Rizwan Wadan, Perangi Islamofobia Melalui Film

Rizwan Wadan mendorong umat Islam untuk terlibat dalam industri kreatif.

Tangkapan Layar
Rizwan Wadan, Produser Film Muslim.
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Agung Sasongko

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Pembuat film Muslim kelahiran Inggris, Rizwan Wadan, telah bekerja tanpa lelah selama lima tahun terakhir. Ia memutar filmnya yang sukses di tempat umum di seluruh Inggris.

Baca Juga

Di bawah perusahaan produksinya, Pixeleyed Pictures, film ini merupakan bagian dari kampanye Error in Terror, yang bertujuan mencegah individu melakukan aksi teror. Karya ini juga mempromosikan kerukunan dalam masyarakat luas dan menghilangkan stereotip seputar Muslim dan Islam.

Dengan munculnya Islamofobia global, pria yang pernah bekerja untuk film-film Hollywood seperti The Favorite dan Star Wars ini telah mengumpulkan dukungan dari industri film arus utama. Termasuk di dalamnya veteran sinematografer pemenang Oscar Peter Biziou, yang mengerjakan film The Truman.

"Motivasi untuk memulai kampanye ini datang dari melihat bagaimana Muslim digambarkan melalui media, berita dan hiburan," kata Rizwan dikutip di The New Arab, Sabtu (26/3).

Ia menyebut ingin membuat kampanye ini sebagai salah satu cara melakukan percakapan dengan orang-orang, serta mengatasi kebencian anti-Muslim melalui media visual film.

Film milik Rizwan bertujuan untuk memisahkan ajaran dan prinsip-prinsip Islam yang terkait dengan terorisme, serta berfungsi mendidik non-Muslim tentang esensi sejati dari agama. Ia berupaya menciptakan gerakan yang mengubah konfrontasi menjadi percakapan.

 

 

Karya tersebut berusaha menunjukkan bagaimana terorisme tidak memiliki agama dan bagaimana teror bertentangan dengan ajaran Islam.“Kami membalik narasinya dan saya pikir reaksinya mengejutkan orang-orang. Kami menyaksikan banyak orang yang menangis," lanjutnya.

Film ini telah diputar di pub, ruang publik, kafe dan masjid, mengundang orang-orang dari daerah di mana kebencian anti-Muslim sering merajalela. Rizwan dan timnya kini bersiap untuk pergi ke wilayah lain di Inggris seperti Skotlandia, Wales dan Irlandia Utara.

Sepanjang upaya ini, ia menyebut tidak mendapat apa-apa selain dukungan dari komunitas non-Muslim. Individu dari Britain First dan EDL disebut telah mengubah perspektif mereka dan meminta maaf setelah membuka dialog.

Kampanye yang ia lakukan saat ini sedang melalui fase berikutnya. Ia berupaya meneliti dan mendokumentasikan pandangan tentang Muslim, dengan tujuan menyatukan komunitas yang telah terpukul keras oleh Islamofobia.

Meski demikian, berbicara kepada masyarakat umum tentang Islam tetap menjadi fokus utama. Banyak orang yang dia wawancarai tentang pandangan mereka terhadap Islam dan belum pernah mengenal Muslim sebelumnya.

“Satu-satunya hal yang pernah mereka lihat adalah citra negatif Muslim di media arus utama. Bagi sebagian besar orang yang kami wawancarai, itulah narasi di kepala mereka, terutama di daerah-daerah di mana mereka belum pernah bertemu Muslim sebelumnya atau ada kebangkitan ekstremisme sayap kanan," ujar Rizwan.

 

 

Ia percaya, narasi negatif umat Islam yang dimainkan di media arus utama membakar kebencian di dalam komunitas. Itulah sebabnya ia mendorong umat Islam untuk terlibat dalam industri kreatif.

Baginya, bukan tanggung jawab media untuk mengubah narasi. Umat Muslim perlu memupuk lebih banyak bakat dalam bidang kreatif ini.

"Ini tentang Muslim memberdayakan diri sendiri, untuk dapat menceritakan kisah-kisah ini. Seperti memiliki lebih banyak jurnalis, lebih banyak penulis, pembuat film yang menceritakan kisah mereka sendiri dan memelihara bakat dari latar belakang minoritas," ucapnya.

Film kampanyenya miliknya ini telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa untuk menjangkau khalayak yang lebih luas. Tak hanya itu, karyanya berhasil sebagai finalis di Festival Film Triforce Institut Film Inggris.

Sebagai seorang Muslim yang taat, Rizwan mengatakan  dia memuji Allah SWT terlebih dahulu dan kemudian semua orang di industri yang membantu mewujudkan proyeknya.

Dia tetap tabah melanjutkan pekerjaannya dan telah bermitra dengan universitas terkemuka di Inggris, untuk melakukan penelitian melalui pengalamannya yang terdokumentasi, berbicara dengan orang-orang dari semua lapisan masyarakat tentang pandangan mereka terhadap Muslim dan Islam.

"Saya pikir perlu ada upaya yang lebih konsisten dalam representasi (Muslim) dalam film. Citra kami dan bagaimana kami digambarkan di media memiliki dampak negatif pada hubungan masyarakat," kata dia. 

 

Ia juga berpikir publik perlu lebih menyadari kontribusi Muslim kepada masyarakat. Saat ini, sudah waktunya orang melihat kebaikan yang dilakukan umat Muslim di dunia. 

 
Berita Terpopuler