Selama Pandemi, 409 Ribu Anak di Inggris Alami Masalah Mental

Sebanyak 409 ribu anak di Inggris dirujuk terkait sejumlah masalah kesehatan mental.

www.freepik.com.
Sebanyak 409.000 anak di Inggris dirujuk terkait sejumlah masalah kesehatan mental.
Rep: Shelbi Asrianti Red: Nora Azizah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jumlah anak yang membutuhkan perawatan untuk masalah kesehatan mental terpantau melonjak. Lewat sebuah analisis baru, para pakar menyebut kasus yang parah telah mencapai rekor tertinggi.

Baca Juga

Lebih dari 409 ribu anak di Inggris dirujuk ke Layanan Kesehatan Nasional (NHS) untuk sejumlah masalah terkait kesehatan mental. Beberapa di antaranya adalah keinginan bunuh diri, menyakiti diri sendiri, dan gangguan makan.

Jumlah tersebut tercatat selama periode April hingga Oktober 2021, meningkat 77 persen dibandingkan periode yang sama pada 2019. Analisis terhadap data NHS tersebut dilakukan oleh Royal College of Psychiatrists untuk BBC.

Terpantau 349.449 anak di bawah 18 tahun yang berhubungan dengan tim psikiatri anak dan remaja NHS pada akhir Oktober 2021. Angka tersebut adalah jumlah tertinggi yang pernah tercatat terkait kasus remaja.

Serikat kepala sekolah NAHT dan badan amal Place2Be turut menyoroti peningkatan masalah kesehatan mental di kalangan siswa selama pandemi. Temuan didapat setelah survei dilakukan terhadap hampir 1.000 guru dan staf sekolah.

Badan amal kesehatan mental anak-anak, Young Minds, mengatakan pandemi telah memberikan tekanan kepada generasi muda dan mendampak kesehatan mental mereka. Padahal, kondisi sebelum pandemi pun sudah mencemaskan.

Pimpinan eksekutif Young Minds, Emma Thomas, menyampaikan bahwa bahkan sebelum pandemi, banyak anak muda berjuang mengakses dukungan dari layanan kesehatan mental. Kini, jumlah permintaan bantuan kian meroket.

Kaum muda termasuk yang paling parah terkena dampak pandemi Covid-19. Penutupan sekolah dan keharusan belajar dari rumah memicu kesepian dan rasa terisolasi, ditambah kesulitan mengakses layanan kesehatan mental.

"Kenyataannya adalah terlalu banyak anak muda dan keluarga yang tidak bisa mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan," ujar Thomas, dikutip dari laman Morning Star Online, Kamis (10/2/2022).

 
Berita Terpopuler