian keren tanpa adanya merek-merek ternama dan elite. Mereka seolah ingin mengkomunikasikan bahwa ini adalah urban street fashion yang selama ini termarjinalkan, tidak diperhatikan, dan bahkan tidak mampu diakomodasi oleh media populer karena dianggap tidak laku.

Bila dilihat dari tampilan, kata Ida, gaya yang ditunjukan di CFW cenderung unik dan berbeda. Menurutnya, hal itu merupakan bentuk dari liberated young people, yakni keinginan anak muda untuk membebaskan diri dari kungkungan kapitalisme melalui busana.

Ida berpendapat, keberadaan media sosial TikTok dapat mendorong munculnya subkultur baru. TikTok menjadi media sosial gratis yang diminati, termasuk pada middle-lower class, sehingga subkultur yang selama ini termarjinalkan, tidak ada tempat, bisa menjadi bermunculan.

Ida pun memuji keberanian kelompok remaja di CFW yang menunjukan eksistensi lewat busana. Menurutnya itu merupakan sebuah keberanian mengutarakan kebebasan berpakaian.

“Selama ini, secara tidak sadar busana telah dikotak-kotakan. Ini busana identitas desa, identitas kota, dan sebagainya,” kata Ida.

Kemunculan fenomena CFW dimaknai Prof Ida sebagai kemunculan subkultur yang harus bisa diterima. Artinya, kata dia, jangan hanya budaya yang dimiliki kaum elite saja yang diterima, namun budaya yang lain juga punya kesempatan untuk menunjukan eksistensi identitas mereka.

Adapun sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Derajat Sulistyo Widhyarto menilai, Citayam Fashion Week bagian pembentukan budaya baru yang dilakukan anak muda, sehingga perlu diapresiasi. Salah satu karakter kaum muda pencipta budaya dan kebudayaan youth culture.

"Fenomena Citayam mempunyai efek budaya dari kebudayaan tersebut," kata Derajat.

Kemunculan mereka yang menggunakan area publik pusat kota sebagai lokasi unjuk ekspresi dan memilih gaya busana sebagai pilihan budaya baru dirasa brilian. Sebab, gaya busana bagian budaya yang bisa diterima seluruh lapisan masyarakat.

"Ruang kota menawarkan tantangan baru yakni kesempatan untuk mendorong pembentukan budaya mengikuti budaya yang bisa diterima adalah fashion," ujar Derajat.

Mereka yang melakukan peragaan busana umumnya dari kota-kota penyangga Jakarta. Bahkan, berasal dari keluarga menengah ke bawah, seakan menunjukkan melawan arus fenomena budaya konsumerisme dan pamer kemewahan pegiat medsos dan influencer.

Mereka memang kalah bertarung dengan kaum muda menengah ke atas yang sudah masuk ruang bisnis kota. Citayam representasi kaum muda menengah ke bawah dan menjadi bagian eksistensi baru mereka mengisi ruang kota dan pembentuk budaya muda kota.

Meski begitu, Derajat melihat, kaum muda ini juga menggunakan media digital demi memperkuat gaung ruang ekspresi budaya baru mereka. Kaum muda di sekitar Jakarta paham betul Jakarta ruang yang bisa mewakili daya tarik dan tingkatkan penonton.

"Maka, mereka dengan sadar menjadikan Jakarta sebagai ruang penciptaan budaya," kata Derajat.

Namun, salah satu yang disoroti oleh Derajat  cara gaya busana yang digunakan komunitas Citayam ini, memilih menggunakan baju pinjaman atau membeli dengan harga murah. Yang mana, berbeda dengan yang dilakukan oleh kaum muda perkotaan.

"Menggunakan baju pinjaman sampai membeli dengan harga murah, ini yang membentuk kritik konsumsi fashion kaum muda kota yang terjebak memakai baju produk industri," ujar Derajat.

In Picture: Pemprov DKI Akan Tertibkan Pengunjung SCBD Terkait PPKM Level 1

Sejumlah warga berbincang di kawasan Taman Stasiun MRT Dukuh Atas, Jakarta, Kamis (14/7/2022). Pemprov DKI Jakarta akan melakukan penertiban bagi masyarakat yang duduk-duduk dan berkumpul di kawasan tersebut diatas pukul 22.00 WIB, sesuai ketentuan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 1. - (ANTARA/Muhammad Adimaja)

Siti Yayaroh atau biasa disebut Kurma (16 tahun) menjadi salah satu dari sekumpulan remaja 'SCBD' atau singkatan dari Sudirman Citayam Bojonggede Depok. Kurma, begitu Siti ingin disapa, sengaja datang setiap hari ke kawasan Stasiun Dukuh Atas untuk unjuk gaya kekiniannya.

