Inggris Kaji Donasikan Rudal Anti-Pesawat ke Ukraina

Donasi itu bakal menandai langkah signifikan Inggris dalam mendukung Ukraina.

AP/Yui Mok/PA
Duta Besar Ukraina untuk Inggris, Vadym Prystaiko berjalan di samping Menteri Dalam Negeri Inggris Priti Patel di luar kedutaan Ukraina di London, Ahad, 6 Maret 2022. Inggris sedang mengkaji keputusan untuk menyumbangkan rudal anti-pesawat buatan Thales Group ke Ukraina.
Rep: Kamran Dikarma Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Inggris sedang mengkaji keputusan untuk menyumbangkan rudal anti-pesawat buatan Thales Group ke Ukraina. Hal itu guna memungkinkan Kiev mempertahankan wilayah udaranya dari serangan Rusia.

Baca Juga

“Sangat penting bahwa Ukraina mempertahankan kemampuannya untuk terbang dan menekan serangan udara Rusia,” kata Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace, Rabu (9/3/2022).

Dia mengungkapkan, menanggapi permintaan Ukraina, Pemerintah Inggris telah mengambil keputusan untuk menjajaki donasi rudal anti-udara portabel kecepatan tinggi STAR Streak. “Kami yakin bahwa sistem ini akan tetap dalam definisi senjata pertahanan, tapi akan memungkinkan pasukan Ukraina mempertahankan langit mereka dengan lebih baik,” ujarnya.

Jika disetujui, donasi itu bakal menandai langkah signifikan Inggris dalam mendukung Ukraina. Namun sejauh ini, bantuan Inggris terbatas pada persenjataan pertahanan. “Semua yang kami lakukan terikat oleh keputusan untuk memasok sistem pertahanan, dan dikalibrasi untuk tidak mengikat ke tingkat strategis,” kata Wallace.

Sebagai anggota Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Inggris telah menolak permintaan Ukraina untuk memberlakukan zona larangan terbang di negara tersebut. Inggris mengatakan, jika hal itu diwujudkan, pasukan NATO diperkenankan menembak jatuh pesawat Rusia. Eskalasi konflik bisa memburuk bila tindakan semacam itu dilakukan.

Rusia memulai serangannya ke Ukraina pada 24 Februari. Menurut PBB, sejauh ini lebih dari 400 warga sipil di Ukraina telah tewas. Sementara jumlah pengungsi dari negara tersebut telah menembus angka 2 juta orang. 

 
Berita Terpopuler