Siswi dan Mahasiswa Muslimah India Pantang Menyerah Hadapi Larangan Jilbab

Siswa dan mahasiswi Muslimah India tak mau tunduk terhadap larangan hijab

EPA-EFE/DIVYAKANT SOLANKI
Wanita Muslim India memegang plakat dan meneriakkan slogan-slogan selama protes terhadap pembatasan jilbab di jalan Mira, di pinggiran Mumbai, India. Siswa dan mahasiswi Muslimah India tak mau tunduk terhadap larangan hijab
Rep: Kamran Dikarma Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, —Siswi dan mahasiswi Muslimah di Negara Bagian Karnataka, India, belum tunduk. Meski pemerintah telah melarang penggunaan hijab di ruang kelas sejak 5 Februari lalu, mereka menolak patuh. 

Baca Juga

Pada Sabtu (19/2/2022), banyak dari mereka yang tetap mengenakan hijab saat datang ke sekolah dan kampus masing-masing.  

Tentu saja, karena larangan hijab itu merupakan peraturan pemerintah dan didukung perintah sementara Pengadilan Tinggi Karnataka, para siswi serta mahasiswi Muslimah tersebut dilarang masuk ke lembaga pendidikan mereka. 

Di Srisaila Jagadguru Vageesha Panditaradhya (SJVP) College di Harihar, mahasiswi-mahasiswi Muslimah berhijab dilarang memasuki area kampus.  

Namun mereka pun menolak melepaskan hijabnya. Mereka menekankan bahwa mengenakan hijab sama pentingnya dengan pendidikan. Pemandangan serupa berlangsung di Sarala Devi College di Ballari. Sekelompok mahasiswi Muslimah dilarang masuk karena memakai hijab.  

Pelarangan masuk bagi mahasiswi Muslimah berhijab juga terjadi di Government College di Gangavathi di Koppal. 

Di Desa Kudur, di Distrik Ramanagara, beberapa mahasiswi menggelar unjuk rasa di halaman kampus setelah dilarang masuk ruang kelas. "Kami tidak akan duduk tanpa penutup (kepala). Biarkan kampus menyadari bagaimana hal itu mempengaruhi pendidikan kami," ujar seorang mahasiswi, dikutip laman Outlook India.  

Seorang mahasiswi, Bibi Ameena, masih tak dapat menerima aturan pelarangan pemakaian hijab di ruang kelas. "Tidak ada rasa kemanusiaan untuk perasaan kami," katanya.  

Baca juga: Mualaf Edy, Takluknya Sang Misionaris di Hadapan Surat Al Ikhlas

Ameena menilai, bagi para wanita Muslimah, mengenakan hijab dapat menimbulkan perasaan aman. 

Menurut dia, larangan pemakaian hijab bagi pelajar di sekolah menengah atas dan perguruan tinggi bakal menimbulkan dampak besar. 

"Saya merasa banyak perempuan akan mati, mereka akan bunuh diri. Larangan ini mengejutkan bagi kami, ini seperti trauma bagi kami. Kami tak dapat keluar tanpa hijab," ucapnya.   

Pada 9 Februari lalu, Pengadilan Tinggi Karnataka menggelar sesi untuk mendengar petisi yang diajukan para remaja dan gadis Muslimah di sana. Dalam petisinya, mereka meminta pemerintah mengizinkan pemakaian hijab di lembaga pendidikan. 

Advokat senior yang menjadi pengacara para gadis Muslim tersebut, Devadatt Kamat, mengatakan, praktik penggunaan hijab dilindungi di bawah konstitusi kebebasan beragama. Hal tersebut dijamin konstitusi India. 

Oleh sebab itu, dalam pandangan Kamat, negara tidak memiliki kekuatan untuk melakukan pelarangan. Dalam sidang terbaru pada Jumat (18/2), Advokat Jenderal Karnataka Prabhuling Navadgi mengatakan, hijab bukan merupakan praktik agama Islam yang penting atau esensial. 

Menurut Navadgi, mencegah pemakaiannya tidak melanggar jaminan konstitusional kebebasan beragama. 

"Kami telah mengambil sikap bahwa mengenakan hijab bukanlah bagian penting dari agama Islam," ujar Navadgi di hadapan Ketua Hakim Ritu Raj Awasthi, Hakim JM Khazi, dan Hakim Krishna M Dixit, dikutip laman NDTV.  

Dia mengatakan, tak ada pelanggaran hukum saat pemerintah Karnataka meluncurkan aturan larangan pemakaian hijab dan syal safron di ruang kelas. "Tidak ada masalah hijab dalam aturan pemerintah. Perintah pemerintah itu sifatnya tidak berbahaya. Itu tidak mempengaruhi hak-hak para pemohon," kata Navadgi. 

Dia menjelaskan, sikap negara sadar tidak ingin ada campur tangan dalam masalah agama. "Bisa dibilang hijab bertentangan dengan sekularisme dan ketertiban serta bisa dikatakan tidak boleh. Padahal tidak. Itu adalah sikap negara yang dinyatakan. Kami tidak mau campur tangan," ujarnya.  

Jaksa Agung telah menolak tuduhan sejumlah mahasiswi Muslimah yang menyebut larangan pemakaian hijab di ruang kelas melanggar Pasal 25 Konstitusi. Pasal itu memberikan kebebasan hati nurani dan profesi, praktik, serta penyebaran agama yang bebas kepada warga negara India.  

Baca juga: Kisah Puji dan Agus, Suami Istri yang Bersama-sama Masuk Islam

Menurut Navadgi, peraturan larangan hijab di ruang kelas yang dirilis pemerintahan Karnataka juga tak menubruk Pasal 19(1) (a) Konstitusi. Pasal itu menjelaskan tentang jaminan kebebasan berbicara dan berekspresi bagi semua warga India.  

 

Selagi proses pertimbangan petisi, Pengadilan Tinggi Karnataka telah menerbitkan perintah sementara yang melarang pemakaian hijab, selendang safron, syal, dan bendera agama apa pun di dalam kelas.   

 
Berita Terpopuler