Ruang Belajar bernama Mudik

Mudik memiliki makna mendalam tradisi dan ritual

Mudik
Rep: Hery Wibowo Red: Retizen

Negara Indonesia, memiliki tradisi unik yang telah mendarah daging pada sebagaian besar anggota masyarakat Ibu Pertiwi, yaitu mudik atau pulang kampung, yang dilaksanakan saat hari raya lebaran. Tahun ini, bahkan dinobatkan sebagai tahun dengan jumlah mudik terbesar, dan hampir merata dari berbagai kota besar di Indonesia.

Mudik secara umum dimaknai sebagai ‘pulang ke kampung halaman’, atau “pergi ke rumah orang tua”. Maka mudik berlaku bagi mereka yang saat ini berpisah rumah/berpisah lokasi dengan orang tuanya, baik karena sudah berumah tangga, bekerja, melanjutkan pendidikan dan lain-lain. Kisah mudik, seringkali menjadi “dramatis”, karena perlu melalui sejumlah perjuangan tertentu, seperti harus bermacet-macet, berdesak-desakan, mengumpulkan uang berbulan-bulan, membeli harga tiket yang melambung tinggi, menyiapkan perbekalan dan lain sebagainya. Sehingga setiap kisah mudik, dapat memiliki rangkaian kisah yang berbeda bagi setiap keluarga. Namun demikian secara umum, jika dicermati lebih dalam, mudik bukan hanya sekedar perjuangan bertemu dengan orang tua dan keluarga besar, namun jauh lebih dari itu.

Melalui Mudik seseorang dapat mempelajari banyak hal. Berikut sejumlah pembelajaran emas yang dapat dipetik melalui momentum mudik:

1. Mengenang kembali perjalanan hidupnya mulai dari kecil sampai dewasa, dimana ia diasuh oleh orang tuanya. Maka inilah momentum untuk menghayati betapa besar dan beratnya perjuangan orangtuanya dalam mengasuh dan mendidiknya sampai dewasa. Inilah saat untuk menguatkan tekad untuk berbakti kepada orang tua secara lebih baik di masa depan. Perintah berbuat baik kepada orang tua ini, terdapat di beberapa ayat Al Qur’an, salah satunya di surat An Nisa: 36, yang artinya “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua”.

2. Mengingat kembali perjalanan tumbuh kembang dari kampung halaman sampai meraih kesuksesaan di hari ini (yang bisa jadi telah bertempat tinggal di kota/lokasi yang berbeda). Inilah momentum yang menguatkan kesadaran bahwa tidak ada sukses yang instan, dan bahwa setiap derap langkah menuju cita-cita adalah berharga. Inilah pemahaman penting terkait sukses: yaitu bahwa tembok kesuksesan yang tinggi dibangun dari tumpukan batu bata-batu bata kecil. Inilah saat terbaik untuk mengingat bahwa capaian kesuksesan kita hari ini adalah tidak terlepas dari izin Allah Subhanahu wa ta’ala, dan juga dukungan penuh dari lingkaran keluarga inti sampai keluarga besar. Maka, sesi lebaran adalah salah satu ruang terbaik untuk berbagi rezeki dan meningkatkan silaturahim bagi seluruh pihak yang telah menemani tumbuh kembang kita sampai hari ini.

3. Tekad untuk menjadi orang tua yang lebih baik bagi anak-anak yang sekarang dimiliki dan diasuh. Melalui mudik, kembali ke rumah orang tua, apalagi setelah menjalani satu bulan penuh berpuasa, adalah momentum terbaik untuk menikmati saat-saat terbaik bersama anak-anak. Satu bulan berpuasa, melatih anak-anak menjalankan ibadah shaum dan ibadah tarawih, adalah momentum terbaik untuk bertekad mendidik mereka lebih baik di masa depan. Melalui masa libur dari pekerjaan serta lebih banyak waktu dirumah, adalah ruang dan waktu terbaik untuk memberikan edukasi multi dimensi kepada mereka, sebagai bekal kehidupannya kelak.

4. Bagi para suami, ini adalah saat terbaik untuk berterima kasih kepada istrinya secara khusus dan keluarganya secara umum. Istri dan keluarga adalah sosok yang telah menemaninya dalam suka dan duka, mendukung karir dan usahanya, serta khususnya dalam menyiapkan makanan sahur dan berbuka selama bulan Ramadhan. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan pada kita semua bahwa sebaik-baik laki-laki, adalah yang perlakuannya paling baik kepada istrinya dan keluarganya tentunya, seperti termaktub pada hadist yang diriwayatkan oleh Tirmidzi, no 3895 “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik pada keluarganya. Aku sendiri adalah orang yang paling baik pada keluargaku.

Demikian, tentunya ada banyak lagi ruang belajar dari momentum Ramadhan dan Lebaran, yang seyogianya perlu terus kita renungkan dan dijadikan pembelajaran.

 
Berita Terpopuler