Tak Ada Lagi Syarat Wajib Tes Covid, Penumpang Kereta Api dan Pesawat Pun Senang

Pelaku perjalanan berharap kebijakan tak berubah saat masa mudik lebaran.

Republika/Ali Mansur
Situasi Stasiun Pasar Senen pasca tidak diwajibkan tes antigen/PCR bagi calon penumpang yang sudah divaksin dosis 2 dan booster. Belum ada lonjakan signifikan pada hari Rabu (9/3).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ali Mansur, Eva Rianti, M Fauzi Ridwan, Dian Fath Risalah

Baca Juga

Pemerintah telah resmi mencabut aturan hasil tes negatif Covid-19 sebagai syarat bagi pelaku perjalanan domestik. Kebijakan ini disambut suka cita oleh para calon penumpang baik moda transportasi darat dan udara.

Salah satu calon penumpang kereta api di Stasiun Seneng, Danang, mengaku baru mengetahui kebijakan baru tersebut pada Rabu (9/3/2022) pagi. Ia pun berharap kebijakan tidak lagi berubah, apalagi menjelang puasa dan hari raya Idul Fitri.

“Saya baru tahu tadi pagi pas perjalanan ke Jakarta, diumumin di kereta kalau mulai hari ini tidak usah antigen lagi untuk yang sudah vaksin dosis dua. Jadi saya balik ke Jogja sekarang nggak pake tes,” ujar Danang, saat ditemui di Stasiun Pasar Senen, Jakarta Pusat, Rabu.

Danang pun merasa senang dengan tidak diwajibkan lagi tes Covid-19 saat melakukan perjalanan dengan kareta api. Bagi dirinya, biaya untuk tes tersebut cukup membuat biaya perjalanannya membengkak. Belum lagi, ia kerap was-was jika harus tes antigen atau PCR saat hendak melakukan perjalanan, meski ada garansi uang akan dikembalikan jika hasil tesnya positif.

“Apalagi kalau hasil tesnya positif, kan ngggak dibolehkan naik. Biasanya saya naik bis, kalau bisa nggak pakai tes,” tutur Danang.

Hal senada juga disampaikan oleh Rinda, gadis asal Tasikmalaya mengaku sangat senang dengan tidak adanya antigen. Namun, karena baru mengetahui kebijakan itu siang hari, dia sudah melakukan tes antigen di klinik terdekat. Apalagi hampir setiap pekan dia pulang ke Tasikmalaya, jadi biaya antigen sangat membebani.

“Senang sekali bang, bayangin saja tiket kereta cuma Rp 63 ribu, sedangkan biaya tesnya bisa lebih dari harga tiket. Kalau di stasiun Rp 35 ribu tapi berat juga kalau setiap minggu,” kata Rinda.

Sementara itu Riyan, salah satu petugas keamanan di Stasiun Pasar Senen, menyampaikan hingga hari ini, belum ada lonjakan pemunpang meski tes antigen atau PCR ditiadakan bagi yang sudah dosis dua. Ia memprediksi kenaikan penumpang akan terjadi pada Jumat atau akhir pekan nanti. 

“Belum ada peningkatan, masih kayak kemarin-kemarin. Kan baru juga diumuminnya mungkin Jumat besok ada kenaikan,” tutur Riyan.

Meski calon penumpang kereta api tidak lagi diwajibkan tes antigen atau PCR, tapi kata Riyan, pihak stasiun masih menyediakan stand-stand untuk tes Covid-19 tersebut. Hal itu untuk memfasilitasi calon penumpang yang belum divaksin dosis kedua.

“Masih ada untuk tesnya, buat yang belum dosis kedua,” ucap Riyan.

 

 

Kebijakan penghapusan syarat hasil negatif Covid-19 polymerase chain reaction (PCR) dan antigen juga mendapatkan respons positif dari para pelaku perjalanan udara. Terutama dampaknya dari segi ekonomi atau anggaran pengeluaran untuk tes Covid-19. 

Anggani (26 tahun), salah satu pelaku perjalanan udara di Bandara Soekarno-Hatta mengaku setuju dengan kebijakan penghapusan PCR/ antigen karena dinilai meringankan dari segi finansial. Terlebih, menurutnya kondisi pandemi saat ini cenderung lebih baik dibandingkan sebelum-sebelumnya dengan dilakukannya kegiatan vaksinasi. 

"Setuju ya aku, kalau untuk masalah biaya meringankan ya. Ibaratnya yang gaji di bawah harus pulang dengan biaya yang tidak sedikit kasihan juga nambahnya. Terus sekarang kita juga vaksinnya sudah sampai di tahap booster dan sebenarnya gejalanya jauh lebih ringan daripada yang sebelumnya, jadi kalau sudah vaksin enggak apa-apa enggak PCR atau antigen," ujar Anggani saat ditemui di Bandara Soekarno-Hatta, Rabu (9/3/2022). 

Pelaku perjalanan udara lainnya, Asmara (50) mengaku menyambut baik kebijakan anyar tersebut. Menurutnya, kebijakan itu membantu keuangannya yang tiap pekan melakukan perjalanan luar kota. 

"Tentu sangat terbantu karena antigen itu tidak murah bagi orang-orang yang keberatan dengan antigen. Senang juga, karena hampir setiap minggu atau dua minggu sekali saya bepergian, kebutuhan kerja, sebelum pandemi ke Eropa, tapi sekarang domestik saja," kata dia. 

