Sorotan untuk Paulus Waterpauw yang Baru Dilantik Sebagai Penjabat Gubernur Papua Barat

Amnesty menilai Paulus Waterpauw kepanjangan tangan pemerintah pusat di Papua.

ANTARA/Hafidz Mubarak A
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kiri) menyerahkan surat keputusan kepada Pj. Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw (kanan) saat pelantikan lima penjabat gubernur di Kemendagri, Jakarta, Kamis (12/5/2022).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Flori Sidebang, Nawir Arsyad Akbar, Antara

Baca Juga

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Jenderal (Purn) Tito Karnavian hari ini di kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, melantik lima penjabat (pj) gubernur untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah yang habis masa kerjanya pada tahun ini. Salah satu yang mendapatkan sorotan adalah dilantiknya Komjen (Purn) Paulus Waterpauw penjabat Gubernur Papua Barat.

Penunjukan Paulus Waterpauw yang adalah mantan perwira tinggi Polri, dinilai sebagai upaya pemerintah pusat menjaga cengkraman kekuasaannya di Papua. Menurut Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, sosok Paulus Waterpauw bahkan sudah lama diusulkan untuk menjadi kepala daerah di Papua.

"Berkali-kali oknum pegawai pemerintah pusat memaksakan Paulus Waterpauw sebagai calon wagub dalam Pilkada 2018, dan terakhir dipaksakan untuk menggantikan wagub yang meninggal dunia," kata Usman dalam diskusi virtual, Kamis (12/5/2022). 

Karena upaya itu gagal, sambungnya, maka Paulus Waterpauw dimasukkan untuk mengisi jabatan Gubernur Papua Barat. Menurut Usman, dalam dua tahun kedepan, keputusan menunjuk Paulus sebagai pj Gubernur Papua Barat hanya akan memperlihatkan semakin kuatnya pengaruh pemerintah pusat.

"Khususnya beberapa oknum petinggi pemerintah pusat yang menjadikan orang seperti Paulus Waterpauw sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat. Implikasinya akan semakin menambah buruk situasi HAM di Papua dan Papua Barat," tutur dia. 

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Biro Persekutuan Gereja Indonesia di Papua, Ronald Tapilatu mengatakan, sejak awal pihaknya sudah mengetahui bahwa adanya kepentingan investasi di Papua. Kondisi ini, kata dia, terlihat dari hal yang sangat mendominasi semua kebijakan yang dibangun di Papua oleh pemerintah pusat. 

"Jadi karena itu, kita sudah menduga kalau kemudian arahnya adalah untuk mengawasi atau mengmankan seluruh kebijakan investasi, terutama di wilayah-wilayah yang punya potensi yang sangat besar, seperti yang saat ini viral di mana-mana, Blok Wabu," ungkap dia. 

"Ya sudah bisa kita bayangkan, ke arah mana sebenarnya semua operasi, semua kebijakan mengamankan daerah Papua yang kaya akan sumber daya alam ini," tambahnya. 

Ronald menilai, konflik terhadap sumber daya alam ini akan menjadi permasalahan yang serius dimasa mendatang. Sebab, jelas dia,  kepentingan mengamankan investasi itu menjadi sesuatu yang sangat prioritas. Menurutnya, kepentingan itu tidak memberikan dampak langsung bagi kesejahteraan orang asli Papua. 

"Kenapa kemudian kekuatan kekuatan negara itu dibangun untuk mengamankan investasi. Saya tidak melihat itu punya dampak secara signifikan untuk kemudian membangun orang asli Papua sendiri," ujarnya. 

Kepala daerah yang habis masa jabatannya terdiri gubernur Banten, Gorontalo, Kepulauan Bangka Belitung, Papua Barat, dan Sulawesi Barat. Untuk mengisi kekosongan jabatan itu, presiden atas usulan mendagri mengangkat penjabat gubernur dari apatatur sipil negara golongan pimpinan tinggi madya.