Menurutnya, tren tersebut dilakukan dia dalam lima bulan terakhir bersama teman-teman baru di sana.

“Biasa ke sini buat bikin konten sama catwalk di zebra cross itu,” kata Kurma sambil menunjuk ke arahnya.

Dalam pengakuannya, puluhan anak yang kerap berdatangan setiap hari ke sana sengaja berkomunitas dan membicarakan banyak hal. Utamanya, untuk berkonten ria dengan gaya pakaian yang berbeda dari umumnya.

 

“Di sini anak-anaknya baik, mereka kreatif,” tuturnya.

Sementara Ari (23), mengaku awalnya datang sendiri ke kawasan tersebut sebelum seramai saat ini. Baru sejak tahun lalu, kata dia, berbagai anak-anak muda dengan pakaian teruniknya datang meramaikan jalanan tersebut. Ari mengatakan, kondisi saat ini berbeda dibandingkan saat dia pertama membuat konten hampir dua tahun lalu.

 

“Bagus sih, sekarang jadi lebih ramai. Dari awalnya bikin konten, sekarang jadi banyak yang mejeng,” kata Ari yang perantauan dari Madura.

Dari aktivitas peragaan busana dan pembuatan konten di tempat itu pula, dia membanggakan dirinya yang hilir mudik ke berbagai konten dan stasiun televisi. Tak hanya dia, Kurma hingga orang-orang lainnya pun kini kebanjiran rezeki dengan ramainya sorotan tersebut.

 

Ari menambahkan, banyaknya anak-anak dengan pakaian uniknya masing-masing, seharusnya mendapat dukungan dari banyak pihak. Selain tidak mengganggu orang, kegiatan positif itu menjadi wadah bagi anak-anak terjauh dari kegiatan negatif.

“Biarpun pakaiannya murah, tapi kan bisa meningkatkan PD di sini, bagus kan ya?” Jadi harusnya ya didukung,” tuturnya.

Sementara itu, Joni (19) asal Citayam mengatakan, sengaja memilih kawasan tersebut sejak sore sepulang sekolah hingga malam untuk menyalurkan bakatnya. Dalam pemaparannya, dia menyukai video editing dan berniat akan fokus membuat konten dengan memanfaatkan fenomena Citayam Fashion Week.

 

Joni mengaku tak peduli dengan istilah atau ejekan terhadap fenomena Citayam Fashion Week. Menurut dia, ejekan harus dipandang motivasi bagi anak-anak daerah Citayam agar terus berkreasi, alih-alih menjadi kurang percaya diri karena hujatan atau cibiran.

 

Pada Selasa (19/7/2022) kawasan Stasiun Dukuh Atas dikunjungi oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Menurut dia, Stasiun BNI City, berguna sebagai ruang ketiga di mana setiap orang bisa merasakan kesetaraan dan kesempatan untuk datang tanpa ada perasaan rendah atau tinggi hati.

 

“Tempat ini menyetarakan bagi semua, silakan gunakan tempat ini untuk apa yang menjadi kebahagiaannya, yang penting jaga kebersihan dan ketertiban,” tutur dia.

Anies mempersilakan, setiap orang dari daerah manapun untuk berekspresi dan membuat inovasi. Termasuk soal cara berpakaian di tempat yang kerap dijuluki SCBD atau Citayam Fashion Week.

 

“Kita hormati, mereka adalah perwakilan dari masa depan dan kita akan terus hormati mereka,” jelas dia.

 

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana mengatakan, para anak-anak muda yang datang dari banyak daerah itu memang perlu edukasi. Utamanya, pembinaan agar lebih terarah, dan memanfaatkan ruang ketiga sebagai tempat bersama yang nyaman.

Dia berharap, para anak muda yang berkumpul dan berkomunitas di SCBD itu bisa lebih tertib, mengingat jalanan sebagai lalu-lalang kendaraan dan tempat yang ramai. Karena itu, dia berharap ada perkembangan dalam mengekspresikan jiwa dari adanya dukungan Pemprov DKI terkait fenomena itu.

“Biarkan mereka membuka diri dengan kondisi yang ada,” tutur dia.

 

Jumlah Penduduk Miskin Jakarta Bertambah - (infografis republika)

 
Berita Terpopuler