Minuman Berpemanis Dalam Kemasan Bakal Dikenai Cukai, Ini Kata YLKI

Cukai MBDK salah satu instrumen negara untuk melindungi hak kesehatan konsumen.

Republika/Prayogi
Aktivitas produksi minuman dalam kemasan botol di Pabrik Coca-Cola Amatil Indonesia (CCAI), Cikedokan, Bekasi, Jawa Barat (ilustrasi). Pemerintah berencana mengenakan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) .
Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mendukung rencana penerapan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) yang merupakan salah satu instrumen untuk menjaga kesehatan masyarakat. "Cukai MBDK salah satu instrumen negara untuk melindungi hak kesehatan konsumen atau masyarakat, agar masyarakat mendapatkan produk sehat menurut standar kesehatan," kata Tulus Abadi dalam "Diseminasi Rekomendasi Kebijakan Cukai MBDK" daring, Kamis (31/3/2022).

Baca Juga

Penerapan cukai MBDK menurutnya sesuai dengan kampanye pengurangan konsumsi garam, gula, dan lemak yang digaungkan YLKI, dan masih memerlukan dukungan kebijakan pemerintah. Selain pemungutan cukai, kemudahan akses masyarakat, terutama kelompok rentan dan anak-anak, terhadap MBDK juga diharapkan lebih diperhatikan oleh pemerintah.

"Karena di negara maju saya lihat seperti Korea tidak mudah mendapatkan minuman berpemanis tinggi," katanya.

Ia berharap dengan mengendalikan konsumsi MBDK, jumlah pasien penyakit katastropik seperti diabetes yang turut meningkatkan defisit BPJS Kesehatan dapat berkurang. YLKI juga mendorong agar pemerintah mengenakan cukai plastik, termasuk dalam hal ini plastik untuk MBDK, guna mengurangi sampah plastik yang sulit terurai di bumi.

"Jadi kesimpulannya bahwa pengenaan cukai MBDK harus didorong bersama sebagai instrumen untuk mewujudkan kesehatan masyarakat yang hakiki," ucapnya.

 

 
Berita Terpopuler