Kelima penjabat gubernur itu antara lain:

  1. Al Muktabar (Sekretaris Daerah Banten) menjadi pj gubernur Banten
  2. Ridwan Djamaluddin (Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM) menjadi pj gubernur Kepulauan Bangka Belitung
  3. Akmal Malik (Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri) menjadi pj gubernur Sulawesi Barat
  4. Hamka Hendra Noer (Staf Ahli Bidang Budaya Sportivitas Kementerian Pemuda dan Olahraga) menjadi pj gubernur Gorontalo
  5. Komjen (Purn) Paulus Waterpauw (Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan BNPP Kemendagri) menjadi pj gubernur Papua Barat

 

 

Sebelum dilantik menjadi pj Gubernur Papua Barat, Paulus Waterpauw pada Oktober tahun lalu terlebih dulu menduduki jabatan deputi Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Saat dilantik menjadi pejabat Kemendagri, Paulus masih berstatus anggota Polri aktif dan sebelumnya berstatus sebagai Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Kabaintelkam) Polri.

Mendagri Tito Karnavian mengklaim, penunjukan Paulus Waterpauw sebagai pj Gubernur Papua Barat merujuk pada usulan dari Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Barat.

"Pak Paulus Waterpauw ini kan usulan dari Majelis Rakyat Papua Barat, juga usulan lembaga-lembaga adat di sana," kata Tito seusai pelantikan pj gubenur, di Gedung Kemendagri, Jakarta, Kamis (12/5/2022). Selain usulan tersebut, Tito mengatakan pertimbangan lainnya dalam menunjuk Paulus Waterpauw adalah setelah melihat rekam jejak, kinerja serta kemampuan akademis dari Deputi Bidang Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan BNPP Kementerian Dalam Negeri tersebut.

"Beliau punya rekam jejak yang pengalaman di Papua, pernah jadi Kapolda Papua, Kapolda Papua Barat, dan yang penting juga beliau adalah putra Papua, orang asli Papua, kita menghormati itu," kata dia.

Karena itu, kata Tito, dengan seluruh pengalaman yang dimiliki Paulus Waterpauw diharapkan dapat menjaga berbagai aspek di Papua Barat selama masa jabatan Paulus. "Dengan segenap pengalamannya dan kemampuan akademiknya, jam terbangnya, kita berharap bisa menjaga keberlangsungan stabilitas politik pemerintahan keamanan sekaligus juga mempercepat pembangunan di Papua Barat," ucapnya.

Anggota Komisi II DPR Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menghormati kewenangan dari Presiden Joko Widodo dan Mendagri Tito Karnavian dalam menunjuk penjabat epala daerah. Kendati demikian, pihaknya akan tetap meminta penjelasan Tito ihwal mekanisme penunjukannya.

"Kami tentu juga akan meminta keterangan dari Menteri Dalam Negeri perihal mekanisme penunjukan para penjabat ini dan komposisi yang dilakukan oleh Mendagri dan Presiden," ujar Rifqi saat dihubungi, Kamis.

Komisi II, jelas Rifqi, akan menggunakan fungsi pengawasannya dalam mengawasi pj kepala daerah yang bekerja selama kurang lebih selama dua tahun. Karena secara substantif para kepala daerah ini adalah wakil pemerintah pusat yang ada di daerah.

"Karena itu Komisi II tidak segan-segan untuk memberikan kritik, saran, bahkan meminta Menteri Dalam Negeri untuk dilakukan rotasi atau pergantian jika didapati para penjabat kepala daerah yang tidak melaksanakan tugas dan kewajiban," ujar Rifqi.

"Agar ruang penunjukkan penjabat ini tidak berada dalam ruang kosong, melainkan bisa diberikan alasan-alasan logis dan rasional sesuai kebutuhan. Sebagaimana yang dilakukan oleh Presiden dan Menteri Dalam Negeri agar publik tidak berspekulasi terhadap hal-hal yang tidak diperlukan," sambungnya.

 

 

 

Skenario Pemekaran Papua - (Infografis Republika.co.id)

 
Berita Terpopuler