Karena kerapkali melakukan perjalanan, dia pun merasa terbantu karena tidak selalu merasakan hidungnya dicolok alat PCR/ antigen yang dinilai kadangkala tidak terlalu nyaman. Menurutnya, kebijakan penghapusan PCR dan antigen dilakukan seiring dengan kondisi pandemi Covid-19 yang bergerak menuju kondusif.

 

"Mungkin pemerintah dan maskapai bisa memberikan kelonggaran karena melihat masyarakat memiliki kebiasaan baru yang sudah menjadi kebiasaan. Pakai masker sudah bukan karena tekanan, melainkan kesadaran. Kita enggak pakai masker malah jadi aneh sendiri," terangnya. 

 

 

President Director AP II Muhammad Awaluddin mengatakan, seluruh bandara naungan AP II siap menerapkan peraturan soal penghapusan tes PCR dan antigen sebagai syarat perjalanan domestik. Aturan itu tercantum dalam Surat Edaran (SE) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Nomor 21 Tahun 2022.

"AP II bersama stakeholder telah berkoordinasi untuk menerapkan ketentuan di dalam SE Kemenhub Nomor 21 Tahun 2022," ujar Awaluddin dalam keterangannya. 

Penghapusan persyaratan itu bagi penumpang pesawat yang telah divaksinasi Covid-19 dosis lengkap. Kebijakan itu berlaku mula Selasa (8/3/2022) sore. Selain Bandara Soekarno-Hatta, bandara lain di bawah naungan Angkasa Pura (AP) II juga mulai menerapkan peraturan itu mulai Selasa ini.

In Picture: Penerapan Ketentuan Pelaku Perjalanan Dalam Negeri

Sejumlah penumpang tiba di Bandara Djalaludin, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, Rabu (9/3/2022). Calon penumpang yang berangkat dan penumpang yang tiba di bandara tersebut tidak wajib menunjukan hasil tes negatif PCR dan tes antigen bagi yang yang telah dua kali vaksin COVID-19, sesuai dengan surat edaran Menteri Perhubungan RI nomor 21 tahun 2022 tentang petunjuk pelaksanaan perjalanan orang dalam negeri pada masa pandemi COVID-19. - (Antara/Adiwinata Solihin)

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian meminta masyarakat tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan di saat pemerintah mencabut kebijakan tes PCR dan antigen untuk perjalanan domestik atau di dalam negeri. Pengunaan masker, menjaga jarak dan sering mencuci tangan harus menjadi kebiasaan baru.

"Pertama kita (masyarakat) juga harus disiplin (prokes) karena sangat mempengaruhi apakah kita mampu keluar dari pandemi jangan nanti set back (mundur)," ujarnya di Kota Bandung, Rabu (9/3/2022).

Hetifah menuturkan, kebijakan yang memudahkan pelaku perjalanan ini pun memberikan angin segar kepada bisnis pelaku usaha, pariwisata dan ekonomi kreatif. Di tengah pelonggaran kebijakan tersebut, ia mengingatkan pelaku usaha tetap menjalankan protokol kesehatan dengan baik.

"Diberikan kemudahan diharapkan memberikan angin segar untuk para pelaku usaha dari mulai kuliner atau usaha lain yang tergantung terhadap persyaratan atau tadi kepergian orang," ujarnya.

Hetifah mengingatkan protokol kesehatan dan kebersihan tetap dijaga oleh pelaku usaha pariwisata di tengah kebijakan mencabut tes antigen dan PCR. Ia berharap agar pelonggaran kebijakan tidak malah membawa kondisi pandemi ke masa-masa awal.

"Mudah-mudahan prokes dan jaga kebersihan di tempat pariwisata, ada CHSE itu tetap diterapkan gaya baru, jangan balik lagi ke masa sebelum Covid-19 standar kebersihan tetap dijaga," katanya.

Ketua Satgas Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Prof. Dr. dr. Zubairi Djoerban, Sp.PD, KHOM mengatakan, tidak masalah dengan kebijakan pencabutan syarat tes PCR atau antigen bagi pelaku perjalanan domestik. Namun, menurutnya pemberlakuan aturan tersebut harus tetap dengan pengawasan.

"Saya setuju kebijakan ini. Namun harus dengan monitoring. Enggak bisa langsung tiru negara lain," katanya dalam keterangan dikutip, Selasa (8/3/2022).

"Notabene vaksinasi di atas 60 tahun masih rendah, belum 70 persen. Jika dalam dua minggu aman, kasus menurun, dan enggak ada klaster baru yang besar, kenapa tidak kita masuk ke endemi," sambungnya.

Menurut Zubairi, saat ini situasi di Indoensia memang menuju transisi endemi. Hal ini dapat dilihat dengan varian Omicron mendominasi wilayah Indonesia.

Namun Zubairi menyebut ada hal lain yang perlu digenjot, yakni penyuntikan dosis ketiga atau booster. Terutama bagi yang imunitasnya sudah turun karena rentang vaksinasi dosis keduanya sudah 6 bulan.

"Lebih baik jika booster capai 40 persen," kata Zubairi.

Ia juga mengingatkan masyarakat untuk tidak berperilaku seolah-olah pandemi sudah berakhir. Termasuk enggan melakukan tes dan memakai masker.

 

Ilustrasi Pelaku Perjalanan Domestik - (republika/mardiah)

 
Berita Terpopuler