Orang dengan Gangguan Jiwa Lebih Berisiko Kena Covid-19, Mengapa?

Orang dengan gangguan jiwa sama rentannya dengan pengidap kanker untuk kena Covid-19.

Pxfuel
Orang dengan gangguan kejiwaan (Ilustrasi). Peneliti mengingatkan bahwa orang dengan gangguan jiwa lebih berisiko kena Covid-19.
Rep: Desy Susilawati Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Orang yang sudah mendapatkan vaksin Covid-19 dan memiliki gangguan kejiwaan tertentu lebih berisiko terinfeksi penyakit akibat SARS-CoV-2. Kesimpulan tersebut berasal dari temuan studi baru yang diterbitkan di JAMA Network Open.

Dikutip dari laman Fox News, Jumat (22/4/2022), peneliti UC San Francisco bekerja sama dengan peneliti dari San Francisco VA Health Care System melihat data dari 263.697 pasien yang telah menyelesaikan rejimen vaksin mereka. Pasien menjalani setidaknya satu tes untuk SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan infeksi Covid-19.

Baca Juga

Dalam rilisnya, para peneliti mengatakan bahwa lebih dari setengah (51,4 persen) dari peserta dalam penelitian ini didiagnosis dengan setidaknya satu masalah psikiatri dalam lima tahun terakhir. Hampir 15 persen dari mereka memiliki tes positif yang menunjukkan kasus terobosan (breakthrough infection) Covid-19.

Secara keseluruhan, para peneliti menemukan peserta dengan gangguan kejiwaan memiliki tiga persen peningkatan risiko untuk infeksi terobosan Covid-19 pada 2021 dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki riwayat kejiwaan. Para peneliti melaporkan risikonya lebih tinggi pada mereka yang berusia di atas 65 tahun.

Mereka yang berada dalam kelompok usia 65 ke atas dan memiliki masalah penyalahgunaan zat memiliki risiko 24 persen lebih tinggi untuk kasus terobosan. Sedangkan mereka yang memiliki gangguan psikotik memiliki risiko 23 persen lebih tinggi.

Laporan tersebut menemukan mereka dengan gangguan bipolar 16 persen lebih mungkin untuk mendapatkan infeksi terobosan. Sementara mereka dengan gangguan penyesuaian memiliki risiko 14 persen.

Individu dengan kondisi kecemasan memiliki peluang 12 persen lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki kondisi kejiwaan. Studi ini juga mencatat kohort yang lebih muda (orang-orang di bawah 65 tahun) dengan gangguan kejiwaan memiliki peningkatan risiko hingga 11 persen mengembangkan kasus terobosan Covid-19 dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki riwayat psikiatri. 

Pada kelompok yang lebih muda, temuan menunjukkan peserta dengan gangguan penyalahgunaan zat adalah 11 persen lebih mungkin untuk mengembangkan kasus terobosan. Sementara peserta dengan gangguan penyesuaian memiliki peningkatan risiko sembilan persen dibandingkan dengan rekan-rekan tanpa diagnosis psikiatri.

Studi terbaru itu juga menemukan mereka yang berusia di bawah 65 tahun dengan kecemasan dan gangguan stres pascatrauma memiliki peluang masing-masing empat persen dan tiga persen lebih tinggi untuk terkena Covid-19.

Para peneliti mengatakan peningkatan risiko kasus terobosan pada individu dengan gangguan kejiwaan (tiga hingga 16 persen) sebanding dengan peningkatan insiden infeksi terobosan yang terlihat pada individu dengan kondisi fisik tertentu (tujuh persen hingga 23 persen). Kondisi yang dimaksud mencakup kanker, penyakit kardiovaskular, dan penyakit ginjal.

"Temuan kami menunjukkan bahwa individu dengan gangguan kejiwaan mungkin merupakan kelompok berisiko tinggi untuk Covid-19," ujarnya.

Kelompok ini harus diprioritaskan untuk mendapatkan vaksin booster. Mereka juga perlu diutamakan dalam upaya pencegahan kritis lainnya, termasuk peningkatan skrining SARS-CoV-2, kampanye kesehatan masyarakat, atau pembahasan Covid-19 selama perawatan klinis.

Kristen Nishimi, PhD, dari UCSF Weill Institute for Neurosciences dan San Francisco VA Health Care System, menjelaskan bahwa kasus terobosan dalam kelompok yang lebih tua mungkin disebabkan oleh penurunan respons imunologis terhadap vaksin yang telah dikaitkan dengan beberapa gangguan kejiwaan.

Mengapa lebih berisiko?

Para peneliti juga mengatakan bahwa temuan itu mungkin terkait dengan perilaku berisiko yang sering dikaitkan dengan beberapa kondisi gangguan mental, menurut rilis tersebut. Nishimi yang merupakan penulis pertama studi tersebut juga mengindikasikan bahwa penjelasan lain yang mungkin untuk temuan ini adalah bahwa orang dewasa yang lebih tua dengan gangguan kejiwaan biasanya sering menerima perawatan langsung.

"Ini dapat meningkatkan interaksi mereka dengan sistem perawatan kesehatan sehingga terpapar Covid-19," tuturnya.

Sementara itu, Aoife O'Donovan PhD dari UCSF Weill Institute for Neurosciences dan San Francisco VA Health Care System mengatakan bahwa penelitian mereka menunjukkan bahwa peningkatan infeksi terobosan pada orang dengan gangguan kejiwaan tidak dapat sepenuhnya dijelaskan oleh faktor sosio-demografis atau kondisi yang sudah ada sebelumnya.

O'Donovan yang merupakan penulis senior studi tersebut juga mengatakan, kemungkinan kekebalan setelah vaksinasi berkurang lebih cepat atau lebih kuat untuk orang dengan gangguan kejiwaan dan/atau mereka dapat memiliki perlindungan yang lebih sedikit terhadap varian yang lebih baru. Jadi, penting untuk mempertimbangkan kesehatan mental dalam hubungannya dengan faktor risiko lain dan pasien tertentu harus diprioritaskan untuk booster dan upaya pencegahan penting lainnya.

 
Berita Terpopuler