Makin Kritis, Hutan hujan Amazon Terancam Jadi Sabana

Keanekaragaman yang ada di Amazon kini berkurang.

Hutan Amazon
Rep: mgrol136 Red: Dwi Murdaningsih

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hutan hujan Amazon sedang menghadapi berbagai tekanan besar. Lembah Amazon menghadapi kombinasi perubahan iklim, penggundulan hutan, dan kebakaran. 

Baca Juga

Lebih dari 75 persen Amazon telah mengalami kehilangan ketahanan. Kondisi ini membawanya lebih dekat ke ambang batas yang sangat berbahaya. 

Amazon merupakan rumah bagi satu-satunya hutan hujan tropis terbesar yang tersisa di dunia. Sejak awal 2000-an lembah ini menampung setidaknya 10 persen dari keanekaragaman hayati yang diketahui di dunia.

Lebih dari tiga perempat wilayah Amazon telah memperlihatkan ciri-ciri bahwa hutan hujan sedang mendekati keadaan kritis yang dapat berubah menjadi sabana. 

Sabana adalah padang rumput yang dipenuhi oleh semak atau perdu dan diselingi oleh beberapa jenis pohon yang tumbuh menyebar.

Ada banyak diskusi tentang masa depan hutan hujan Amazon dan titik kritisnya. Studi model menunjukkan hilangnya hutan hujan Amazon dengan cepat. 

"Kami menggunakan indikator mapan untuk mengukur perubahan ketahanan hutan, menemukan bahwa 75 persen dari hutan kehilangan ketahanan,” kata Chris Boulton, dalam laporan di Nature Climate Change.

Mereka melakukan penilaian terhadap hutan. Nilai yang dimiliki pada tiap lokasi diukur dari waktu ke waktu dan perkiraan mengenai berapa banyak memori yang dimiliki hutan (seberapa mirip hutan dibandingkan dengan sebelumnya).

Nilai yang lebih tinggi akan memperlihatkan lebih banyak memori. Hal ini berarti respon yang diberikan hutan lebih lambat terhadap peristiwa cuaca dan ketahanan yang lebih rendah terhadapnya. 

Selama bertahun-tahun, nilai di masing-masing lokasi memperlihatkan bahwa selama 20 tahun terakhir ketahanan di hutan hujan Amazon telah mengalami kehilangan. 

Boulton menjelaskan ketahanan ini mengacu pada kemampuan ekosistem untuk pulih dari peristiwa berat seperti kekeringan. Adanya pemantauan ketahanan ekosistem sangat penting karena dapat membantu menentukan besarnya dan waktu intervensi ekologis, seperti penyiraman lingkungan, serta memberikan lintasan pada ekosistem yang sangat terganggu dan tunduk pada perubahan berkelanjutan. 

Terjadinya invasi ekonomi manusia modern yang cukup agresif di daerah tersebut selama beberapa dekade terakhir telah menggantikan daun-daun tropis menjadi jalan, bendungan, peternakan, dan perkebunan kedelai yang besar. 

Hal itu diperparah dengan adanya ratusan kebakaran hutan yang membakar sebagian besar hutan hujan tropis. Kebakaran yang terjadi pada tahun 2020 telah melenyapkan lebih dari 19 juta hektar hutan tropis terbesar di dunia.  

Rusaknya habitat hutan mengakibatkan banyak spesies endemik berada di ambang kepunahan. Perannya digantikan dengan hewan lain. Misalnya, trenggiling raksasa digantikan oleh tikus dan pohon kacang Brazil digantikan oleh gulma. 

 

Boulton dan rekan-rekannya menggunakan data penginderaan satelit jarak jauh untuk memodelkan perubahan dalam ketahanan hutan hujan tropis Amazon antara tahun 1991 dan 2016. Dalam analisisnya terungkap bahwa sebanyak 75 persen Amazon terus mengalami kehilangan ketahanan sejak awal 2000-an yang berarti hutan hujan semakin sulit untuk pulih setelah terjadinya kekeringan besar atau kebakaran. 

Perkembangan yang mengkhawatirkan ini memperlihatkan bahwa Amazon sedang mendekati ambang kritis. Setelah dilewati, wilayah-wilayah utama Amazon dapat bertransisi tanpa dapat diperbaiki menjadi negara bagian baru. Maka sederhananya dari hutan hujan yang kaya berubah menjadi sabana.

Daerah yang lebih dekat dengan aktivitas manusia dan daerah yang menerima curah hujan lebih sedikit merupakan daerah dengan hilangnya ketahanan yang paling mencolok. Tetapi yang mengejutkan adalah ketika menemukan hilangnya ketahanan yang tidak selalu tumpang tindih dengan hilangnya tutupan hutan.

Hal ini jelas mengkhawatirkan karena menunjukkan ekosistem yang terlihat baik dari atas mungkin sebenarnya lebih rentan untuk mengubah keadaan daripada yang diperkirakan sebelumnya. 

“Ada bagian dalam laporan IPCC baru mengenai 'tanggapan berkomitmen' dari Amazon; bahwa di masa depan, Amazon mungkin tampak stabil tetapi iklim yang dialaminya mungkin tidak cukup baik untuk bertahan hidup. Karena hutan secara keseluruhan merespons perubahan dengan lambat, mungkin telah melewati titik kritis tanpa disadari dari luar,” kata Boulton. 

Ketika segala sesuatu berjalan seperti biasa namun dapat mencapai ambang batas seperti yang terjadi, maka ini adalah tantangan baru yang harus dihadapi. Jika ketahanan ekosistem merupakan indikasi, lembah Amazon sedang mendekati titik kritis yang tidak bisa kembali pulih. 

 

Lebih jauh lagi, tingkat ketidakpastian ini diperparah dengan banyaknya ketergantungan yang menjadi ciri ekosistem kompleks seperti Amazon. “Hilangnya sebagian hutan juga akan mempengaruhi curah hujan di daerah lain, yang dapat menyebabkan hilangnya ketahanan di daerah yang saat ini tidak kita lihat,” kata Boulton.

 
Berita Terpopuler