Ekonom Sarankan Pemerintah tidak Menaikkan Pertalite, Solar dan Listrik

Kenaikan akan berdampak besar bagi masyarakat secara langsung dan tidak langsung.

Pertamina
Ekonom Sarankan Pemerintah tidak Menaikkan Pertalite, Solar dan Listrik (ilustrasi).
Rep: Wahyu Suryana Red: Muhammad Fakhruddin

REPUBLIKA.CO.ID,SLEMAN -- Pertamina per 1 April 2022 menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertamax hingga 30 persen. Kebijakan menaikkan harga dalam rangka menekan angka subsidi BBM, di tengah lonjakan harga minyak dunia sepanjang tahun ini.

Baca Juga

Namun, kenaikan harga BBM ini menambah daftar panjang kenaikan harga barang kebutuhan masyarakat, setelah sebelumnya harga minyak goreng naik drastis. Kenaikan harga pangan, BBM dan minyak goreng praktis menambah beban ekonomi.

Khususnya, bagi masyarakat kecil yang selama pandemi Covid-19 berlangsung dua tahun terakhir terus terkena imbasnya. Belum lagi, muncul rencana pemerintah untuk kembali menaikkan tarif daya listrik bagi konsumen-konsumen non-subsidi.

Ekonom dari FEB Universitas Gadjah Mada (UGM), Akhmad Akbar Susamto menyarankan, agar pemerintah tidak menaikkan harga pertalite, solar dan tarif listrik. Hal itu untuk menjaga kelangsungan ekonomi masyarakat bertahan di tengah pandemi.

"Pemerintah harus menjaga agar harga pertalite, solar dan tarif dasar listrik tidak naik. Kenaikan harga pertalite, solar dan TDL tersebut akan berdampak besar bagi masyarakat secara langsung dan tidak langsung melalui inflasi," kata Akbar, Rabu (20/4/2022).

Akbar menuturkan, misalkan rencana menaikkan tetap dilakukan, tidak menutup kemungkinan pemerintah akan menuai protes keras dari masyarakat. Selain itu, ia mengingatkan, terdapat pula resiko-resiko sosial sebagai respon kebijakan itu.

Salah satunya muncul ketidakpuasan masyarakat yang bisa berupa protes dan demonstrasi. Kemudian, lanjut Akbar, ada resiko-resiko lain jika pemerintah benar-benar bersikeras untuk kembali menaikkan harga pertalite, solar dan TDL.

Dengan kebijakan kenaikan harga minyak goreng dan pertamax, pemerintah mau tidak mau harus menanggung subsidi yang lebih besar. Meskipun, beban subsidi tambahan ini masih bisa diterima dibandingkan dampak negatif kenaikan harga.

"Dan lagi, pemerintah sebenarnya juga sedang menikmati windfall penerimaan tambahan dari kenaikan harga-harga komoditas," ujar Akbar. 

 
Berita Terpopuler