Vaksin Covid-19 Universal Pfizer-BioNTech Siap Uji Klinis, Apa Bedanya dengan yang Dulu?

Vaksin universal dapat berikan perlindungan terhadap semua varian SARS-CoV-2.

AP/Achmad Ibrahim
Vaksin Pfizer Covid-19. Pada pekan lalu, Pfizer-BioNTech mengumumkan bahwa kandidat vaksin Covid-19 universal milik mereka akan memasuki tahap uji klinis.
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kandidat vaksin Covid-19 universal yang dikembangkan oleh Pfizer-BioNTech akan memasuki tahap uji klinis. Seperti namanya, vaksin ini dirancang untuk memberikan perlindungan terhadap semua varian SARS-CoV-2.

Kehadiran vaksin Covid-19 universal dinilai dapat menjadi solusi atas efikasi vaksin Covid-19 yang menurun akibat mutasi SARS-CoV-2. Sebagai contoh, dua dosis vaksin Covid-19 mRNA memiliki efektivitas sebesar 85 persen dalam mencegah risiko perawatan di rumah sakit akibat infeksi varian alpha dan delta. Akan tetapi, efikasi tersebut menurun jadi 65 persen pada infeksi varian omicron.

Pada pekan lalu, Pfizer-BioNTech mengumumkan bahwa kandidat vaksin Covid-19 universal milik mereka akan memasuki tahap uji klinis. Proses ini diperkirakan akan dimulai pada paruh kedua 2022.

"Vaksin virus corona universal memiliki potensi untuk memberikan perlindungan yang lebih baik dari varian-varian SARS-CoV-2 yang akan datang dan virus corona lain yang berpotensi mengenai populasi manusia," jelas asisten profesor dari Center for Vaccines and Immunology di University of Georgia, Dr Jarrod Mousa, seperti dilansir Medical News Today, Jumat (8/7/2022).

Akan tetapi, seberapa universalnya vaksin ini masih diperdebatkan. Proses uji klinis nanti akan memberikan gambaran untuk mengetahui seberapa luasnya perlindungan vaksin universal ini.

"Mengingat ini akan menjadi vaksin virus corona universal, vaksin ini harus membantu melindungi kita dari kejadian spillover dari virus corona hewan (ke manusia) seperti yang kita lihat pada SARS, MERS, dan SARS-CoV-2," ungkap direktur medis dan penyakit menular dari program  Infection Control and Prevention (IPAC) di University of Kansas Health System, Dr Dana Hawkinson.

Dr Hawkinson tidak memberikan penjelasan rinci mengenai teknologi yang digunakan untuk mengembangkan vaksin universal ini. Akan tetapi, Dr Hawkinson mengungkapkan bahwa sekuensing genom, teknologi RNA dan DNA, serta teknologi molekuler lain mungkin digunakan dalam mengembangkan vaksin ini.

Baca Juga

Di sisi lain, Dr Mousa turut menyoroti tantangan dalam mengembangkan vaksin universal untuk Covid-19 ini. Seperti halnya masalah yang ditemukan pada virus dengan genom RNA lain, SARS-CoV-2 cenderung lebih mudah bermutasi dan lolos dari imunitas.

Sudah divaksinasi, orang masih bisa kena Covid-19. - (Republika)


"Bila Anda memberikan tekanan pada virus melalui paparan antibodi, misalnya, virus-virus yang bisa menghindari antibodi tersebut akan lebih bertumbuh dan menjadi dominan," ujar Dr Mousa.

Virus, terutama yang baru bagi manusia seperti SARS-CoV-2, bisa bermutasi agar mampu beradaptasi lebih baik pada manusia selama penyebaran. Mencegah hal ini terjadi merupakan salah satu langkah penting dalam mengendalikan pandemi.

"Penting untuk bisa menghasilkan vaksin atau pengobatan yang bisa terus memberikan perlindungan atau pengobatan terhadap versi-versi virus baru yang mungkin muncul," ungkap Dr Hawkinson.

 
Berita Terpopuler